(Ryandra Lim)
Kami diantar ke pelosok, sebuah desa terpencil yang jauh dari perkotaan. Menempuh perjalanan menaiki motor, melewati jalan setapak yang kanan-kiri adalah hutan rimbun. Kami mulai memasuki perkampungan, melewati gapura yang menjadi penanda, kami telah masuk ke sebuah desa yang bernama desa Wayiangan. Desa Wayiangan hanya di huni tujuh puluh kepala keluarga, rumah-rumah di sini hanya sedikit. Motor yang membawa kami melewati rumah-rumah penduduk.
Di perjalanan, kami melewati tiga anak kecil mengenakan seragam sekolah. Hampir dua jam, akhirnya kami berhenti di halaman rumah seseorang yang kemungkinan adalah Kepala Desa di sini. Rumah yang terbuat dari kayu, namun sangat asri di tengah hutan yang mengelilingi perkampungan. Aku, Noah, Eriska, Clarissa, Sarah dan Rio, duduk di pendopo rumah Kepala Desa.
Seorang pria berkisaran usia empat puluh tahunan. Pria itu tinggi dan berkulit bersih, menyambut kedatangan kami.
"Perkenalkan, nama saya Andi. Kepala Desa Wayiangan. Terima kasih atas kesediaan kalian, mau datang ke desa kami."
"Perkenalkan, saya Ryan dan mereka teman-teman saya. Noah, Sarah, Eriska, Clarissa dan Rio." Aku memperkenalkan diri dan teman-temanku.
"Master Karin memberi misi pada kami dan beliau mengatakan, ada kejadian mengerikan yang menyerang warga anda. Apa itu benar?"
Saat sebelum berangkat, Master Karin yang langsung memberitahukan misi pada tim unit 7. Kelompok aku yang berisi anggota, Noah, Eriska, Sarah, Rio dan Clarissa. Desa Wayiangan diserang makhluk aneh. Desa ini terdiri dari warga biasa, tetapi beberapa pemuda Spirit Magis, begitu juga dengan Andi yang seorang Kepala Desa.
"Benar sekali. Kalau begitu, akan saya jelaskan. Desa kami ini hanya dihuni tujuh puluh kepala keluarga, desa kami jauh dari perkotaan, sehingga desa kami masih sangat terbelakang. Saya meminta kesediaan kalian untuk menyelidiki. Ada warga kami yang tewas, tetapi, yang anehnya. Mereka tidak mati, melainkan berubah menjadi sosok monster yang sangat menakutkan sekali. Monster itu menyerang desa kami, bersama puluhan monster yang tiba-tiba muncul entah dari mana."
"Monster? Apa anda tahu ciri-cirinya seperti apa?"
"Wajah mereka pucat, seperti mayat. Bola mata mereka juga putih. Itu yang saya tahu."
Profesor Lia adalah salah satu dosen medis magis, seorang Mecird. Profesor Lia pernah menjelaskan tentang Necro dan Necromagis. Necro dimaksudkan sebagai mayat hidup, makhluk yang sudah mati, tetapi bisa dihidupkan kembali. Orang biasa menyebutnya zombie. Sedangkan Necromagis adalah seorang Spirit Magis beraliran ilmu hitam yang menciptakan Necro.
Apa mungkin yang menyerang Desa Wayiangan adalah Necro? Sudah ada kisi-kisi yang membuat sebuah fakta menjadi kenyataan. Ciri-ciri seseorang yang telah berubah menjadi Necro.
"Mungkin yang menyerang desa anda adalah Necro?!"
"Saya juga tidak begitu yakin. Apa mungkin, awal mulanya dari sana?"
"Awal mula apa?" tanyaku penasaran.
"Bukan apa-apa. Saya sudah mengatakannya, awal mula, mungkin dari salah satu warga saya yang menjadi korban."
Aku sedikit merasa curiga, Kepala Desa seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi, aku tidak ingin terlalu banyak bertanya dan mungkin saja, memang seperti itu. Awal mulanya, dari warganya yang menjadi korban.
Saat kami berbincang-bincang. Seorang gadis kecil, berusia tujuh tahun, rambut panjang dikuncir dua, berlari keluar. Seorang pria tua, berjanggut putih juga ikut keluar, mengejar
gadis kecil itu.
"Yuki, jangan ganggu Paman Andi. Sedang ada tamu." Gadis kecil itu berhenti berlari dan menatap kami sambil tertawa.
Seketika kehebohan terjadi.
