webnovel

Godaan

Amy sampai dan berdiri di depan pintu manajer. Ia menatap kenop pintu dan ragu sejenak.

"Aku harus tenang. Pokoknya harus tenang."

Amy menempelkan id card pegawainya, lalu membuka pintunya. Ia masuk.

Manajer sedang duduk di kursinya sembari meletakkan kedua kakinya ke atas meja bak bos besar.

"Apa-apaan pak tua ini?" Amy mendecih melihat kelakuan atasannya yang tak mencerminkan tindakan yang sopan.

"Oh kau sudah datang?" manajer menurunkan kaki lalu bangkit dari duduknya. Ia menghampiri Amy. "Siapa namamu tadi?"

"Amy…Amy Satria."

"Aku seperti pernah mendengar sebelumnya," terkanya.

"Itu hanya perasaan manajer."

"Sudahlah, itu tidak penting."

Manajer melihat penampilan Amy dari ujung kepala hingga kaki. Ia menaikkan salah satu alisnya sembari memasukkan tangannya ke saku celana. Ia menyunggingkan senyum sarkas dan merendahkan.

"Ada apa dengan penampilanmu?" senyumnya remeh. "Kenapa kau kembali berpakaian rapi seperti pegawai lain?"

Alih-alih mengalihkan pandangannya, Amy maju ke depan dan menatap kedua matanya, lalu menyentuh dagu manajer dengan jari-jarinya yang lentik.

"Kenapa? Apa kau tidak terangsang jika pakaianku begini"

Manajer tertawa.

"Kau benar-benar pegawai yang menarik. Aku suka matamu."

"Bukankah kau sudah punya keluarga?"

"Tidak boleh? Kau dulu yang menggodaku, jadi bagaimana aku menolakmu?"

"Manajer, kau tahu," Amy berbisik di telinganya. "Aku tidak suka pria miskin."

"Apa?" manajer agak kesal mendengarnya. Ia mengeluarkan dompetnya darin balik saku jas, dan mengambil sebuah kartu lalu dipampangkan di depan wajah Amy.

"Aku pemegang black card! Aku tidak miskin!"

Amy tertawa pelan sembari menutup mulutnya dengan bermain manja.

"Ambilah, aku punya beberapa yang seperti ini."

"Benarkah?"

"Ambil cepat, tanganku pegal."

Ia lalu mengambil black card dari tangan manajer.

"Kau hanya manajer pemeriksaan barang, bukankah black card ini terlalu berlebihan?"

"A…panya?" manajer gelagapan, namun berusaha tenang. "Ini tidak seberapa, atasanku bahkan mendapatkan lebih banyak dari ini."

"Mencurigakan."

"Apa?"

"Aku semakin curiga karena kau semakin keren saja, Manajer. Kau benar-benar berkarisma."

Manajer senyum-senyum mendapat sanjungan dari bawahannya.

"Aku bisa mendapatkan lebih banyak untukmu jika kau mau."

"Memang bisa begitu?"

"Tentu saja."

Amy menarik dasinya mendekat. "Sepertinya kau suka gerak cepat. Aku jadi makin suka."

Manajer memicingkan senyum puas.

"Buatkan aku kopi," manajer membuat gerakan dengan dagunya seolah menunjuk meja dekat dinding di mana tempat menyeduh kopi.

"Pahit atau manis?"

"Akan lebih manis jika kau memendekkan rokmu dan membuka kancing atasmu seperti tadi."

Amy menaikkan salah satu sudut bibirnya sarkas. Matanya meliriknya intens dan menggoda.

"Baiklah. Sesuai pesananmu."

Amy membuka satu kancing atasnya dan menaikkan roknya beberapa senti. Manajer yang melihatnya menelan ludah dengan kesusahan. Amy berjalan ke meja yang ditunjuk manajer dengan langkah yang pendek dan seksi.

Sedang tanpa disadari oleh Amy, manajer berjalan ke pintu dan menguncinya kenopnya dari dalam namun ia lupa menguncinya via password di monitor.

"Gadis muda itu, rupanya dia senang bermain-main dengan pria sepertiku. Kau masuk kandang harimau," pikir manajer. "Sudah banyak pegawai yang ingin naik pangkat melakukan itu denganku, hehe.."

Manajer melangkah mendekati Amy dari belakang. Ia melihat tubuhnya yang sudah tak sabar ia raba-raba. Sebenarnya Amy tahu manajer mendekatinya, ia melirik tanpa menggerakkan kepalanya, disiapkannya kopi panas di tangannya. Sedang manajer semakin mendekat, kedua tangannya melihat pantat yang menonjolnya dengan penuh nafsu.

Semakin dekat…

Semakin dekat…

Amy dengan tangan gemetaran bersiap dengan cangkir kopi panas itu.

Tangan nakal manajer semakin dekat, ia mengulurkan tangan hendak meraihnya, hingga tiba-tiba…

Buagh!

Seseorang menonjok manajer dari samping. Tak hanya manajer yang terkejut, Amy berbalik dan tertegun mendapati Alfa di sana dengan wajah marah dan tangan terkepal panas.

"Sialan!" manajer jatuh di lantai, ia memegang pipinya yang nyeri. "Berani-beraninya kau!"

