♦
Ⅳ
♦
Jalan yang kulewati untuk menuju ke suatu tempat yang dikatakan You masih ramai akan kendaraan. Di sampingku ada You, seorang adik perempuan kesayangan. Meskipun aku hilang ingatan kemarin, dia telah meyakinkan hati ini bahwa sosoknya adalah adikku dengan tingkah lakunya yang aneh itu.
Aku mengikuti You sekitar 15 menit dari awal kami keluar rumah. Secara perlahan, suara air mulai dapat kudengarkan dari sini. Pantai? Aku tidak menyangka ada pantai yang berada di dekat rumah kami.
"Ini, Mave, pantai yang selalu kita kunjungi saat sore hari pada hari sabtu dan minggu." You berjalan menggandeng tanganku memasuki area pantai.
Cantik sekali.
"Ini indah sekali, You, aku sangat terpukau dengan keindahan ini."
"Tempat inilah yang aku janjikan tadi, Mave, apakah kau menyukainya?"
Aku mengangguk. "Ya, aku sangat menyukainya."
Kami berdiri melihat keindahan akan pemandangan di depan. Mata ini dipenuhi oleh bayangan air laut yang berwarna biru kehijauan, sedangkan telinga ini dimanjakan oleh suara deburan ombak yang benar-benar membuatku seperti berada di planet lain.
"Mave, temani aku membuat istana pasir di sini!!" ucap You dengan melambaikan tangannya.
Sejak kapan dia sudah ada di sana? Aku benar-benar terlena dengan keindahan pantai ini. Hatiku begitu tenang, apalagi saat melihat Matahari yang berada di barat itu. Cahaya yang terpancar olehnya seakan membuatku ingin terus melihatnya.
"Tunggu sebentar, aku akan ke situ."
Aku berjalan menuju tempat You berada, akan tetapi mata ini sadar akan sesuatu. Tidak ada satu pun pengunjung atau wisatawan yang berada di sini. Benar, hanya ada aku dan You di sini.
"You, kenapa pantai seindah ini bisa sepi begini?" Aku duduk di samping You yang sedang asyik membangun istana pasirnya.
"Memang di sini sepi, Mave, tapi di sebelah sana ada banyak wisatawan." You menunjuk sisi lain pantai.
"Maksudmu di balik pembatas itu?"
Pembatas yang dimaksud adalah sekumpulan pohon bakau yang seolah menjadi sebuah pembatas antara sisi pantai tempat kami berada dengan sisi lainnya.
"Tepat sekali. Coba kau diam sejenak! Apa kau mendengarkan suara?" perintah You.
Membuka lebar-lebar telinga, aku lantas mencoba untuk fokus.
"Benar, ada suara pengunjung lain di sisi sana. Terus kenapa kita ada di sini, You?"
Jujur dalam hatiku ini aneh sekali, kenapa hanya aku dan You yang berada di sini.
"Loh, kan kita yang punya lahan di sini, Mave. Jadi pengunjung tidak ada yang boleh ke sini."
Ap—
Aku terkejut bukan main. Serius?? Keluarga konglomerat apa yang aku singgahi ini, pantai pun dapat dibeli??
"Serius?!" Aku menatap You dengan terkejutnya.
"Bohong, ehehe." You tertawa dengan sangat puas karena telah menipuku.
Sialan aku tertipu, akan tetapi aku lebih suka melihat dirinya yang seperti ini.
"Sialan kau, You!? Mempermainkan manusia yang sedang hilang ingatan itu tidak baik, loh!!"
"Ehehe maaf, Mave. Lagian, wajah polosmu yang percaya itu membuatku ingin tertawa." You berhenti membuat istana pasirnya dan menghadapku, "Mau tahu kenapa aku membawamu ke sini?" sambung You.
"Katakan, tapi jangan bohong lagi."
"Lebih nyaman di sini, suasananya lebih tenang." You berdiri dan memberikanku sekop pasir yang entah dari mana dia dapatkan.
"Jadi kenapa di sini sepi pengunjung?" Aku mulai membantu You membangun istana pasirnya.
"Dahulu pernah ada pembunuhan masal di sini, jadi pengunjung tidak berani menginjakkan kaki di sini." You melihatku dengan pandangan yang menakutkan.
Serius pernah terjadi yang seperti itu di sini? Apa hanya akalan You saja yang ingin menakut-nakutiku?
"Bagaimana bisa terjadi seperti itu, You?" tanyaku.
"Cerita berawal saat penjaga pantai yang mabuk mulai menembakkan senjata yang dibawanya secara acak ke pengunjung. Lalu setelah itu darah dari korban bersatu dengan dengan ombak dan seketika air yang berwarna biru itu menjadi merah darah." Wajah You serius menatapku.
