webnovel

Gue Bakal Tuntut Lo!

Dipta mengikis jarak antara dirinya dan Hening. Gadis itu mundur sampe punggungnya membentur batu besar yang ada di belakangnya. Melihat Dipta yang seperti ini, jujur Hening takut, walau udah mendelik nggak buat pemuda itu jadi jelek, tetap aja Hening ngeri liatnya.

Biji mata Dipta siap melompat keluar lalu nemplok di mukanya. Demi apa kalo di bayangin serem kali. Hening udah mau nangis saking takutnya, mana kalo takut suka tekencing di celana.

Malu kali kalo sampe itu terjadi.

"Lo mau tau titid itu apa?" Tanya Dipta dengan gigi rapat, terdengar gemeletuk tanda emosinya siap meledak. Rahang tegasnya pun udah mengeras.

Dia menikmati wajah takut Hening yang berusaha di tutupi gadis ini.

Hening spontan mengangguk padahal tadinya mau geleng. Dia nggak mau tau benda apa yang di sebut dengan titid. Persetanlah, yang penting dia selamat, nggak tenggelam gara-gara kakinya kram.

Senyum iblis Dipta tercetak, "yang lo pegang titid gue. Dan titid itu bisa buat lo hamil." Desis Dipta dengan muka semakin horor tapi sayangnya masih ganteng.

Dari kejauhan Bayu dan yang lain penasaran dengan apa yang mereka bicarakan, kesannya kaya adegan romantis di sinetron. Si pria mengintimidasi si wanita.

Sementara itu, otak Hening ngeblank saat mendengar apa yang Dipta jelaskan. Titid benda yang bisa buat dia hamil.

Tunggu, hamil? Bukannya hamil terjadi karena pertemuan sel telur dengan indung telur? Yang artinya itu bisa terjadi kalau dua ....

Mata Hening membelalak, dengan napas tercekat dia bertanya, "jadi titid itu ...."

"Ya ... lo pegang alat reproduksi gue! Ah ... bukan hanya megang, lo teken dan tarik dengan kuat. Lo! Melakukan pelecehan sexual, gue bakal tuntut lo!" Dipta menunjuk Hening dengan tatapan teramat sangat horor.

Hening menggeleng, telapak tangannya gemetar gebat kaya orang tremor. Dia menatap tangannya yang sudah ternoda, demi apa dia tidak menyangka bisa memegang milik orang lain, walau tanpa sengaja tetap saja hilang sudah kesucian tangannya.

Hening menatap tajam Dipta, "nggak mungkin, kau bohongkan?" Matanya udah berkaca-kaca. Sekarang kesannya kaya dia yang udah di nodai Dipta. Padahal sebenarnya Diptalah yang terlecehkan.

"Nggak mungkin lo bilang? Terus benda kenyal yang lo pegang tadi apa njir? Nggak usah sok lugu, mau gue tunjukkkn biar lo percaya? Gue yakin masa depan gue cedera!"

"MESUMMMMMN!"

"HEH ... APA-APAAN LO!"

Dipta menjerit bersamaan suara Hening yang menggema. Gadis itu mengiting Dipta, melumpuhkan pemuda itu dengan ilmu bela diri yang dia punya.

Dipta nggak mau kalah, dia membalik keadaan dengan menindih Hening dan sekarang posisisnya sangtat tidak menguntungkan Hening. Tangan gadis itu terangkat keatas dengan Dipta berada di atasnya tanpa menindih perutnya.

"Jangan berani macam-macam sama gue. Lo yang ngerugiin gue, kok lo yang merasa paling di rugikan, hem?" Desis Dipta. Wajah Hening merah padam.

"Lepas nggak? Jangan kaya banci, beraninya sama perempuan." Telapak tangan Hening yang megang titid Dipta masih tremos. Gemetar nggak.mau berhenti.

"Serah, mau banci, waria, bencong sekalipun. Gue nggak perduli, lo udah ngelecehin gue. Tanggung jawab, gue bakal tuntut." Wajah Hening menjadi pucat.

"Kalo pun aku megang itu karena nggak sengaja. Yang namanya pelecehan itu di sengaja." Hening mencoba membela diri walau sebenarnya takut bukan main.

Kalo dadanya transparan pasti dapat ngeliat jantungnya berdebar dengan kencang.

"Nggak sengaja lo bilang? Gue bisa ngerasain lo sengaja megang terus menariknya kuat. Lo pikir titid gue belalai gajah?" Sebenarnya lucu tapi Hening nggak sanggup ketawa.

