Aleandra sedang berada di dapur untuk membuat sarapan, Dia bangun lebih pagi karena dia tidak bisa tidur sama sekali. Semua itu gara-gara si sosis Amerika dan juga kejadian semalam yang dia alami.
Sejujurnya dia masih takut karena kejadian tidak terduga yang dia alami semalam. Dia masih tidak tahu siapa mereka dan masih menduga jika mereka adalah utusan sari Rusia yang akan menangkapnya.
Dia takut karena dia mengira mereka sudah menemukan keberadaan dirinya. Sepertinya keberadaanya sudah tidak aman tapi yang paling membuatnya takut adalah, mereka mencelakai bosnya. Jangan sampai hal itu terjadi karena dia tidak mau melukai siapa pun apalagi bosnya yang cacat. Bisa gawat jika bosnya terluka akibat dirinya, jangan sampai keluarga bosya marah. Dia tahu kekuatan orang kaya, bisa-bisa dia mendekam di penjara untuk seumur hidupnya.
Sebaiknya dia tidak pergi ke mana pun untuk sementara waktu. Dia akan membicarakan hal ini pada si bos dan semoga saja bosnya mau mengerti. Aleandra meletakkan sarapan di atas meja, sebentar lagi selesai dan setelah itu dia harus membangunkan bosnya.
Jujur saja sampai sekarang, dia masih penasaran dengan kotak itu dan ingin tahu, apa di dalam sana tidak panas? Tidak itu saja yang membuatnya penasaran, dia juga ingin tahu, saat si bos membawa pacarnya tidur di dalam kotak itu, bagaimana saat mereka melakukan hal itu?
Sial, rasa penasaran memenuhi hati. Jika bosnya pulang membawa kekasihnya maka dia mau mengintip. Apa di dalam kotak akan terdengar suara-suara sehingga suasana di dalam kotak semakin panas? Baiklah, dia akan mencari tahu untuk menuntaskan rasa penasarannya itu nanti.
Sarapan sudah jadi, tinggal kopi hitam saja dan akan dia buat nanti setelah bosnya berada di meja makan. Aleandra melangkah menuju kamar Max, pintu di buka perlahan, ternyata bos anehnya belum bangun. Ini kesempatan bagus untuknya melihat kotak si pangeran Vampire, siapa tahu dia menemukan sesuatu untuk mengobati rasa penasarannya akan kotak aneh itu.
Aleandra melangkah mengendap, seperti seorang pencuri. Dia melangkah mengelilingi kotak seperti sedang mencari sesuatu. Mungkin saja ada sebuah tombol tapi sayangnya tidak ada dan hal itu semakin membuatnya penasaran.
Karena semakin ingin tahu apalagi dia belum pernah melihat tempat tidur seperti itu, Aleandra melangkah menuju sisi kanan. Kini dia mau tahu apakah kotak itu kedap suara atau tidak, dia harus tahu akan hal itu sebelum dia mengintip nanti.
Aleandra melihat kotak dan setelah itu, dia sedikit membungkuk dan menempelkan telinganya ke atas kotak. Karena tidak mendengar apa pun, Aleandra kembali mencoba menempelkan telinganya ke atas kotak tapi dia tidak menyangka, tiba-tiba saja kotak itu terbuka.
Teriakan Aleandra terdengar, dia juga kehilangan keseimbangan. Aleandra mencoba meraih sesuatu untuk dijadikan pegangan tapi sayangnya tidak ada yang bisa dia pegang. Mata Aleandra terpejam saat dia jatuh dan menimpa sesuatu dengan keras. Sial, semua di luar dugaan.
Tangannya mulai meraba, wow, itu otot yang keras. Tangannya bahkan masih meraba, dia benar-benar lupa diri dan tujuan. Tangan Aleandra masih bergerak dan akhirnya, dia mulai sadar dengan apa yang dia lakukan. Mata Aleandra terbuka, dia terkejut mendapati Max sedang menatapnya tajam.
"Apa belum puas?" tanya Max dengan dingin.
"Jika kau belum puas maka kau bisa merabanya dari atas sampai ke bawah!"
"Bu-Bukan begitu, Sir. Maafkan aku," Aleandra segera beranjak dan terlihat tersipu malu.
"Apa yang mau kau lakukan? Apa kau mau mencuri?"
"Tidak, aku hanya ingin membangunkanmu," jawab Aleandra dengan cepat.
"Membangunkan? Aku lihat bukan itu yang ingin kau lakukan!"
"Aku tidak bohong, Sir. Sungguh," Aleandra berusaha menatap Max tapi dia merasa takut karena dia memang salah.
"Tidak perlu menipu, gajimu di potong. Hari ini kau harus membersihkan kolam renang dan juga mencuci semua mobil yang ada di garasi. Itu penalti untukmu dan jika tidak kau lakukan dengan baik maka penalti untukmu akan bertambah!"
"Ba-Baik," jawab Aleandra pasrah.