"Terus setelah itu?" ucapku penasaran.
"Setelah itu, banyak arwah dari pengunjung yang tidak tenang di pantai ini. Kemudian dibuatlah pembatas pantai untuk menghalangi arwah jahat yang ingin mengganggu pengunjung di sini. Baiklah Mave, cerita berakhir."
Seram sekali cerita baru saja itu, bagaimana jika arwah itu ada yang sedang mengawasiku. Hiih!! Aku menjadi merinding karena cerita You beberapa detik yang lalu.
"Lalu, arwah dari para korban itu masih berkeliaran di sini atau bagaimana?" Aku memegang pundak You dan menatapnya.
"Kau beneran percaya, Mave? Padahal itu cerita yang baru saja aku buat beberapa menit yang lalu, sepertinya aku berbakat menjadi penulis hehe," ucapnya sesaat sebelum dia kembali tertawa terbahak-bahak.
Ap—
Sialan, aku kena tipu lagi olehnya.
"Berbakat menjadi penulis apanya, aku akan membalasmu You!?" Aku berlari menuju air pantai, mengambilnya dengan kedua telapak tangan, dan segera menyiram You.
"Apaan kau, Mave?! Aku jadi basah kuyup seperti ini, aku kan tidak membawa baju ganti. Dasar Mave!! Kau ingin melihat tubuhku, kan??" You kini berlari ke arah pantai dan mulai menyiramku dengan air.
Hati ini nyaman sekali, aku berharap orang tuaku tersenyum melihat tingkah laku kami berdua. Aku menyukai momen ini, momen di mana melihat You tersenyum kesal dicampur bahagia.
Aku ingin selamanya memiliki momen-momen indah seperti ini.
"Sudah cukup, You, aku menyerah. Baju yang kau pakai sudah basah seperti itu, aku tidak ingin orang lain melihatnya." Aku lantas duduk untuk memandangi indahnya Matahari terbenam.
"Ini kan salah kau sendiri, seenaknya saja menyiramku dengan air duluan!?" You duduk di sampingku dan menyender di bahuku.
"Lah itu karena kau sudah berbohong dua kali. Jika satu kali lagi kau berbohong, aku akan menggendongmu ke tengah laut." Aku melirik ke arah You yang sedang bersender di bahu ini.
"Ahaha bisa saja, Mave, semoga momen seperti ini bisa membuatmu mengingat masa lalumu yang hilang itu," ucap You.
"Jadi, apa cerita sebenarnya dari pantai ini?"
"Memang dulu ada banyak korban di sini, tapi bukan karena pembunuhan. Tsunami pernah melanda kota kita, Mave. Setelah kejadian itu, banyak yang tidak berani ke sini karena banyaknya korban di sini. Mereka percaya bahwa para korban tidak mati dengan tenang, Mave." You berdiri dan mulai berjalan pelan di depanku.
Tubuhnya yang dibalut kaos dan celana pendek itu memang tidak diragukan lagi akan mengundang banyak perhatian pandangan mesum. Oleh sebab itu, aku akan terus melindunginya, seperti yang dilakukan olehku di masa lalu.
Meskipun begitu, kenapa aku ada sedikit rasa suka kepadanya?
Ti—tidak boleh—dia itu adikku—dia itu adikku.
"Maka dari itu tempat ini menjadi sepi? Bukankah begitu, You?" tanyaku kepadanya
"Bisa dibilang seperti itu."
"Lalu, apa akibat dari tsunami yang pernah melanda kota ini? Bukankah seharusnya kota ini menjadi kota yang mati?"
Aku melihat ke arah You yang masih berjalan pelan di depan menjauhiku. Namun, You tidak menjawab perkataanku barusan. Tidak lama kemudian, You menghentikan langkahnya, menengok ke arahku dan tersenyum manis.
"Bukankah itu yang harus kau ingat kembali, Mave?"
Apa maksud perkataannya? Tidak lama setelah perkataannya, hal aneh terjadi kepadaku. Percaya atau tidak, belum ada satu detik mengedipkan mata, sosok You di depanku sudah tidak ada.
Sosok itu hilang, layaknya asap yang terbawa oleh angin di sekitar pantai. Mataku yang meresponnya tentu saja sangat kaget hingga tidak bisa mengedip sejenak, seperti tubuh yang terjebak di dalam es.
"You, di mana kau?! Jangan bercanda, ini tidak lucu. You!!" Aku berteriak sekuat tenaga memanggilnya.
Aku memutuskan untuk berenang barangkali dirinya tenggelam, akan tetapi hasilnya nihil. Hei, apa yang baru saja terjadi? Itu bohong, kan?
"Hah!! Hah!! Di mana kau, You!? Kenapa seperti ini? Jangan bercanda, You!!"
