webnovel

Nomor Hape

"Hampir aja gue gak ngenalin siapa loe. Loe merubah penampilan ya? Tobat?"

Zaskia merasa malu, tapi juga agak merasa marah disindir seperti itu oleh temannya. Angel adalah salah satu temannya saat kuliah dulu. Dia bahkan juga kemarin turut hadir di pernikahannya dengan Djaka. Pernikahan yang sesungguhnya seharusnya dengan Alvin.

"Hehehe.." Zaskia hanya menjawabnya dengan tawa ringan dan senyuman yang di paksakan.

"Gak nyangka ya. Habis nikah Lo langsung berubah drastis gini? Tapi, ya… memang agak aneh sih dilihatnya, tapi gak buruk juga."

Entah mengapa Zaskia merasa jika ucapan Angel tadi mengandung sebuah sindiran untuk dirinya. Sejak dulu mereka memang berteman, tapi Zaskia selalu merasa jika Angel selalu ingin tampil lebih darinya dan juga terkadang suka meniru gaya-nya. Dan kini saat tau dirinya sudah mengubah penampilan dengan gaya tertutup sepertinya Angel merasa menang dan merasa dirinya jauh lebih baik.

"Oh iya, kebetulan banget nih ketemu kalian disini. Jadi gue kesini untuk mengambil pesenan gaun untuk pesta ulang tahun gue. Kalian jangan lupa dateng ya! Gue undang secara langsung loh ini…"

"Oh, jadi besok Lo ulang tahun? Acaranya jam berapa?" tanya Nindy dengan antusias.

"Besok acara start jam 9 malam di A-Club. Jangan lupa kalian harus dateng ya..! kita seneng-seneng bareng."

Angel mengadakan ulang tahun di klab malam milik orang tuanya. Sebuah klab yang sudah cukup terkenal. Zaskia juga dulu cukup sering ke tempat tersebut untuk dugem bersama dengan teman-temannya.

"Ya, tentu saja kita akan dateng. Iya kan Zas?" jawab Nindy dengan yakin, sementara Zaskia sendiri menunjukkan raut wajah tak yakin.

.

.

Zaskia pulang saat sore hari, ia membawa cukup banyak barang belanjaan di tangannya. Hari ini cukup menyenangkan baginya. Moodnya seolah baru saja di isi baterai. Namun kakinya sangat lelah hari ini menghabiskan waktu untuk jalan-jalan. Ia ingin segera beristirahat.

"Dari mana saja?" suara itu menyambut Zaskia dengan nada penuh telisik.

"Main, jalan-jalan." Jawab Zaskia datar meski sebenarnya ia malas untuk menjawab pertanyaan itu.

"Kenapa tidak memberitahuku? Seharusnya kau pamit kepadaku saat keluar rumah."

"Apaan sih? Gak usah lebay deh. Masalah sepele juga."

"Justru itu, jika kau menyepelekan sesuatu yang penting maka kau tak akan bisa menjadi lebih baik. Aku ini suamimu jadi seharusnya saat kau keluar rumah kau harus meminta ijin dariku."

"Jangan mentang-mentang kau suamiku lalu kau bisa mengatur hidupku. Kemana aku dan mau pergi bersama dengan siapa itu urusanku. Dan lebih baik kau tak usah ikut campur jika kau tak mau baper."

"Karna aku suamimu maka aku berhak atas dirimu, termasuk hidupmu. Karena itu adalah tanggung jawabku."

Zaskia benar-benar merasa kesal. Ia tak menyangka jika Djaka ternyata cukup posesif juga. Namun ia tak suka, ia justru merasa seperti dikengkang untuk melakukan sesuatu yang membuatnya bahagia. Padahal ia keluar hanya untuk mencari kesenangan dan juga ketenangan.

"Terserah, aku lelah."

"Zas, Aku ini suamimu, dan kita sudah menikah. Aku mengambil tanggung jawab besar untuk menjagamu menggantikan papamu. Jika kau memang mau pergi dengan temanmu boleh saja. Tapi setidaknya kau bisa memberitahuku."

"Aku lupa. Lagian mendadak."

"Kau bisa menghubungiku."

"Aku tak punya nomor hapemu." Jawab Zaskia singkat.

Djaka sendiri terdiam, ia sendiri bahkan juga lupa jika dirinya juga tak punya nomer hape Zaskia. Ironis memang, sepasang suami istri yang bahkan tak menyimpan nomer pasangannya masing-masing.

