webnovel

Chapter 55 Lead The Way

"Apa kau sudah menyiapkan nya?" Line menatap Roland dengan senyum kecil. Lalu Roland mengeluarkan ransel berat yang diletakkan di atas meja.

Ia mengambil dan melempar nya pada Dian dan Nikol yang langsung menerimanya, Dian agak kesusahan menerima lemparan tadi karena dia memang payah.

Hingga mereka berdua dapat. "Hei aku kenal jenis ini," Nikol melihat pistol nya.

"Ya, milik mu adalah Revolver."

"Revolver jenis apa, revolver itu ada dua jenis," tatap Nikol.

"Ya, memang, Ada dua jenis senjata api pistol Revolver. Pertama Single-action revolver atau senjata api dengan palu. Untuk Single-action revolver, palu yang memukul peluru sehingga meledak dan mendorong proyektil peluru keluar. Palu di pistol berada di atas pelatuk.

Kedua Double-Action Revolver. Senjata api ini menggunakan palu yang bergerak secara otomatis bersamaan dengan ditekannya pelatuk. (Dan silindernya bergerak ke arah peluru selanjutnya secara otomatis sesudah peluru keluar,)" kata Roland

"Yang aku tahu di sini, Revolver merupakan jenis senjata api, pelurunya dimasukkan ke tabung berputar. Pada revolver berkaliber 44 berisi 5-7 peluru. Kemudian revolver berkaliber 22 berisi 8-10 peluru. Cara pengisian revolver dibagi menjadi 2 menurut design dan bentuk revolver. Pertama adalah pengisian satu per satu seperti revolver jenis lama seperti Colt Peacemaker, dan yang kedua adalah langsung, ketika silinder pengangkut peluru keluar," Dian menambah, seketika semuanya terdiam kaku membuat dian melihat mereka dengan bingung.

"Ada apa?"

"Kupikir kau payah, ternyata tahu hal senjata beginian, coba katakan itu Revolver jenis apa?" Roland menunjuk punya Nikol.

"Double action Revolver," balas Dian.

"Itu benar," Roland langsung terdiam kaku.

"Bagaimana dengan punyamu, apa kau tahu senjata jenis itu, tuan tahu?" Line menatap menyila tangan.

Lalu Dian menatap pistol nya sendiri. "Ini yang jenis pertama single action."

"Itu benar," kata Roland sekali lagi.

"Dari mana kau menciptakan pistol beginian?" tatap Nikol.

"Aku memang perancang senjata, senjata yang aku tahu, aku merancang nya sama persis dan hanya memakan waktu beberapa jam saja," balas Roland dengan nada sombong. Membuat Nikol tersenyum kecil.

"Benar benar menarik sekali yah..." tatap nya. Roland dan Nikol melempar tatapan licik. Entah apa yang mereka berdua pikirkan tapi itu bukan harus di bahas.

Roland lalu kembali mengambil dua pistol yang ia lemparkan pada Ariya dan Barbara.

Ariya langsung berpikir tahu yang ia pegang. "Ini.... Glock Meyer 22... !?? Jenis senjata api pistol ini merupakan senjata buatan Austria. Pistol Glock digunakan oleh angkatan bersenjata dan lembaga penegak hukum di seluruh dunia, termasuk sebagian besar lembaga penegak hukum di Amerika Serikat.

Glock 22 memiliki panjang 204 mm/8,03 inci dan lebar 32 mm/1,26 inci. Glock 22 merupakan versi .40 S&W. Kapasitas tempat mesiu sebanyak 15 putaran. Glock 22 juga termasuk senapan semi otomatis dan senapan mesin. Kenapa senior punya senjata begini?!!" Ariya menatap terkejut.

"Jangan khawatir itu hanya aku buat jiplak saja, punya mu sama dengan milik Barbara, kau buat mengajarinya nanti," Roland menatap Barbara yang kesulitan.

"Ya, jangan khawatir, aku akan mengajarimu," Ariya menatap Barbara dengan tatapan lembut membuat Barbara terdiam nyaman. "Ya ampun, dari mana kau dapat lelaki ini," Barbara langsung salah tingkah.

"Yeah, kau bisa kencan nanti, sekarang ini milik mu," Roland memberikan dua pistol sama pada Suga dan Kachi yang menerima nya.

"Baiklah sudah," kata Roland.