Aku masih bingung dengan apa yang terjadi baru saja. Aku pergi menyusuri garis pantai hingga ke arah pantai sebelah, akan tetapi hasilnya masih nihil. You menghilang dengan cepat, bagaimana ini? Saat memutuskan untuk kembali ke tempat semula, aku melihat seseorang sedang berjalan menyusuri garis pantai tidak jauh dengan posisiku.
"You, itukah kau?? Jawab aku, You!!" Aku mengejar sosok tersebut, akan tetapi tidak bisa.
Ya Tuhan, kenapa aku tidak bisa mengejarnya?
"Hei!! Itukah kau, You?!" Aku kembali berteriak kepada sosok tersebut.
Aku sudah tidak kuat berlari, tenaga yang dimiliki tubuh sudah habis. Berlari mengejarnya sungguh sia-sia, lebih tepatnya tubuh ini seperti berlari di tempat. Matahari sudah mau terbenam sepenuhnya, aku harus segera mencari You dan tidak boleh menyerah. Namun, ke mana lagi harus mencarinya?
Aku kembali mengumpulkan tenaga dan berenang untuk mencari You. Sebenarnya di mana kau, You? Apakah aku sedang bermimpi? Jika benar begitu ... bangun Mave!!!
Lima menit sudah aku menyusuri air di tepian pantai ini, akan tetapi masih saja You tidak ditemukan. Aku memutuskan untuk duduk dan kembali beristirahat setelah berenang. Saat sedang bingung akan nasib You, sosok tadi terlihat berjalan mendekatiku. Entah kenapa, mata ini tidak bisa melihat wajahnya, hanya perawakannya yang merupakan seorang perempuan.
"Matahari yang terbenam di pantai itu sangat indah, ya?" ucap wanita di sampingku itu.
"Aku tidak ada waktu untuk bicara denganmu, apa maumu?"
"Dulu, aku memiliki sahabat dan juga kakak yang sangat sayang kepada adiknya, bahkan dia rela mengorbankan nyawanya hanya untuk adik tercintanya itu." Wanita itu duduk di sampingku dan memainkan pasir di depannya.
"Lalu?" Aku bertanya kepada wanita tersebut.
"Pada hari itu, dia menyelamatkan adiknya dari pukulan seseorang. Kepalanya terkena pukulan itu karena dia memeluk tubuh adiknya untuk melindunginya. Sekarang ia hanya bisa terbaring lemah di ranjang, tanpa memiliki kesadaran." Wanita itu kembali berdiri di sampingku.
Aku merasakan hal yang aneh dari kisah itu.
"Kenapa pukulan biasa bisa membuatnya terbaring lemah? Dia dipukul oleh alat??"
"Tentu saja, siapa yang berani menjadikan kepalanya sebagai sarang untuk tongkat baseball berkawat selain sahabatku sendiri. Terlebih lagi hanya untuk menyelamatkan adiknya."
"Maksudmu ... kini dia sudah tiada?" Aku berdiri dan menghadapnya.
Meskipun sudah berada di depan wanita yang sedang duduk itu, anehnya wajah itu masih tidak terlihat.
"Tidak, dia masih hidup sampai sekarang. Akan tetapi dia mengalami mati otak, sehingga dia akan koma untuk selama-lamanya." Wanita itu berdiri dan mulai berjalan menjauhiku.
"Kapan kejadian itu?" Aku mencoba menarik tangannya akan tetapi aku tidak bisa menyentuhnya.
Hantu?
"Dua hari yang lalu." Wanita itu semakin berjalan menjauhiku.
"Tunggu, apakah kau melihat adikku di sekitar sini? Tadi dia ada bersamaku namun dia hilang secara tiba-tiba." Aku berlari untuk mengejarnya, tapi tentu saja tidak akan bisa mencapainya.
"Adikmu? Bukankah seharusnya kau sudah menyadarinya?"
Apa maksudnya? Menyadari tentang apa?
"Apa maksudmu?"
Wanita itu menghentikan langkahnya dan menatapku. "Janganlah kau terus-menerus berada di sini, adikmu itu sedang menunggumu."
Setelah mendengarkan kata-kata itu, rasa sakit di kepalaku kembali lagi, ini seperti yang tadi pagi. Lagi dan lagi, aku tidak bisa mengontrol tubuh. Aku terjatuh dan mulai merasa bahwa akan kembali pingsan. Mata yang ingin tertutup ini masih bisa melihat wanita itu menghampiriku.
"Aku yang akan membantumu. Aku juga yang akan menyelamatkanmu."
Sebelum benar-benar kehilangan kesadaran, aku bisa melihat senyuman dari wanita itu, senyum itu mirip seperti You. Tidak lama kemudian, aku tidak bisa melihat dan mendengar apa pun.