Rumah keluarga West, London, UK.
Sudah tidak terhitung banyaknya wine yang Austin minum, ketika sedang gelisah seperti ini pelarian utama Austin adalah alcohol. Lelaki berbadan subur itu terlihat sangat gelisah karena anak buahnya belum memberikan laporan. Setelah keberangkatan Reagan dan Jarvis ke Jepang satu minggu yang lalu, Austin sama sekali tidak mendapatkan laporan tentang keberadaan sang keponakan yang menjadi satu-satunya penghalangnya untuk menguasai semua bisnis keluarga West.
"Kenapa mereka tidak ada yang becus bekerja? Apa sulitnya mengikuti jejak seorang pria muda seperti Reagan?" ucap Austin kesal, tangan gemuknya membanting botol wine keempat keatas meja dengan kasar.
"Reagan pasti tidak pergi ke Jepang seperti yang dilaporkan oleh Uncle James, Dad." Dari balik pintu Ariel putri semata wayang Austin bicara dengan nada suara yang begitu tenang. "Aku yakin Uncle James berbohong."
Austin menoleh ke arah pintu dimana putri tunggalnya baru saja bicara. "Kau tahu darimana jika James berbohong?"
"Uncle James adalah sekretaris pribadi kakek Roman, sudah pasti dia akan melindungi Reagan yang notabene adalah cucu kesayangan kakek," ucap Ariel dengan nada bicara yang penuh kedengkian. "Tidak perlu dijelaskan lagi alasannya, bukan?"
Austin terdiam, otaknya langsung memproses kalimat yang baru diucapkan Ariel.
"Lagipula kenapa Daddy harus repot-repot memerintahkan anak buah Daddy untuk mengejar Reagan? Bukankah bagus jika anak itu tidak ada di London?"
"Tidak semudah itu Ariel." Austin menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Meskipun Reagan tidak ada dirumah namun pikiran kakekmu tetap tertuju padanya, karena itulah Daddy harus tahu apa saja yang dilakukan anak kurang ajar itu. Daddy harus tahu rencana apalagi yang sudah dibuat Reagan untuk menjatuhkan Daddy kali ini."
Wajah Austin langsung merah padam, ingatannya langsung tertuju pada kejadian tiga bulan yang lalu dimana dia kembali kalah telak dengan Reagan yang berhasil memenangkan tender dengan perusahaan minyak bumi asal China. Kekalahannya dalam menarik simpati perusahaan China itu menambah kegagalannya yang lain dalam melawan Reagan.
"Daddy harus memastikan posisi Daddy di perusahaan sebelum Reagan mengambil alih semuanya, jika sampai Daddy terlambat maka kita akan terusir dari rumah ini, Ariel," ucap Austin kembali. "Kau tentu tidak mau meninggalkan rumah ini, bukan?"
Dengan wajah pucatnya Ariel menggeleng panik. "Tentu saja aku tidak mau, rumah ini adalah rumahku. Tempat dimana aku lahir dan besar, aku tidak mau meninggalkan rumah ini."
"Karena itulah Daddy harus secepatnya menaklukkan Reagan, sayang."
Ariel meremas jemarinya dengan kasar. "Lantas apa rencana Daddy kali ini?"
"Daddy harus menekan kakekmu untuk terus memaksa Reagan menikah," jawab Austin dengan tegas. "Menikah adalah satu-satunya hal yang dibenci Reagan, dengan paksaan menikah itu sudah pasti konsentrasinya akan buyar dan dengan begitu Daddy bisa menjalankan rencana Daddy lainnya."
Kedua mata hijau Ariel berkilat, terlihat marah dan tidak suka mendengar rencana sang ayah. Meskipun Reagan adalah saudara sepupunya namun Ariel memiliki sebuah perasaan berbeda padanya, karena itulah saat ini Ariel terlihat kesal saat ayahnya berencana menekan Reagan dengan memaksanya untuk menikah.
