webnovel

Menunggu Kabar

Hari sudah petang, Mosbeefly yang dikirim Ewa Lani tak kunjung datang. Wajah cemas tampak jelas di raut muka Ewa Lani. Gadis itu mondar-mandir berjalan berputar-putar menanti kabar tentang keberadaan Rei di luar sana.

Cedrico yang sedang santai bermain dengan Scot akhirnya merasa kasihan melihat Ewa Lani yang masih tampak cemas. Peri air itu membuat gelembung-gelembung air dari danau, mengisi gelembung itu dengan sedikit sihir yang membuat gelembung itu tampak indah bercahaya terbang di sekeliling Ewa Lani.

"Wah....gelembung sinar, apa kau yang membuatnya?"

Cedrico tersenyum dari kejauhan. Dia menggerakkan tangannya lembut dan membuat lebih banyak lagi gelembung sinar. Ewa Lani yang tadi bosan tampak terlihat senang, dan mulai menyentuh gelembung-gelembung cantik yang terbang mengelilinginya.

"Apa kau suka?"

"Ya..! Ini indah!" ujar Ewa Lani.

"Apa kau juga mulai suka padaku?" tanya Cedrico sembari tersenyum nakal.

"Sepertinya itu tak akan terjadi! Jangan banyak berharap!"

"Ah semakin kau menyangkal, semakin kau cepat meyukaiku! Tunggu saja aku pasti bisa membuatmu menjadi peri hutan dewasa!" ujarnya usil.

Ewa Lani memang sering berdebat tapi tak seperti apa yang dikatakannya, hati gadis itu lebih lembut dan perhatian. Cedrico masih saja membuat gelembung indah yang membuat senyum manis di wajah Ewa Lani mulai terkembang.

"Bagaimana caramu menguasai sihir air? Ini keren!" pujinya tiba-tiba.

Cedrico meloncat mendekat, kali ini dia ingin melihat senyum gadis berambut biru itu lebih jelas.

"Sama sepertimu menguasai sihir tanaman, setiap peri mempunyai energi dasarnya masing-masing bukan!"

"Heem...! Tapi apa bisa aku belajar sedikit sihir air? Setidaknya aku mau membuat gelembung indah ini. Apakah kau mau mengajariku?"

"Boleh, apa ada sumpah peri baru lagi yang akan kau berikan sebagai imbalannya?" goda Cedrico.

"Hei ayolah, aku tau kau tak sepelit itu!"

Cedrico tersenyum, kali ini tampaknya dia mau mengajari Ewa Lani secara cuma-cuma. Cedrico mengeluarkan energi sihir di tangan kanannya, lalu memegang tangan Ewa Lani dengan lembut. Tangan peri air itu ternyata cukup hangat, tak seperti suhu air yang dominan dingin. Tampak energi sihir mulai menyebar di tangan mereka berdua.

"Pertama buka telapak tanganmu seperti ini, lalu gerakkan pelan dan letakkan lembut di pipiku! Seperti ini!" ujar Cedrico yang langsung tersenyum sembari menggoda Ewa Lani dari jarak dekat.

Dassss....! Hentakan energi sihir menggeser tubuh Cedrico yang usil. Peri air itu terpental dan meloncat naik ke atas pohon.

"Astaga...Kau memang galak sekali!"

"Kenapa kau mempermainkanku! Aku tak suka caramu!" Ewa Lani mulai tampak marah.

"Kenapa kau tak suka? Apa kau malu? Tak kusangka Peri Hutan makhluk yang cukup pemalu, baiklah lain kali aku akan lebih lembut lagi!" ujarnya nakal.

"Kau mau ku lempar sihir penghancur!" ancam Ewa Lani yang mukanya berubah merah.

"Tak masalah, bunuh saja aku kalau itu membuatmu senang!" godanya lagi.

"Ah aku malas berbicara denganmu! Kau membuatku naik darah!" gerutu Ewa Lani yang pergi menghindar.

"Mau kemana? Lihat Mosbeeflymu sudah pulang, setidaknya berikan mereka makan dulu sebagai upah!"

Ewa Lani melihat kelangit, binatang kecil berwarna biru itu tampak turun. Tapi bukan hanya Mosbeefly yang turun, kali ini dia melihat sosok burung besar yang dikenalnya terbang mendekat.

"Grif....!" teriak Ewa Lani mengenali binatang kesayangannya.

Grif turun membawa Kakek Linco yang terbang mengendarainya.

"Rupanya di sini ada tamu. Selamat malam aku Linco pemilik tempat ini! Siapa kau Nona? Apa yang membawamu mampir ke tempatku?" sapa pria tua itu.

"Haiiiii....Lincooooo!" teriak Cedrico dari atas pohon.

"Pangeran Cedrico! Kenapa kau kemari? Bukannya anda dikabarkan menghilang setelah kabar perjodohan anda gagal?"

