webnovel

MINTA DITEMANI

Indy mengira bahwa hidupnya akan berakhir tragis setelah mendapat kurungan di sebuah rumah kosong dari Dito. Seharian ia meraung, memanggil-manggil siapapun yang berada di luar untuk menolongnya. Di tengah hutan seperti itu memang sulit sekali ada manusia yang melintas. Jika ada, maka itu hanya sesekali dan tak lama.

Ternyata keselamatan masih berpihak pada diri Indy. Siapa yang menyangka bahwa pada malam hari di saat sisa-sisa akhir tenaga Indy untuk memekik, dua orang lelaki membawa senapan mendobrak pintu rumah tersebut. Mereka terperanjat ketika mendapati adanya wanita dalam kondisi terikat di kursi tua.

Indy menjelaskan awal mula mengapa ia bisa ada di sana secara singkat, kemudian orang-orang itu segera melepaskan Indy, bahkan mengantarnya kembali ke rumah.

Keduanya adalah lelaki yang tengah berburu di hutan tersebut. Tidak sengaja mendengar ringisan Indy saat melintasi rumah tua itu. Sebagai sesama manusia, maka sudah sepatutnya mereka memiliki kepedulian terhadap Indy dengan melepaskan hingga membawanya kembali ke rumah.

Ia merasa sangat bersyukur atas bantuan tersebut. Sekarang Indy sudah kembali ke kediamannya sendiri. Pagi ini ia baru saja melahap sebungkus nasi dan meminum teh manis hangat yang ia beli di warung. Kondisi Indy masih lemas akibat trauma serta rasa lapar yang begitu mendera. Butuh waktu selama beberapa hari supaya ia kembali pulih seperti sedia kala.

Malangnya, ia kehilangan ponsel pasca tragedi penculikan tersebut. Benda pipih itu disimpan oleh Dito dan entah dikemanakan. Disimpan atau dibuang Indy tidak tahu. Alhasil, dia tidak memiliki benda berharga lagi. Setelah sembuh ia berjanji akan membuat perhitungan pada Dito.

Indy juga terpaksa tidak bekerja dan tak memberi izin pada Lusi. Berharap dalam hati semoga wanita itu memaklumi keadaannya sekarang, sama seperti Lusi menaruh iba sewaktu ia hendak melamar pekerjaan dahulu.

Perempuan itu perlahan-lahan memejamkan mata di atas kasur tiga kaki, lalu berlayar ke alam mimpi.

***

Waktu yang dinanti-nanti pun tiba. Dito sudah siap sedia menyaksikan istrinya yang sebentar lagi akan terjungkal di ambang pintu kamar. Ia tetap berpura-pura tidur, sedangkan sepasang matanya sedikit terbuka. Lamat-lamat ia menyaksikan punggung Ira yang turun dari ranjang.

Cklek…

Dito memejamkan matanya dengan gemas.

"Sejak kapan lantai ini berminyak?"

Degh!

Bukannya suara orang terjatuh, Dito malah menangkap pertanyaan Ira yang berarti dia sudah mendapati olesan cairan licin tersebut. Gegas Dito membuka matanya. Benar saja, Ira tengah berdiri sambil menunduk ke bawah.

"Argh! Sial. Kenapa dia malah berhenti di situ?"

Tadinya Ira hendak melangkah, tetapi matanya lebih dulu menangkap minyak goreng di depan pintu bilik mereka. Ira segera menjauhkan kakinya dari sana dan mencoba mengingat ada peristiwa apa kemarin, sehingga depan kamarnya terdapat olesan minyak goreng.

Dito tertegun sambil merutuki rencananya yang gagal tersebut. Ia menggigit bibir bawahnya sambil mengepalkan kedua tangan.

Sekarang Ira mengambil langkah panjang menuju dapur. Tak lama setelahnya, ia kembali dengan sebuah ember serta kain pel. Ia membersihkan lantai tersebut hingga bersih seperti sedia kala.

"Untung aja aku ngelihat ada minyak di sini. Kalau tidak, mungkin antara aku atau Mas Dito yang jadi korban." Ucapannya masih bisa menembus telinga Dito.

Ira sama sekali tidak menaruh curiga. Malah ia menganggap jika dirinyalah yang barangkali khilaf dengan tidak memerhatikan kebersihan lantai.

