webnovel

Hutan Terlarang (?)

Lagi-lagi, aku seperti dibuat gila oleh para hantu yang ada di rumah ini. Kali ini aku sulit sekali membedakan manakah manusia yang benar-benar manusia atau mereka, suara hantu yang paling senang mengganggu ketenanganku.

Atas kejadian tadi, aku sedikit khawatir ketika harus bertemu dengan Albert. Aku sedikit waspada karena takut jika orang yang sedang mengobrol denganku adalah bukan Albert itu sendiri.

Demikian, aku memutuskan untuk duduk di halaman rumah untuk menyegarkan pikiran. Rasanya kejadian malam tadi benar-benar membuat hatiku tak tenang.

Pagi ini terlihat jauh lebih mendung daripada biasanya. Aku rasa sebentar lagi akan hujan. Awan mendung menutupi langit biru dan tak ada cahaya matahari yang terlihat. Hawa dingin benar-benar menusuk tulangku. Terkadang, aku baru sadar bahwa saat ini aku berada di sebuah tempat terpencil yang memang keadaan di sini masih asli dan terjaga.

Baru beberapa hari ini, aku sudah mendapatkan banyak cerita luar biasa yang mungkin akan aku ceritakan kembali kepada mama, papa dan Starla. Andai jika mereka tahu, mungkin mereka tidak akan pernah membiarkan aku untuk datang ke tempat ini lagi.

Bahkan hingga saat ini, handphone ku benar-benar sudah tak terpakai lagi. Aku yakin pasti ada banyak pesan dan panggilan tak terjawab dari keluarga atau dari teman-teman di sana.

Sesaat, aku begitu salut melihat Albert yang bisa semudah itu beradaptasi di tempat seperti ini. Jika aku diminta untuk tinggal bersama keluarga di sini, tentu aku lebih baik merantau jauh daripada harus tetap bersama di lingkungan asing yang benar-benar membuatku tak nyaman untuk menetap.

Banyak sekali ujian yang mendera. Ini karena energi besar yang terasa, membuat rumah ini rasanya terlalu sulit untuk dibersihkan. Ingin sekali aku berbicara banyak kepada satu saja orang yang bisa membantuku di sini. Namun sampai sekarang, rasanya aku masih belum bisa mempercayai siapapun.

Beberapa saat kemudian, ujung mataku tiba-tiba menangkap sebuah tempat di ujung jalan buntu. Aku terdiam sebentar dan menoleh.

"Hutan terlarang." lirihku di dalam hati.

Benar sekali.

Selama di sini, aku belum mencari tahu apa-apa hal yang berkaitan dengan hutan tersebut. Terlalu banyak kejadian aneh yang ada di rumah ini, membuat aku lupa bahwa di tempat ini pun masih ada sesuatu yang membuat aku penasaran dan ingin sekali aku cari tahu kebenarannya bagaimana.

Tentang bagaimana hutan itu bisa menjadi hutan terlarang, siapa orang yang sering kali masuk ke dalam sana ataukah ada kejadian mistis apa yang membuat tempat itu dijadikan sebagai tempat keramat.

Dilihat dari kejauhan, aku merasa hutan itu terlihat baik-baik saja. Jika aku mendapat banyak kabar bahwa hutan terlarang terlihat sangat angker dan begitu menyeramkan, tapi kali ini aku merasa biasa saja. Tak ada sesuatu yang seram di sana. Entah aku yang berpikiran terlalu positif, atau mungkin ketika aku masuk ke dalam sana aku baru mengetahui semua itu.

"Sepertinya satu hari sebelum pulang, aku harus mencari tahu terlebih dahulu tentang hutan terlarang itu. Aku ingin mendapat jawaban mengapa mama melarangku untuk masuk ke dalam sana, tanpa menanyakan hal itu kepadanya." aku merasa yakin kepada diriku sendiri untuk melakukan hal itu.

Aku berjalan ke arah gerbang untuk sedikit berolahraga. Meski saat ini tidak terlihat sinar matahari, setidaknya aku harus meregangkan badan supaya lebih sehat dan tidak mudah lelah.