Amy dan Alfa tak mempedulikan omelan manajer, keduanya berdiri saling berpandangan dengan emosi yang sulit dijelaskan. Alfa melirik tangan Amy yang gemetaran.

"Jangan lakukan ini lagi," kata Alfa dengan tegas dan serius.

Ia membuka seragamnya lalu ia lingkarkan di pinggang gadis yang ia sukai itu. Ia mengenakan kaus pendek berwarna putih. Dirinya juga membenahi kancing atas baju Amy dan merapikan kerahnya.

"Alfa…" Amy mendongak menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Jangan bicara lagi."

Manajer berdiri dengan kesal dan meneriaki Alfa berkali-kali, namun mereka tak menghiraukannya.

"Bagaimana kau bisa masuk! Padahal aku sudah menguncinya! Br*gsek sialan! Kau mau dipecat huh?! Beraninya kau!"

Manajer mengangkat kepalan tangannya hendak membalas pukulan Alfa, namun Alfa menangkisnya dan mendorongnya hingga terjatuh lagi di lantai.

"Menjijikkan." Alfa berbicara tenang namun penuh penekanan.

Amy terkejut karena tidak pernah melihat sosok sahabatnya yang seperti ini sebelumnya.

"Sudah berapa banyak pegawai yang kau tiduri?"

"A..apa?" manajer gelagapan.

"Korupsi, pelecehan seksual, memanfaatkan jabatan dengan sewenang-wenang, otoriter pada bawahan, memecat pegawai semaumu. Kau pikir berapa total tahun yang akan kau habiskan di sel penjara?"

"Apa katamu?!" manajer berdiri. "Siapa yang akan masuk penjara? Tadi kau bilang apa? Korupsi? Memang kau punya bukti huh?!"

Alfa menunjuk tumpukan berkas di sudut bawah samping mesin fotokopi.

Manajer maupun Amy melihat ke arah yang ditunjuk.

"A…apa? Tidak mungkin! Bagaimana kau bisa mengetahuinya?!"

Manajer berlari mengambil dokumen itu dan menyobek-nyobeknya di hadappan mereka dengan sekuat tenaga. Ia panik. Namun hanya ditanggapi senyum sarkas oleh Alfa.

"Menyedihkan. Para atasan itu bodoh memilihmu untuk menyimpan dokumen sepenting itu. Dan di samping mesin fotokopi lagi, kau mau menyalinnya dan menyebarkannya ke seluruh kantor? Benar-benar pria tua yang bodoh."

"Kau pikir cuma aku yang bertanggung jawab huh! Aku cuma ikut atasan yang juga melakukan hal yang sama. Mereka bahkan mengambil lebih banyak uang dariku! Mereka yang mengajakku untuk mencuci uang haram itu! Jadi apa salahku?! lihat ini!" Manajer menghamburkan sobekan kertas ke udara. Ia tertawa. "Buktinya sudah hancur, hahaha."

"Serius kau sebodoh itu, Pak Tua?" Alfa mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan gambar-gambar dari dokumen yang sudah ia foto.

Manajer melotot kaget. Ia terjatuh di lantai.

"Tidak cuma itu," Amy akhirnya berbicara. "Aku sudah mereka percakapan kita hari ini."

Amy mengeluarkan ponselnya lalu memutar rekamannya.

Kau pikir cuma aku yang bertanggung jawab huh! Aku cuma ikut atasan yang juga melakukan hal yang sama. Mereka bahkan mengambil lebih banyak uang dariku! Mereka yang mengajakku untuk mencuci uang haram itu!

Manajer memegang kepalanya dengan kedua tangan. Pandangannya kosong, ia menatap lantai dengan nanar. Ia menggeleng frustasi, tidak pecaya bahwa akal bulusnya selama ini akan dibongkar oleh pegawai baru. Ia berdiri dengan amarah yang membuncah, diambilnya tongkat golf di bawah mejanya.

Alfa panik, ia berdiri di depan Amy dna memintanya tetap di belakangnya.

"Sialan! Aku tidak memprediksi ini." Alfa melirik sudut langit-langit. "Tidak ada cctv di sini."

Manajer mulai menggila, ia mengayunkan tongkat golf ke sana ke mari sembari berteriak marah. Saat itulah Amy melihatnya lagi. Fybe dalam bentuk gumpalan hitam yang menyelimuti kepalanya seolah merasukinya.

"Bunuh mereka," teriak fyber itu di telinga manajer, dan hanya Amy yang bisa melihat dan mendengarnya.

"Hantu itu…"

"Ada apa?" tanya Alfa.

"Ada hantu di kepalanya, hantu yang sama dengan waktu itu."

"Apa?"

"Arggghhh." teriak manajer bak kesurupan. Matanya merah, rambutnya ia acak-acak dan ayunan tongkatnya semakin kuat.

"Sial! Jika kita biarkan dia akan mengamuk."

"Keluarlah," pinta Alfa.

"Kau gila! Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian di sini!"

"Keluarlah dan cari bantuan!"

"Apa?"

Amy bingung dan panik. Ia mengeluarkan ponselnya, ada tiga panggilan cepat di sana. Yang pertama ayah, Dio dan Alfa.

Chapitre suivant