"Kalau begitu berikan ponselmu!"

"Mau apa?"

"Menyimpan nomerku."

"Biar aku saja. Aku tak mau kau menyentuh ponselku."

Zaskia mengeluarkan ponselnya dengan malas dan mulai mengetik nomer hape Djaka sesuai dengan yang pria itu dekte kan kepadanya. Ia membubuhkan sebuah nama untuk Djaka ke buku kontaknya. Ia memberi nama JOKO JELEK. Sengaja ia tulis dengan huruf besar karena ia merasa kesal. Dan tiap ia melihat nama itu ia akan selalu ingat betapa ia membenci suaminya tersebut.

"Sudah aku simpan, sekarang puaskan? Jadi sekarang tolong ijinkan aku untuk istirahat." Pinta Zaskia dengan nada sopan.

"Aku juga harus menyimpan nomermu."

Pada akhirnya Zaskia sendiri juga mendektekan nomer ponselnya untuk Djaka. Ia sebelumnya tak pernah membagi nomernya untuk orang yang tak ia kenal. Tapi sayang, orang asing itu justru adalah suaminya sendiri. Ya, walaupun terpaksa tapi memang ini adalah hal kecil yang sangat penting.

"Tumben kau pulang lebih awal. Sakit lagi?"

"Hari ini hanya meeting dengan satu orang saja. Jika ini bukan orang yang penting mungkin aku tak akan pergi dan memilih untuk istirahat saja."

"Sudah tau sakit, masih saja nekat. Jika kau sakit, aku yang repot tau gak?"

"Terimakasih sudah merawatku tadi pagi, dan maaf sudah merepotkanmu."

"Bagus jika kau sadar diri."

"Ternyata ada enaknya juga punya istri, setidaknya istriku cukup berguna."

"Hah kau pikir aku ini apa? Lagi pula aku tak mungkin juga membiarkanmu sakit, tapi jika tau sekarang kau berpikir seperti itu, aku jadi menyesal merawatmu. Tau gitu aku biarkan kau sakit saja. Cih,"

"Kau pikir aku ini apa? Kan tadi sudah jelas aku menagnggapmu sebagai istriku. Kan memang faktanya memang kau istriku."

"Ya. Terpaksa menjadi istrimu lebih tepatnya." Jawab Zaskia dengan singkat dan ketus.

"Sudahlah, tak perlu mengatakan hal itu. Aku tau kau terpaksa, begitupun aku juga terpaksa menikah denganmu."

"Tapi harusnya kau bisa menolaknya. Harusnya kau bisa mencegah semua ini terjadi."

"Kenapa sekarang kau menyalahkan aku. Bukankah kau sendiri yang menjawab jika kau bersedia menikah denganku? Itu artinya kau tak bisa menyalahkan aku secara sepihak."

"Ya.. ya.. ya.. memang aku yang mengatakan hal itu. Itu karena aku tak mau membuat malu keluargaku. Di tempatku orang yang gagal menikah akan menjadi perawan tua. Dan aku tak mau orang tuaku bersedih karena hal itu."

"Hello nona Zaskia yang kekinian dan hidup di jaman milenial. Ngakunya cewek masa kini, kok pemikirannya masih masa lalu," Sindir Djaka dengan percaya diri membuat Zaskia semakin geram mendengar sindiran itu.

Meskipun merasa kesal namun Zaskia tak berani menjawab ataupun membantah karena faktanya ia memang takut dengan mitos tetang perempuan yang batal menikah. Kini perempuan itu memilih untuk pergi menghindar. Ia merapikan beberapa baju yang tadi ia beli di butik.

"Besok aku ada undangan di acara temanku." Ucap Zaskia dengan datar. Ia ingin bilang pada Djaka sekarang agar besok tak perlu bilang lagi.

"Acara apa?"

"Ulang tahun."

"Oh. Boleh asalkan jangan pulang malam." Jawab Djaka.

"Tapi Acaranya malam."

"Kalau begitu aku antar."

"Kau mengantarku? Gak, aku gak mau. Aku bisa berangkat sendiri. Atau aku bisa berangkat dengan Nindy." Tolak Zaskia yang tak ingin malu jika semua teman-temannya tahu jika Suaminya hanyalah pengusaha bakso.

Chapitre suivant