Gadis itu berlalu pergi, untuk mengambil kursi roda. Max hanya menatapnya tajam, tangannya sudah sangat gatal ingin mencekik lehernya tapi dia harus bersabar untuk sebentar lagi.
Aleandra kembali dan membantunya untuk duduk di kursi roda, dia tidak berani bersuara apalagi dia sudah tertangkap basah. Hanya potong gaji dan mencuci mobil juga kolam renang, hukuman itu lebih baik dari pada dipecat.
"Sir, bolehkah aku membicarakan sesuatu padamu?" tanya Aleandra saat memberikan sikat gigi pada Maximus.
"Katakan!"
"Ini mengenai kejadian semalam, Sir," ucap Aleandra. Max meliriknya sejenak dan setelah itu dia kembali menyikat giginya.
"Aku minta maaf sudah melibatkan anda. Aku benar-benar tidak mau hal itu terjadi jadi maafkan aku."
"Tidak perlu dipikirkan," ucap Max karena dia tahu, orang-orang yang menyerang mereka semalam menginginkan nyawanya.
"Aku takut hal itu terjadi lagi dan aku tidak mau mencelakai anda apalagi anda cacat jadi bolehkah mulai sekarang aku tidak pergi keluar rumah untuk sementara waktu?" tanya Aleandra dengan nada sedikit memohon.
Dia harap bosnya mengijinkan, dia akan merasa aman jika berada di rumah tanpa bertemu dengan orang-orang.
"Kenapa? Apa kau sedang melarikan diri dari seseorang?" Max mulai memancing. Dia memang curiga jika Aleandra tidak hnaya melarikan diri darinya saja.
"Aku memang sedang dalam masalah, Sir. Tapi aku tidak bisa mengatakannya, aku hanya tidak ingin melibatkan dirimu dalam permasalahan yang sedang aku alami apalagi keadaanmu seperti ini."
Max menyunggingkan bibir, jadi gadis itu sedang mengkhawatirkan dirinya? Sungguh lucu, baru kali ini ada seorang wanita yang mengkhawatirkan dirinya. Permainan itu semakin menarik saja, dia ingin lihat. Saat gadis itu sudah tahu siapa dirinya, apa dia masih akan mengkhawatirkan dirinya?
"Aku benar-benar minta maaf atas kejadian semalam," ucap Aleandra lagi.
"Tidak perlu dipikirkan. Sekarang bantu aku mandi, aku harus segera pergi ke kantor. Hari ini kau tidak perlu keluar rumah, kau cukup lakukan pekerjaanmu dengan baik saja!"
"Baik, terima kasih," Aleandra tersenyum manis, dia lega jika bosnya mengerti dengan apa yang sedang dia alami.
Aleandra segera memandikan bosnya, sekarang dia sudah terbiasa melihat tubuh bosnya walau dia masih merasa malu. Lambat laun dia akan terbiasa dengan semua yang dia lakukan. Seperti biasa, Aleandra membawa Max ke meja makan setelah pria itu rapi. Segelas kopi hitam sudah berada di atas meja, roti yang dia bakar juga sudah diolesi dengan selai.
"Jika kau ingin pergi, seseorang yang ada di luar sana akan mengantarmu!" ucap Max.
"Terima kasih, Sir. Aku tidak mau pergi ke mana pun."
"Aku sudah memberimu kesempatan jadi pergunakan dengan baik!"
"Terima kasih," ucap Aleandra.
Dia diam saja, menunggu bosnya selesai sarapan dan setelah itu seperti biasa, seseorang masuk ke dalam untuk membawa Max keluar. Aleandra tidak mengikuti karena dia sibuk di dapur. Setelah ini dia harus mencuci mobil lalu kolam renang.
Dapur sudah bersih, kini dia berjalan menuju garasi mobil. Aleandra kira mobilnya hanya satu, dia pasti bisa tapi ketika melihat mobil yang ada di garasi, mulut Aleandra menganga. Apa bosnya tidak bercanda?
"Oh, my God. Apa aku harus mencuci semua mobil ini?" gumam Aleandra.
Dia masih terlihat shock tapi tidak lama kemudian Aleandra mulai bekerja karena mau tidak mau dia harus melakukannya. Dia sibuk di garasi sampai tidak menyadari jika ada yang datang dan sedang memanggil Max. Aleandra menyadarinya saat dia mendengar teriakan seorang wanita.
"Max!"
Aleandra mengernyitkan dahi? Max? kenapa dia merasa nama itu tidak begitu asing?
"Max, apa kau ada di rumah?" wanita itu kembali memanggil.
Aleandra menghentikan pekerjaannya dan bergegas masuk ke dalam rumah. Dia tampak heran melihat seorang wanita yang kembali memanggil Max. Wanita itu juga terkejut melihat keberadaannya. Siapa wanita itu, kenapa dia tidak tahu Maximus membiarkan seorang wanita tinggal di rumahnya?