"Heh mana punyaku?" Zahra menatap bingung.

"Kau tidak perlu, hanya perlu mengorbankan diri mu sendiri."

"Heh mulut, kenapa dari tadi ngeselin banget sih!! Mana pacar mu!! Biar aku uneg uneg dia agar marah padamu!" Zahra menatap kesal dan marah.

Tapi Roland terdiam menatap serius.

Membuat suasana terdiam. Lalu Line memegang bahu Zahra membuat Zahra menatap padanya.

"Hei gadis, kau boleh menggunakan mulut mu, tapi gunakan juga hati mu," tatap Line.

". . . Oh baiklah, maafkan aku," Zahra langsung menatap menyesal pada Roland.

"Haiz terserah, ingat, kau tidak akan memegang senjata," kata Roland. Lalu Zahra mengangguk terpaksa.

"Bagaimanapun juga, kau tak boleh merengek, jangan cerewet dan pedulikan aku jika terluka," tambah Roland.

"Iya, iya.... Aku mengerti..." Zahra membalas dengan rasa kesal.

"Bagaimana dengan kalian, apa kalian butuh senjata jarak jauh?" Roland menatap Line dan Uminoke.

"Berikan aku satu saja, untuk jaga jaga jika aku tidak mau repot mengambil pisau ku," balas Line. Lalu Roland memberikan satu pistol jenis desert eagle.

".. Jenis senjata api pistol buatan Israel bernama Desert Eagle?" tatap Line melihat pistol itu.

"Senjata ini memiliki kemampuan daya tembak yang luar biasa. Dimana jika pistol pada umumnya hanya bisa menembus sasaran, namun berbeda dengan pistol ini. Desert Eagle mampu menembus target sekaligus membuat target hancur seketika. Berat pistol ini bisa mencapai 2 kg dengan panjang sekitar 30 cm. Pistol ini memiliki daya tembak 2000 joule yang akan menghasilkan suara tembakan yang amat keras, tapi pakai ini," Roland memberikan alat kedap suara pada mereka yang menerima pistol.

"Baiklah, sudah terbagi semua, aku akan mengambil sisa nya," kata Roland. Ia juga tadi memberikan satu pistol pada kachi juga. Kachi memiliki jenis pistol Raging Bull yang mampu melakukan tembakan sampai kecepatan 580 meter per detik. Energi yang dilontarkan pistol ini juga tak main-main, hingga 2700 joule.

Pistol ini sengaja dibuat untuk berburu dan untuk perlombaan olahraga. Namun ada beberapa polisi di dunia yang menggunakan senjata luar biasa ini untuk melawan kejahatan.

"Yah, terima saja," gumam Kachi.

Setelah itu Line mengeluarkan kertas putih dan mulai membagi tempat.

"Aku akan menuju paling atas, jika kita sekarang sudah menguasai 1-5 lantai, kurang 25 lantai lagi yang harus di jelajahi sekalian, di bagi 5 sama dengan sisa 5. Kita akan membaginya menjadi 5 lantai termasuk balkon masing masing. Jadi aku lantai 26-30 plus balkon atap," kata Line.

"Kalau begitu 21-25 itu aku," tambah Roland.

"16-20 itu aku," kata Suga.

"Aku 11-15," tambah Nikol.

"Sisa nya aku 6-10..." tambah Ariya.

"Baiklah, semuanya sudah terbagi... Setelah selesai menjelajahi 5 lantai masing masing kembalilah ke lantai satu dan jaga di sini jika ada orang baru atau apapun. Kita naik tangga juga akan lama karena lift juga sudah mati.... Apa kalian mengerti?" Line menatap tegas.

Lalu mereka semua mengangguk.

"Ingat prinsip kita, jika menemukan makhluk itu, bunuh dan buang lewat jendela," tambah Roland.

"Itu sangat di mengerti," balas Suga.

"Kalau begitu, untuk persediaan, bawa secukupnya saja," Uminoke menatap.

Tak lama kemudian, mereka berjalan ke tangga yang terkunci banyak segel di sana. Lemari, meja, kursi dan pengikat semuanya menutupi jalan itu.

"Apakah kalian yang melakukan ini?" Line menatap pada Suga dan Kachi.

"Ya, kami melakukan nya supaya terlindungi dan berjaga jaga jika zombie itu keluar dari lantai atas," balas Suga.