"AAAAHHHH. Ternyata kamu di sini?!" Noah berteriak tidak jelas, sampai berdiri menatap anak kecil itu. Sepertinya Noah mengenal anak kecil itu. Tapi dari mana? Sejak kapan?
Sepanjang jalan Noah dan Sarah terus berdebat bahwa si bodoh ini bertemu seorang gadis kecil. Mana mungkin bertemu anak kecil di tengah hutan. Aku awalnya tidak begitu menanggapi lelucon Noah. Menganggap Noah hanya ingin mencari perhatian saja, ternyata benar.
Gadis kecil itu tertawa dan memandang kami semua.
"Maaf sudah mengganggu kalian. Yuki ini memang anak yang aktif, susah kalau disuruh diam." Pria tua itu menunduk meminta maaf.
"Jadi adik kecil ini namanya Yuki. Sarah, tadi aku benar-benar ngobrol dengan gadis kecil ini."
"Masa?"
"Aku serius," ujar Noah ketus, tidak terima dikatai bohong.
"Yuki, tadi kamu main-main keluar?" Kakek tua itu bertanya.
"Ia, aku bertemu kakak baik ini."
Gadis kecil itu menunjuk Noah. Seperti ada ikatan antara kakak dan adik, padahal baru pertama kali bertemu. Gadis kecil bernama Yuki itu berlari memeluk Noah. Mereka sangat akrab sekali berbincang-bincang. Noah memang punya sesuatu yang istimewa didalam dirinya, yang entah mengapa membuat semua orang tertarik padanya.
Jujur saja, aku yang sikapnya dingin dan tidak banyak berteman. Kehidupanku yang penuh kesendirian, kehadiran Eriska dan Noah yang mampu membuat hidupku terasa menyenangkan. Melihat mereka berdua akrab, hanya terpaut usia yang jauh. Mengingatkan aku yang begitu dekat dengan Kak Annabelle. Sekarang, hanya ada kebencian tak beralasan Kak Annabelle padaku.
"Yuki, jangan ganggu Kak Noah. Sini sama Kakek ya?" Andi membujuk Yuki yang masih dipangkuan Noah.
"Tidak apa-apa. Aku juga senang sama Yuki."
"Si bodoh ini ternyata bisa akrab juga sama anak kecil," ejek Sarah.
Noah mendengus. "Anak kecil lebih tahu perasaan aku, dari pada orang dewasa."
Aku tidak tahu jalan pikiran Noah seperti apa. Tentunya Sarah tidak menyukainya, tetapi si bodoh ini tetap saja mengejar Sarah. Seperti tidak ada wanita lain saja.
"Yuki ini putri anda?" tanya Noah.
"Oh, bukan. Yuki ini anak tetangga saya, orang tuanya meninggal sebulan yang lalu. Saya dan Bapak yang merawatnya." Andi terdiam sebentar dan kembali melanjutkannya, "saya sudah jelaskan tadi. Salah satu warga saya tewas dan ada kemungkinan, berubah menjadi Necro. Mereka adalah orang tuanya Yuki."
Aku cukup terkejut, begitu juga Noah yang sedang memangku Yuki. Wajah si bodoh itu berubah, menjadi aneh. Seperti ada rasa sedih yang sudah biasa, sering aku lihat.
Memecah keheningan. Kakek Hamidan memberi tawaran, membuatkan minuman untuk kami.
"Kalau begitu, saya siapkan minum untuk kalian. Tradisi di desa ini, kopi hitam buatan saya."
"Kopi? Saya suka sekali dengan kopi." Noah berbinar cerah matanya jika sudah menyangkut minuman kesukaannya.
Kakek Hamidan kembali ke dalam, membuatkan kopi untuk kami.
Aku melirik gadis kecil itu yang akrab sekali dengan Noah.
"Apa anda bisa menjelaskan dengan lebih rinci?" tanyaku.
Andi terdiam sebentar, seperti mempertimbangkan sesuatu dan akhirnya, memutuskan bercerita.
"Sebuah kutukan masa lalu. Kutukan dari makhluk mistis yang telah mendiami desa ini, meneror warga saya."
"Makhluk mistis?"
"Ya, makhluk mistis. Ayah saya sudah mendiami desa ini, jauh lebih lama. Tidak pernah ada teror atau gangguan dari makhluk mistis. Hingga empat puluh tahun yang lalu, ada sesuatu yang melepaskan makhluk mistis itu di desa kami, hingga menyerang warga sekitar. Saya sudah mengirim surat bantuan pada Master Magis, tetapi tidak ada tindakan apapun. Untungnya ada seorang pengelana yang mau membantu. Makhluk mistis itu disegel. Maka dari itu, saya meminta bantuan pada Nyonya Karin, seorang Master Magis dan pimpinan kampus kalian untuk membantu lagi."
