webnovel

Yang Ditunda Makin Kesal

"Apa kamu penggemar drama korea?" tanya Ridho.

Di saat sedang puncak-puncaknya Monika menikmati sentuhan, Ridho malah kembali berhenti dan menanyakan sesuatu yang membuat Monika kesal.

Monika pun mengernyitkan dahinya, dia sungguh terheran-heran apa hubungannya pertanyaan Ridho dengan situasi yang tengah mereka nikmati.

"Apa tidak ada pertanyaan lain?" Monika malah balik bertanya.

Ridho menatap seluruh inci wajah Monika lalu dia berbisik.

"Karena kamu seagresif artis korea,"

Monika tersipu malu, dalam batinnya dia mengakui jika dari drama korea hal yang fantastis itu kini dia bisa ekspresikan secara total.

"Apa kamu tidak suka?" Monika balik bertanya dengan wajah murung.

Ridho terkekeh lalu dia tidur di paha Monika sambil memainkan puncak ke dua dada Monika, sebaliknya tangan Monika menyisir rambut lurus Ridho dengan lembut.

Semakin lama bukan semakin nafsu namun Ridho malah tertidur lelap di paha Monika, sehingga Monika kesal namun pada akhirnya dia senang karena bisa melihat jelas wajah suaminya di saat kondisinya sedang tidur.

"Ya ampun suamiku ini tak hanya tampan dan masih muda saja, namun dia cerdas di segala kondisi," ungkap Monika dengan terus menyisir rambut Ridho.

Tak terasa Monika pun ikut mengantuk, meski tidur namun tubuhnya tetap bersandar di kepala ranjang.

Kini berganti Ridho yang terbangun dan giliran melihat jelas wajah cantik serta sempurnanya bentuk fisik istrinya tersebut.

"Masih bulat sempurna belum tersentuh kumbang jahat Ibu kota, aku bangga sekali," puji Ridho.

cup

Mulut Ridho memulai kembali permainan yang tertunda, dari beberapa sentuhan yang dilakukan Ridho

mata Monika pun kembali terbuka dan hasratnya kembali memanas.

"Ugh ...," desah Monika.

Tak hanya di puncak dadanya namun Ridho membuka lebar ke dua kaki Monika untuk memainkan lidah dia di sana.

"Sayang aku mau to the poin saja!" protes Monika.

Tak hanya srkedar penggemar drama korea namun karena usia Monika kian hari kian mateng maka Monika lebih suka menghalusinasi daripada bermain ke sembarang pria yang tidak jelas dia akan menjadi suaminya.

"Baiklah sayang, aku sendiri tidak sabar mencicipi manisnya madu dari bunga Ibu kota," sahut Ridho.

Ridho menarik tubuh istrinya supaya berubah menjadi tidur terlentang yang semula bersandar ke kepala ranjang.

"Bersiaplah!"seru Ridho.

Monika sudah mempersiapkan dirinya dengan menarik spray dengan tangan kiri dan kanannya, tubuhnya bergetar hebat dan ekspresi wajahnya menegang.

Ridho terkekeh dengan pemandangan tersebut, padahal dia baru memasang kuda-kuda.

"Santai dong sayang! Aku belum apa-apa kok. Ayo tarik nafasnya dari hidung dan buang dari mulut!"

Monika memukul kanan dan kiri spray karena kesal dikerjai lagi Ridho, kini dia Benar-benar tidak mau memaafkan Ridho karena menurutnya sikap Ridho berlebihan.

Ridho sudah berhasil membuat wajah Monika merah akibat menahan malu, dia bangun dan mendorong tubuh Ridho supaya jauh dari dirinya.

"Kurang ajar sekali sih kamu! Aku ini ...!"

Monika tidak menghentikan bicaranya karena menahan tangis juga, rasa ketakutannya pada banyak pria yang akan hanya sekedar mempermainkan dia kini dia merasa jika Ridho adalah pria di antara mereka.

Segera Ridho pun mengejar Monika yang berjalan menuju ruang keluarga, dengan kondisi tanpa busana selembar kain pun Ridho kembali membuat Monika kikuk karena matanya mau tidak mau melihat milik Ridho yang sudah siap tempur.

"Kamu lihat ini! Siapa yang tega sebenarnya?"

Tanpa ada rasa sungkan sedikit pun pada Monika, dengan bangganya dia memperlihatkan pemukul kasti yang menunjuk ke arah Monika yanh duduk di sofa.