"Dan Daddy yakin kakekmu pasti akan mempermudah semua rencana Daddy kali ini," ujar Austin kembali penuh rasa percaya diri. "Kali ini Reagan pasti akan tumbang, kesombongan anak kurang ajar itu pasti akan segera hilang."
Ariel tidak merespon perkataan ayahnya, pikirannya terus tertuju pada Reagan sang adik sepupu yang memiliki usia dua tahun lebih tua daripada dirinya. Ariel mengingat masa-masa indahnya bersama Reagan sebelum ayahnya memutuskan untuk memusuhi Reagan, membuatnya kehilangan Reagan sang adik sepupu yang menjadi cinta pertamanya.
Sampai saat ini, baik Ariel ataupun Reagan tidak tahu jika mereka sebenarnya bukan saudara. Roman West belum memberitahu Reagan jika Austin bukanlah anak kandungnya, karena itulah sampai saat ini Reagan masih menahan diri untuk tidak membalas semua kekacauan yang dibuat sang paman dalam beberapa tender yang sedang dikerjakannya.
"Apakah tidak ada cara lain untuk menaklukkan Reagan, Daddy? Apakah Daddy tidak bisa bicara dengan cara baik-baik padanya?" tanya Ariel ragu.
Wajah Austin memerah. "Mana mungkin Daddy bisa mengajak anak itu bicara baik-baik, Ariel. Sejak dia berhasil membuat perusahaan kita mendapatkan keuntungan besar sifatnya sangat angkuh, dia ingin sekali menyingkirkan Daddy dari perusahaan. Sifatnya yang serakah itu sama persis seperti Mattew. Daddy sudah pernah mengalah sekali pada Mattew dan kali ini Daddy tidak akan mungkin mengalah pada anaknya, pada Reagan yang masih bocah ingusan itu. Jadi jangan minta Daddy untuk bersikap baik padanya Ariel, hentikan sifat baikmu itu. Reagan tidak sebaik yang ada dalam pikiranmu."
****
"Dan ini adalah pamanku, Austin West. Dia adalah orang yang ingin sekali aku menikah," ucap Reagan kembali menjelaskan sosok Austin pada Crystal yang belum diberikan kesempatan untuk tidur setelah mereka terbang meninggalkan Melbourne dua jam yang lalu.
Crystal mengangguk pelan, berusaha untuk mengingat sosok Austin West yang nampak sangat berbeda dengan Reagan. Seolah mereka berasal dari keluarga yang berbeda.
"Lantas ini anaknya, Ariel West. Model bikini, usianya dua tahun lebih muda dariku. Aku yakin kau pasti sudah mengenalnya, Ariel sering mengikuti fashion show di banyak negara. Akan tetapi saat ini dia sudah mulai bekerja di perusahaan di satu departemen yang sama dengan ayahnya, paman Austin." Reagan menunjukkan foto cantik Ariel si gadis berambut merah yang sedang berpose dengan sangat cantik.
"Aku tidak pernah mengikuti dunia model," ucap Crystal penuh sesal. "Jadi maaf, aku sama sekali tidak mengenal saudara sepupumu ini."
Reagan mengernyitkan keningnya. "Kau tidak mengikuti dunia model? Serius? Memangnya apa saja yang sudah kau lakukan selain bekerja menjadi tukang cuci piring di restoran Nyonya Lu itu, Crys?"
"Belajar," jawab Crystal jujur. "Aku adalah seorang siswa yang bersekolah karena kebaikan pihak sekolah, karena itulah aku harus menjaga nilaiku tetap tinggi supaya aku terus bisa sekolah."
"Kau benar-benar sangat miskin, ya?" Reagan melipat kedua tangannya di dada.
Crystal menundukkan kepalanya. "Maafkan aku."
"Ck, menjadi miskin bukan aib dan kau tidak perlu minta maaf," ucap Reagan dengan cepat. "Yang jelas saat ini kau sudah menjadi istriku, istri Reagan West. Kau tentu ingat dengan identitas baru yang sudah Jarvis berikan padamu, bukan?"