"Tapi yang pasti, di atas pasti banyak sekali zombie," tambah Kachi.

"Yang penting kalian bisa percaya pada rekan kalian," kata Line. Lalu ia menatap Uminoke yang tersenyum manis padanya, Line juga ikut tersenyum.

Setelah itu, mereka satu persatu memindahkan barang itu dengan perlahan dan tidak menimbulkan suara besar.

Ketika selesai, Line merangkul Uminoke yang terkejut. "Baiklah, kami pergi dulu," ia melambai.

"Ya, hati hati...." mereka membalas.

"Tunggu!!" Kachi berteriak menghentikan. Lalu mereka menatap nya.

"Uminoke, bisa bicara sebentar saja," tatap Kachi.

Uminoke terdiam, ia lalu menatap ke Line yang ikut terdiam, Uminoke lalu berjalan ke ruangan lain dekat sana bersama kakak nya.

Seketika Kachi memeluknya membuat Uminoke terkejut.

"Umin, jika kau memang menyukai lelaki itu, dekatilah dia," kata Kachi.

"Apa?! Apa maksud kakak? Kakak sudah tahu soal Line apa belum kenapa meminta ku begini?"

". . . Itu karena, dia mencintai mu lebih dari mereka yang lebih selalu melihat mu," balas Kachi.

"Tapi...." lalu Uminoke menjadi terdiam.

"Uminoke, kakak baik baik saja di sini, jadi jangan khawatir.... Kakak akan selalu menyayangi mu."

Uminoke kembali terdiam dan seketika memeluk erat kakak nya juga.

"Hati hati ya Umin, kakak akan menanti mu," tambah Kachi. Lalu Uminoke mengangguk dan tak di sangka sangka, Uminoke menangis.

"Hiks.... Hiks... Aku benar benar menyalahkan diriku karena kakak...."

"Sudahlah, tak perlu menangis, kamu sudah sebesar ini, jangan sampai lelaki itu mengusap wajah mu begini," kata Kachi mengusap air mata Uminoke yang mengangguk lagi.

"Ingat ya, jaga dirimu, jangan khawatir soal kondisi di sini," tambah Kachi

Setelah itu mereka kembali ke semua yang menunggu.

"Uminoke, hati hati," tatap Roland.

Uminoke mengangguk, lalu Line mengulur tangan membuat Uminoke terdiam menatap nya. "Ada apa? Ini hanyalah pertahanan hidup, kita hanya akan menuju gedung ini, bukan menuju pelaminan bersama," tatap Line. Mendengar itu Uminoke tersenyum dan tertawa kecil mengusap air matanya, ia menerima uluran tangan Line dan menatap ke kakak nya yang ada di belakang.

"Semangat!" kata kakak nya.

"Kalian juga, hati hatilah dan jaga diri kalian," tatap Uminoke.

Setelah itu ia di gandeng Line menuju dan menaiki tangga gelap itu.

"Baiklah, sekarang giliran kita," kata Roland menatap Zahra. Lalu Zahra menghela napas panjang.

"Baiklah," balas nya, lalu mereka berjalan ke tangga itu di susul sisa nya.

Sampai semuanya sudah habis dan pintu lantai satu juga telah tertutup. Kedepan nya, mereka akan bertahan hidup dan menjelajahi gedung itu selama 2 atau 3 hari penuh dan kembali lagi dengan keadaan membawa barang barang yang bisa dikatakan di butuhkan.

Sementata itu di sisi lain, tepatnya di sebuah apartemen lain, ada sesuatu yang sangat aneh, dimana di banyaknya kawanan zombie yang berkeliaran di bawah apartemen, ada sebuah mobil mainan elektrik dengan keranjang di badan mobil itu. Dia menabrakkan diri beberapa kali di rak dan menjatuhkan susu bubuk kaleng yang masih tersegel. Hingga susu itu jatuh ke keranjang itu, lalu mobil itu menuju ke arah apartemen, tapi tidak mungkin dia naik tangga, ada keranjang lain yang menunggunya, ketika sudah sampai di keranjang yang sudah terikat tali, mobil itu tertarik ke atas hingga di apartemen lantai 3 dan ada pria yang mengambil mobil dan susu kaleng itu, siapa sangka, itu adalah Luke.

Chapitre suivant