"Kurang ajar sekali si Ridho ini, aku nggak mau munafik jika aku menginginkannya tapi kenapa harus ada acara ngerjain dulu sih?" Monika menggerutu.

Antara jaga image dengan rasa yang menginginkannya oleh bentuk seluruh anggota tubuh Ridho yang membuat Monika bergidik.

"Tapi bentuknya sempurna sekali," puji Monika dalam batinnya.

Ridho berusaha mengendapkan dirinya dengan menyadari jika dia sudah salah membuat Monika salah tingkah, dia pun segera meminta maaf dengan memeluk tubuh Monika yang tengah duduk di sofa.

"Aduh, ini menempel sekali," gumam Monika.

Milik Ridho sudah pasti menempel ke tubuh Monika meski ditutupi kain, sebab kainnya tipis jadi bentuk ya sudah pasti Monika rasakan besar, keras, tegang dan panjang.

"Aku minta maaf ya! Kamu sendiri lucu begitu sih sayang," bisik Ridho.

Satu kaki Ridho posisinya merapat ke tubuh Monika dan satu lagi ke bawah, meski Monika posisinya menyamping tapi milik Ridho nempel ke bagian panggul Monika.

"Kita lakukan di sini saja ya!" bisik Ridho kemudian.

Tak ada bantahan meski satu kata saja dari mulut Monika, ke dua tangan Ridho yang mengunci tubuhnya tak dilepaskan Monika sebab dia merasa sudah kembali terhipnotis oleh suhu panas dari tubuh Ridho.

"Ayo sayang!" ajak Ridho.

Ditariknya wajah Monika sehingga mereka kembali saling berhadapan dan Ridho pun merubah posisi kakinya sehingga tubuh Monika bersandar di punggung sofa.

Kini Monika pasrah tubuh Ridho kembali menguasai dirinya hingga permainan pun dimulai.

"Kalungkan tanganmu ke leherku sayang! Jika nanti kamu merasakan sesuatu yang sakit kamu boleh menggigit bahu aku atau mencubitnya!"

Pesan Ridho diikuti oleh Monika, detik-detik di mana pelepasan mahkota itu dimulai keringat dingin Monika keluar dengan derasnya.

Kini dia lebih santai, namun dia tidak berani membuka matanya di hadapan wajah Ridho karena rasa jaimnya masih menguasai.

"Aghhhhj ...!"

Monika merasakan sakit luar biasa, dia sampai tidak kontrol jika mulutnya menjerit cukup keras.

"Sabar ya sayang! Ini belum sampai!" ujar Ridho.

Mata Monika yang setadi terpejam, terbrkalak seiring dengan rasa sakitnya yang bercampur nikmat padahal menurut Ridho itu belum sampai ke titik yang dituju.

"Kenapa belum sampai sih? Apa bentuknya yang terlalu besar?" tanya Monika pada batinnya.

Ridho terus berusaha supaya segera menemukan fase di mana dia bisa menemukan titik yang membuat tubuhnya berulang tergerak memainkan rasa.

"Oke, sekarang sudah sampai! Ternyata aku pria beruntung bisa menghisap madu pertama dari setangkai bunga Ibu kota yang sangat cantik ini!" puji Ridho pada dirinya sendiri.

Kebanggaan yang sama pada Monika sebab bukanlah hal yang mudah bagi perempuan Ibu kota untuk mempertahankan mahkotanya, godaan yang datang silih berganti dari pergaulan bebas teman-temannya.

"Aku salut juga dengan pendidikan ke dua orang tua kamu, yang tidak membiarkan anak perempuannya bergaul bebas!" puji Ridho kemudian.

Ekspektasi awal Ridho adalah mahkota Monika sudah sudah jebol, namun bukan berarti pula dia akan meninggalkan Monika karena dia sudah terlanjur mengucap janji pada almarhum Yuda Ayah Monika untuk menjaganya.

"Sayang, punggungku pegal, "

Akhirnya Monika ungkapkan keluhannya jika fose seperti itu membuat punggung dia pegal.

Lalu Ridho merubah posisi tidur Monika supaya lurus mengikuti bentuk panjangnya sofa, dan dengan cara itu pula Ridho bisa total memberikan kewajiban nafkah batin dia ke istri keduanya tersebut.

"Baiklah sayang, kamu bergeser sedikit ya!"

Meski sempat meringis kesakitan namun Monika berusaha menahannya sebab dia menikmati permainan Ridho yang aduhai membuat batin dia nyaman.

Chapitre suivant