Crystal mengangguk pelan, tiga jam yang lalu setelah meninggalkan kantor catatan sipil Jarvis memberikan sebuah berkas pada Crystal. Dalam berkas itu terdapat identitas baru Crystal yang sudah dibuat Jarvis dengan sangat rapi, tanpa cela sedikitpun. Dalam berkas itu tertulis jika Crystal adalah seorang anak dari salah satu kerabat Jarvis yang tinggal di Canberra. Jarvis yang memiliki banyak koneksi dengan begitu mudahnya membuat identitas baru untuk Crystal, karena itulah saat ini Crystal bukan lagi anak yang tumbuh besar di panti asuhan. Crystal yang sekarang adalah saudara jauh Jarvis yang akhirnya dinikahi Reagan pasca kematian kedua orang tuanya karena sakit.
"Aku adalah Crystal Richard, anak tunggal dari pasangan Romeo dan Niki Richard yang merupakan salah satu kerabat Jarvis. Kau menikahiku karena iba melihatku tinggal seorang diri tanpa keluarga, kau ingin membalas budi pada Jarvis yang sudah setia kepadamu selama bertahun-tahun dengan menikahiku."
Dari bangku berbeda Jarvis bertepuk tangan cukup keras.
"Aku akui daya ingatmu cukup baik,"ucap Jarvis pelan. "Kau harus mengingat itu dengan baik, jangan biarkan siapapun mengetahui jati dirimu yang sebenarnya Crys. Jangan buat orang-orang tahu jika dirimu pernah memiliki hubungan dengan orang-orang dari striptis club."
Wajah Crystal langsung pucat. "A-aku tahu."
"Jangan menggodanya lagi, Jarvis. Aku yakin Crystal cukup pintar untuk tidak membuka identitas sebenarnya pada orang lain, jadi kau tidak perlu terus mengingatkannya." Reagan memperingatkan Jarvis dengan tegas. "Jangan sampai karena kau ingin terus mengingatkan Crystal tentang striptis club itu semua sandiwara kita akan terbongkar, kau tentu tahu seberapa pintar pamanku, bukan?"
Jarvis langsung mengangkat kedua tangannya ke udara. "Maafkan aku, aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi."
Reagan mendengus kesal, sikap menyebalkan Jarvis yang kadang-kadang muncul seperti ini cukup membuatnya terusik. Hanya saja karena dirinya tahu kapasitas dan cara kerja Jarvis yang selalu membuatnya puas, Reagan sama sekali tidak bisa melepaskan sahabat baiknya itu untuk pergi dari sisinya.
"Jangan salahkan Jarvis," ucap Crystal hati-hati. "Niat Jarvis baik, dia hanya ingin aku tidak berbuat kesalahan saja."
"Nah, dengar itu. Crystal saja mengerti maksud dari ucapanku," celetuk Jarvis kembali. "Hilangkan ketakutanmu itu, Reagan. Kau lah yang terlalu tegang disini, bukan aku ataupun Crystal."
"Shut up," bentak Reagan dengan keras. "Semakin banyak kau bicara semakin marah juga aku padamu."
Menyadari perubahan emosi Reagan yang tiba-tiba membuat Jarvis langsung menutup mulutnya rapat-rapat, Jarvis cukup tahu jika saat ini sahabat baiknya itu sedang begitu gelisah dan takut jika sandiwaranya akan terbongkar. Austin West adalah orang yang pintar dan licik, karena itulah Jarvis mengajukan diri sebagai bagian dari sandiwara Reagan dengan menjadikan dirinya sebagai saudara Crystal yang dinikahi Reagan.
Reagan harus memastikan sandiwaranya berjalan lancar tanpa halangan, karena jika tidak maka nama baiknya beserta perusahaan akan hancur dan jika hal itu terjadi maka dia akan kehilangan kesempatan untuk melakukan amanat terakhir mendiang ayahnya.
Perlahan Reagan mengalihkan pandangannya pada Crystal kembali. "Jangan pernah buat kesalahan sedikitpun, Crystal. Kau harus ingat pesanku ini baik-baik."
Bersambung