Suaminya bangkit dan bersandar di kepala ranjang setelah Ira kembali ke buntut rumah untuk memasak. Ia menyesali pekerjaannya yang sia-sia, padahal dia sudah bangun pagi untuk melakukan hal tersebut.

Dito mengembuskan napas berat. Dia harus mencoba cara lain agar Ira bisa celaka, sementara dirinya dapat membuang badan.

***

Lusi mendial kontak kekasihnya dan mulai menghubungi pria tersebut. Tidak peduli apa yang sedang dilakukannya di luaran sana.

Tut…

Beberapa detik kemudian telepon pun tersambung.

"Halo, Sayang. Kenapa telepon pagi-pagi begini?" tanya Dito.

Yang terdengar pertama kali adalah suara batuk dari orang yang menghubungi duluan. Sejak itu Dito langsung merasa tidak enak.

"Kamu sakit, Lus?" tanyanya lagi.

"Ah, iya, Mas. Aku mau bilang kalau aku sakit. Kamu bisa temeni aku gak mulai hari ini sampai aku sembuh? Aku sendirian, Mas," rengeknya.

Dito sejenak membisu, lalu segera memikirkan alasan apa yang tepat agar Ira percaya. Sudah pasti ia tak dapat pulang ke rumah, karena Lusi minta ditemani.

"Iya-iya. Kamu gak usah ke toko aja kalau gitu. Nanti sepulang kerja Mas pasti ke sana," jawabnya tak ingin membuat Lusi kecewa.

"Bener ya, Mas!"

"Iya, Sayang."

Lusi sontak memeluk benda gepeng tersebut di dadanya. Hari ini ia memang merasa sedikit pusing disertai flu. Lusi tak ingin memendam sakitnya seorang diri. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk ditemani kekasihnya, Dito.

Setelah café tutup, Dito langsung menuju kediaman Lusi. Tak lupa ia mengirimkan pesan pada Ira dan mengatakan bahwa ia ada urusan mendadak keluar kota. Dito akan mencari alasan yang lebih masuk akal apabila Ira tak percaya padanya.

Lelaki itu langsung masuk ke kamar Lusi tanpa meminta izin terlebih dahulu sesampainya di sana. Ia membungkus tubuh Lusi dalam pelukan hangat serta memberikan kata-kata semangat untuknya.

Tindakan yang begitu saja cukup membuat janda kembang itu merasa diperhatikan dan dicintai. Tak dapat dipungkiri bahwa Lusi memang sudah betul-betul nyaman terhadap suami temannya itu. Pelan-pelan rasa kasih sayang yang dulu untuk almarhum suaminya, sekarang malah tercurahkan pada Dito. Terlebih Dito adalah sosok yang royal. Selain dikasihi, Lusi juga merasa bahwa ia dinafkahi.

Kini tak perlu sungkan lagi dengan yang namanya tidur bersama. Mereka bagaikan pasangan suami istri yang tanpa malu-malu melakukan hubungan ranjang. Lusi penuh suka rela menyuguhkan kepunyaannya kepada Dito, begitupun sebaliknya. Tentu saja keduanya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Mereka sulit bertemu, karena Ira masih berstatus sebagai istri sah Dito. Pasti perempuan itu akan parno, kalau suaminya bolak-balik menghilang. Jadi, mereka mengambil peluang selagi Dito menginap di kediaman Lusi. Tidak peduli dengan kondisi tubuhnya yang belum stabil. Mereka melakukan tindak terlarang itu hingga pagi menjelang.

***

CRANG!

Ira tersentak kaget, karena gelas yang berada di genggamannya mendadak jatuh, lalu pecah di lantai. Kemudian, tiba-tiba saja pikirannya berlabuh pada sosok Dito. Tadi malam suaminya memberi kabar, jika dia ada kerjaan mendadak di luar kota. Sebelumnya Dito memang pernah melakukan hal ini, jadi hingga sekarang Ira masih berpikir kalau suaminya memang berkata jujur.

Akibat kejadian itu, ia segera membersihkan pecahan kaca tersebut dan beranjak ke kamar. Ira takut ada sesuatu yang terjadi dengan suaminya. Entah kecelakaan ataupun Dito dijambret orang.

Ira menanti-nanti supaya telepon segera tersambung. Namun, hingga panggilan ke lima ia tetap tidak memeroleh jawaban. Ira kian khawatir. Dia pun duduk bibir ranjang sambil memikirkan nasib suaminya.

***

Bersambung