"Lepasin dia." Suara seseorang mengintrupsi perdebatan mereka.

Mata Hening berbinar ngeliat orang yang datang niat nolongin dia. Calon imamnya, Dimas. Pemuda itu berdiri dengan gagah, menutupi cahaya matahari yang mau tenggelam kedalam peraduannya, senyum termanis Hening berikan pada pangeran berkuda coklatnya.

Hening nggak suka kuda warna putih, maka itu dia menjuluki Dimas, pangeran berkuda coklat yang tentu hanya miliknya seorang.

Dipta mengernyit jijik melihat ekspresi Hening, tangannya semakin memberikan tekanan pada pergelangan tangan Hening yang di kuncinya dengan teknik bela diri yang di kuasainnya.

Hening meringis dengan suara lemah, seolah sebelumnya dia nggak ada tenaga.

"Lepasin dia." Suara Dimas semakin tegas. Dia nggak memperdulikan senyum Hening yang buat eneg. Ini yang nggak di sukanya dari Hening, terlalu berterus terang.

Dipta baru menyadari kalo ada orang yang berani mengintrupsinya. Dia mendongak keatas, bertemu tatap dengan Dimas, anak kampung yang berlagak jadi anak kota.

Menjijikkan.

Dia nggak tau siapa Dimas tapi dari awal ngeliatnya udah nggak suka aja.

"Gue nggak ada urusan sama lo." Suaranya buat melting para gadis yang mendengarnya. Mereka rela menggantikan posisi Hening, termasuk Shalom yang diam-diam mengangumi Dipta.

Cowo maco, walau masih berondong tapi udah tampak maskulin dan gagahnya. Sepuluh tahun lagi dia yakin Dipta akan menjadi pria dewasa yang tak tertandingi ketampanan dan kegagahannya.

Johanes mencoba mendekat dan bicara baik-baik, "santai bro ... kita bisa selesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Nggak jantan aja lo adu fisik sama cewe."

Hening yang merasa dapat kesempatan mengalihkan keadaan langsung membalik tubuh Dipta dan sekarang pemuda itu ada di bawah kendalinya.

"Kalo masih mau lanjut, aku patahin titidmu pake lututku, jangankan titid, balok tebelah dua." Bisik Hening. Seketika Dipta menggeleng.

Gila cewek gila si Hening pikirnya.

"Bagus." Hening tersenyum lalu bangkit sambil menepuk tangannya. Dia menatap Dimas dengan tatapan penuh cinta. Hatinya bahagia Dimas mau datang dan berniat menolongnya, walau usaha pemuda itu sia-sia karena Dipta nggak gubris, tapi tetap aja Hening senang.

Dimas menatap tajam Hening, "punya tenaga sebesar itu harusnya di gunakan dengan benar!" Suara pemuda itu terdengar ketus.

"Tadi tenagaku belum terkumpul sempurna, aku hampir tenggelam."

"Lebih bagus tenggelam daripada beradu fisik dengan pria."

Bayu menatap tajam Dimas, "kalo ngomong pake otak. Kami tau kau nggak suka sama Hening tapi bukan berarti kau bisa berkata seenaknya."

Dimas tak bergeming, tatapan tajamnya masih membuat Hening salah tingkah.

Dia menatap Hening lalu berkata, "liat? Dia nggak perduli sama sekali sama perasaanmu, berkali-kali kami bilang, stop tapi kau nggak dengar!"

Semua orang kaget dengan emosi Bayu yang tiba-tiba meledak. Pemuda itu terkenal anak yang ramah dan santun serta jarang marah.

Dipta berdiri sambil mengibas tubuhnya yang berpasir, sekarang dia tau siapa pemuda yang bernama Dimas. Nama yang pernah di dengarnya saat Hening berdo'a heboh kemarin subuh.

Hening tersenyum kecut, "maksud mas Dimas aku paham kok."

Dipta menarik Hening dan merangkulnya, lalu berbisik, "dia cowo yang lo suka? Apa jadinya kalo dia tau lo kalo tidur ngorok kaya kerbau?"

Hening mendongak, menatap Dipta yang tersenyum iblis padanya. Nggak ada salahnya melampiaskan sedikit kekesalan kan? Pikir Dipta.

Pas Dipta mau buka aibnya, Hening langsung menjinjit dan menutup mulut pemuda itu dengan kedua tangannya. Karena gerakkan spontan keduanya kembali jatuh dengan Hening menindih Dipta sementara tangan pemuda itu reflek memeluk pinggul Hening.

Semua yang melihat itu sangat terkejut tak terkecuali Dimas.

Chapitre suivant