Aku semakin penasaran, makhluk mistis apa yang menyebabkan manusia berubah menjadi Necro? Yang aku tahu, hanya seorang Necromagis yang memiliki kehandalan dalam membuat Necro. Salah satu korbannya adalah orang tua gadis bernama Yuki ini.
Percakapan kami terhenti. Kakek Hamidan datang dengan membawa nampan berisi segelas kopi hitam, uap mengepul dari gelas.
"Silahkan dicoba, ini kopi buatan saya." Kakek Hamidan mempersilahkan kami meminum kopi buatannya. Aku yang melihat kopi hitam di depan mataku, merasa sangsi meminumnya, karena aku tidak menyukai kopi. Sama dengan Clarissa yang menatap gelas kopi itu, terdiam.
"Kopi. Boleh aku mencoba?" Noah berbinar ceria melihat kopi kesukaannya. Heran saja, si bodoh ini memang penggila kopi.
"Boleh, boleh. Silahkan dicicipi."
Aku memperhatikan Noah meminum kopi hitam itu. Melihatnya saja membuatku tidak enak. Tapi, baru setengah gelas, wajah Noah mengkerut dan berlari ke luar teras, menyemburkan kopi yang baru saja di minum.
"Tidak enak." Mukanya kecut sekali, seperti habis meminum air kotor.
Sarah menarik Noah ke kursi dan memukul kepala si bodoh itu. " Sopan. Kamu sendiri yang minta ingin minum kopi."
"Tapi, tidak enak Sarah."
Noah masih saja merengek dan Sarah menginjak kaki Noah. Aku tidak tahu cita rasa kopi seperti apa, karena aku memang tidak suka meminum kopi. Sarah, Eriska dan Rio juga menyeruput segelas kopi dan reaksi muka mereka sama-sama masam. Tidak seperti Noah yang sangat parah sekali. Berkali-kali si bodoh itu meminum kopi, berkali-kali itu juga si bodoh itu menyemburkan lagi. Keras kepala. Aku masih menatap segelas kopi di tanganku dan melirik Clarissa di sampingku yang meminum kopi, dalam sekali teguk langsung habis.
Bagaimana bisa, Clarissa sama seperti aku, tidak menyukai kopi, bisa meminum habis segelas kopi tanpa merasakan pahit. Berbeda dengan Noah yang mencicipi kopi milik Eriska, Sarah dan Rio, semuanya sama-sama tidak enak dilidah Noah.
Aku ragu untuk meminumnya.
"Ayo dicoba." Kakek Hamidan seperti memaksaku meminum kopi hitam itu.
Terpaksa aku meminumnya. Wajahku mengkerut dan mataku yang tertutup, berharap yang tidak mungkin. Saat satu teguk kopi mengalir ke kerongkonganku, menyapu lidahku. Tidak buruk juga. Malah kopi ini manis sekali seperti susu manis. Aku meminum hingga tinggal setengah gelas, tanpa merasakan rasa pahit yang saat ini Noah alami.
"Bagaimana bisa? Kamu dan Clarissa, kalian kan tidak suka kopi? Aku mau coba."
Si bodoh ini selalu saja menyerobot, mengambil kopi di gelas ku yang tinggal setengah. Noah meminum kopiku dan dia kembali menyemburkan isi kopi.
"TIDAK ENAK!" Suaranya yang menggelegar membuatku malu dengan tingkah bodohnya.
Yuki, gadis kecil itu yang duduk di samping Noah, tertawa melihat tingkah konyol Noah.
"Kak Noah lucu dan baik. Tidak ada yang mau mengganggu kakak, soalnya kakak hatinya baik. Tapi... ada juga yang mau sama kakak," Yuki memandang Noah dan melirikke arahku, tawanya memudar dan berganti raut wajah yang aneh di mataku. "Dua teman kakak disukainya. Pasti akan mengganggu teman Kak Noah."
Gadis kecil itu mengatakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang membuat firasat ku tidak enak, diawal kedatanganku bersama yang lainnya. Desa ini seperti menyimpan sesuatu yang sangat misterius. Teka-teki Necro dan makhluk mistis yang membuat desa ini dikutuk