Ada beberapa rumah yang ada di sini. Aku tak tahu apakah semua rumah itu terisi ataukah tidak, karena sampai sejauh ini aku belum banyak melihat orang orang yang berkeliaran di luar.

Hampir semua rumah di sini terlihat sama. Tampak depan terlihat kotor dan kumuh. Belum lagi ada banyak sarang laba-laba di atas langit-langit rumah yang menjadikan kesan rumah tersebut terlihat seperti tak terurus.

Apalagi ketika aku masuk rumah Pak Peter, aku melihat ada banyak ornamen klasik yang langka dan belum pernah aku lihat di kota. Aku rasa hiasan-hiasan yang terpanjang di dalam rumah tersebut memang sengaja turun-temurun dan tidak diperjualbelikan. Jika barang-barang seperti itu ada di kota, aku yakin ada banyak kolektor yang mencarinya dengan menawarkan harga yang sangat mahal.

Apalagi, papa adalah seorang kolektor barang-barang antik. Sebelum jatuh ke tangan kolektor lain, aku yakin papa yang terlebih dulu membelinya.

Sebenarnya aku kurang mengerti mengapa para kolektor senang sekali menyimpan barang-barang aneh dan langka seperti itu. Menurutku, barang antik tersebut pasti menyimpan kenangan di masa lalu yang tidak kita tahu. Aku memang senang melihat barang-barang antik, namun untuk memilikinya, aku rasa tidak.

Entah perasaanku atau bagaimana, aku selalu merasa bahwa barang-barang antik tersebut menyimpan energi tidak biasa yang membuat bulu kudukku merinding dan jantung selalu berdebar tak karuan.

Seperti jam milik Albert saja yang itu.

Aku sendiri sampai heran mengapa jam tua itu bisa terbang dan tepat mengenai hidung Albert. Belum lagi ketika aku turun ke bawah saat malam itu, aku selalu mendapati jam tersebut jatuh padahal semua jendela tertutup hingga tidak ada angin besar yang masuk. Lagi pula kalau ada angin, rasanya akan sulit karena jam itu sangat berat sekali. Menurut Albert, jam itu memang terbuat dari kayu jati asli. Tentu ketika dipajang akan kokoh dan tidak bisa dimakan rayap.

"Mengapa kau diam sendiri di sini?"

Aku terkejut bukan main ketika ada suara seperti itu.

Ketika aku berbalik, ternyata Pak Arthur.

"Ketika sendiri, kau jangan pernah melamunkan sesuatu. Itu akan berakibat fatal untuk kau."

"Maksudnya?"

Pak Arthur menghala napas dengan berat. Dia tiba-tiba duduk di sebuah kursi yang ada di depanku. Aku merasa aneh karena sepertinya, Pak Arthur akan bercerita tentang suatu hal.

Tak tahu kenapa, aku selalu tak sengaja mendapati Pak Arthur sedang memperhatikan aku ataupun Albert. Dari tatapannya, seolah mempertanyakan suatu hal yang aku sendiri tak bisa menjelaskannya dengan apa pun.

Beliau sangat misterius menurutku. Sifatnya sangat dingin dan jarang berbicara ketika tidak ditanya. Rumahnya juga selalu tertutup. Jarang sekali aku melihat Pak Arthur berkeliaran di luaran rumah jika bukan hal yang penting. Kedatangannya selalu menimbulkan pertanyaan besar bagiku. Pantas saja saat bertemu dengan beliau pertama kali waktu itu, Albert pernah bilang kalau sikap Pak Arthur sangat misterius.

"Ini adalah tempat yang sangat rawan, Kevin. Ada banyak peraturan yang harus kita turuti. Ketika kau berada di sini, mungkin suatu hal yang di tempatmu biasa, di sini tidak biasa bahkan dilarang untuk melakukannya."

Aku mengerutkan kening. Berusaha memahami setiap kata demi kata yang dikatakan oleh beliau.

"Contohnya?"

"Seperti apa yang kau lakukan tadi. Diam sendiri di luar tanpa ada teman dengan pikiran kosong, itu sungguh berbahaya."

"Tapi pikiranku tadi tak kosong, Pak. Aku hanya-"

"Memikirkan hutan terlarang itu kan?" Pak Arthur menyela ucapanku dengan cepat.

Chapitre suivant