Ewa Lani menatap Cedrico, dia tak percaya pria yang dari tadi bersamanya ternyata benar-benar seorang pangeran dari kerajaan peri air.

"Aku hanya mengantar calon istriku! Itu dia, sepertinya banyak yang akan dia tanyakan padamu!" teriaknya dari atas pohon.

Ewa Lani melirik sinis pada Cedrico.

"Waaaah...Tuan akhirnya berhasil mendapatkan kekasih baru! Selamat Tuan, untung saja Tuan tak terlalu mengambil hati tentang perjodohan dengan Peri Igdrasil yang sombong itu!" ujar Kakek Linco yang ternyata sangat ceplas-ceplos itu.

"Hahaha, Peri Igdrasil yang kau maksud itu ada di depanmu Linco! Dia Ewa Lani, coba kau lihat baik-baik!" ujar Cedrico menahan tawa.

"Astaga, maafkan aku! Ternyata Nona Ewa Lani, anda sangat cantik dilihat secara langsung! Maafkan aku tak bermaksud membicarakanmu tadi," sanggah Linco.

Ewa Lani makin sebal, dia merasa sedang di bicarakan secara langsung oleh dua pria yang menurutnya tak sopan.

"Oh iya Tuan Linco, mengapa kau membawa Grif peliharaanku? Apa kau bersama dengan Rei temanku?"

"Ah, jadi kau teman Reinhard yang dicarinya kapan hari. Pantas saja dia ingin menuju Gunung Carmella, ternyata dia benar-benar ingin menolong peri Igdrasil!"

"Lalu apa yang terjadi dengan Rei?"

"Dia bersamaku, aku mengirimkan Mosbeefly ke Iyork karena permintaan Rei yang ingin mencarimu tempo hari. Ternyata Mosbeeflyku memberikan informasi kalau kau menuju Green Hole di bawah tanah. Aku bilang pada Rei akan sulit menemuimu dalam waktu dekat!"

"Ya benar! Seorang teman Caterpi menyelamatkanku dari Iyork. Hanya saja aku juga khawatir pada Rei, apa dia baik-baik saja? Bisakah aku menemuinya, banyak hal yang ingin aku bicarakan dengannya!"

"Tenanglah dia baik-baik saja! Aku sedang melatihnya energi dasar di Zona Kematian Haimati. Dia menjadi muridku sekarang! Tapi aku tak bisa mengajakmu bertemu dengannya karena dia sedang bermeditasi untuk membuka energi dasar yang terkunci sejak lama di tubuhnya!"

"Energi dasarnya terkunci? jadi benar kata Reina!"

"Aku tak dapat menceritakan hal pribadi padamu, tapi aku adalah salah satu walinya. Aku mengenal Ayahnya." ujar Kakek Linco.

"Tapi Rei juga anak sahabatku Anastasia, aku punya informasi tentang kakaknya juga! Aku harus menemuinya!"

"Mohon maaf Nona, saat ini dia benar-benar tidak boleh diganggu. Gangguan kecil pun bahkan bisa membuat meditasinya gagal dan melukai dirinya sendiri. Apa ada yang bisa aku bantu sampaikan?"

"Aku tak yakin, tapi aku merasa akan ada bahaya yang besar yang bisa mengancam jiwanya bila dia membuka energi dasarnya. Sesuatu yang lebih jahat dari pada Azazel maupun Floy. Sesuatu yang kemungkinan mengejarnya!" ujar Ewa Lani cemas.

"Tenanglah, saat bayi mungkin energi dasar Dionne terpancar tak bisa dikendalikan. Tapi saat Rei sudah besar, aku rasa energinya sudah bisa disamarkan. Aku juga sedang melatihnya di Zona Kematian, tepatnya di sebuah gua yang tak bisa dijamah oleh sihir ataupun roh makhluk kegelapan. Dia akan aman bersamaku, tenanglah,"

"Kau juga tau kalau dia seorang Dionne! Baiklah, jika itu yang terbaik untukknya aku percayakan Rei padamu! Lalu tolong berikan gelang ini padanya! Ini adalah gelang milik Anastasia yang dibawa oleh Reina, Kakak Rei. Dia ingin Rei menyimpannya, dan mengingat kenangan tentang mereka!"

"Reina, maksudmu Putri Reina. apa dia bersamamu?

"Ya dia bersamaku!"

"Dia seorang Dionne wanita, bertolak belakang dengan Rei yang memiliki energi penghancur. Kakak Kembarnya Reina memiliki energi yang belum diketahui. Energinya tak terkunci tapi sepertinya gadis itu tak menyadarinya.Tapi seiring Dionne besar energi Putri Reina akan segera muncul dan pasti dia akan menyadarinya!" jelas Kakek Linco.

Chapitre suivant