webnovel

Tak Terkendali

Lelaki berusia 23 tahun itu memukul sebuah aquarium besar yang airnya mulai kehijauan hingga menimbulkan suara kaca yang cukup keras.

Air dan kaca langsung berhamburan dilantai yang juga kotor karena tidak ada yang mengurusnya.

Sedangkan aku yang usianya lebih tua 3 tahun darinya hanya tertunduk lesuh didepannya setelah aku mengakui sesuatu yang membuat adikku Hyunggu sangat marah.

Buku-buku tangannya sampai berdarah namun ia tidak peduli akan semua itu.

"Jadi maksud Hyung adalah Hyung mencintai perempuan kotor itu!" teriaknya emosi.

Aku terdiam sambil bertanya pada diriku sendiri.

"Jawab aku Hyung!" tegasnya.

"Aku tidak tahu juga, aku tidak tahu apa yang sedang kualami sekarang" jawabku.

Ia mendengus kesal "Sudah jelas yang tadi kau jelaskan padaku mengarah ke perasaan cinta,lalu apa sekarang" ia menatapku tajam.

"Kau tidak akan membunuhnya?" lanjutnya.

Deg.

Inilah pertanyaan yang tidak ingin ku dengar,karena aku juga tidak tahu apa yang akan aku jawab.

"Lagi-lagi kau bengong!" kesalnya.

"Apa kau bingung, ah aku tahu sekarang jawabannya adalah kau tidak akan membunuhnya melainnkan mau menikahinya lalu kalian berdua mempunyai anak dan hidup bahagia selamanya begitu!" matanya merah saat melihatku rasanya ia sangat membenci ucapannya tadi.

"argggghhhh!" lagi-lagi ia kembali memukul tembok.

"Jika kau terus begitu, maka aku akan membunuhnya" mataku membelalak, aku tahu pasti ia akan mengatakan itu namun aku tetap merasa kaget.

Aku mendekatinya dan menahan tangannya setelah ia kembali hampir saja melukai dirinya sendiri.

"Beri aku kesempatan, aku yang akan membunuhnya sesuai rencana kita diawal" ucapku mencoba menenangkannya.

"Kau serius Hyung?" tanyanya menyelidik seolah dia tidak mempercayaiku.

"Ya... aku akan membunuh wanita itu" jawabku.

"Baiklah, jangan biarkan wanita itu mengendalikanmu seperti sekarang ini" katanya yang sepertinya mulai agak tenang.

Aku bernapas legah setelah tenang, aku melirik luka ditangannya yang penuh darah segar "Jangan kebiasaan menyiksa dirimu" tukasku.

"Kalau begitu aku pamit" aku melangkahkan kakiku keluar dari rumah tua itu, rumah yang biasanya kami tempati untuk menyimpan orang-orang yang telah kami culik dan membunuhnya disana.

Setelah perjalanan sekitar 30 menitan akhirnya aku sampai kembali dirumah Seunghee, aku yang begitu bimbang ini mulai merasa pusing.

Kenapa rencana awalku sangat sulit ku lakukan, jika saja saat itu aku tidak berniat bermain-main dengannya dulu dan langsung membunuhnya mungkin saja aku dan Hyunggu tidak akan bersiteru seperti ini.

Akhirnya sekarang aku benar-benar tidak bisa melepaskan gadis itu, dasar bodoh.

Aku membuka laci-laci dirumah itu dan mulai mencari obat sakit kepala karena rasanya kepalaku ingin meledak saja.

"Apa ada obat sakit kepala disini ya?" tanyaku berbicara sendiri.

"Ommo...kau sakit kepala, sebentar aku ambilkan ada di kamarku" aku terkagetkan ternyata Seunghee sudah pulang dari kampusnya, kulihat ia sudah berada di dalam kamarnya mencari obat itu.

Dia pun mengambil air putih dan menyuruhku duduk di sofa seperti biasanya "Ini minumlah" ucapnya dengan senyuman tulus yang dapat langsung membuatku tenang tentunya.

Aku mengambil obat tablet itu ditelapak tangannya dan langsung meminumnya dengan sekali teguk.

Seunghee yang tadinya duduk disampingku beranjak ke belakang sofa dan tanpa aba-aba mulai memijit kepalaku yang sakit.

Aku tersentak, aku memegang tangannya menyuruhnya agar berhenti "Kau lelah jadi istirahatlah" ujarku.

Ia malah menggeleng "Tidak apa-apa,aku malah tidak bisa istirahat jika melihatmu sakit begini jadi karena aku tuan rumah dan kau adalah tamu maka aku harus meladenimu sepenuh hatiku" jelasnya begitu polos.

Aku tersenyum tipis Seunghee sering sekali menggunakan kata tuan rumah dan tamu sebagai alasannya.

Ia kembali memijitku dengan begitu lihai hingga sakit kepala dan pusingku mulai berhenti.

"Seunghee.. sepertinya sakitnya sudah redah,kau boleh istirahat" ucapku.

"Baiklah tapi obat agar kau sembuh total belum kuberikan" katanya yang tidak kupahami.

Aku mengerutkan dahiku dan berkata "Obat apa itu?" tanyaku seraya berbalik kesamping agar bisa meliriknya sebentar.

Namun apa yang kudapat hanyalah ciuman singkat atau yang disebut adalah kecupan dibibirku, kami kembali saling bertatapan sebelum ia kembali ke posisinya dibelakang dan aku kembali menatap lurus kedepan.

"Maaf tadi aku hanya ingin mengecup pipimu" jujurnya aku tahu dia sedang menahan malunya dibelakangku.

"Oh Seunghee...!".

Suara pria besar khas bapak-bapak memanggil nama Seunghee dengan lantang,kami menoleh bersamaan dan mendapati ayahnya sedang memandang kami berdua dengan tajam.

"Ayah tidak menyangka akan mendapatimu berciuman dengan lelaki muda padahal kau tahu ibu tirimu baru saja ditemukan meninggal, mana pria kemanusiaanmu hah!" tegasnya.

"Bukankah tadi siang setelah pulang kampus aku melayat dirumah ayah" kini Seunghee mendekat pada ayahnya.

Sedangkan aku masih memperhatikan anak dan ayah yang mulai berdebat itu, dari reaksi ayahnya saat melihatku sepertinya ia benar-benar telah lupa siapa aku sebenarnya.

"Ayah tahu, tapi apa yang kau lakukan bersama lelaki itu dirumahmu?" kini ayahnya menunjukku.

"Itu urusan pribadiku ayah, ayah tidak usah sok peduli padaku" perkataan Seunghee tadi membuat ayahnya murka dan langsung menghantam Seunghee dengan menampar anak gadisnya hingga terjatuh kelantai.

Aku sontak berdiri dan menolong Seunghee, kulihat pipinya memerah akibat tamparan tadi, aku mengepalkan tanganku dengan keras seraya bangkit dan kembali memukulnya diarea pipinya.

"Dasar kau lelaki kurang ajar, berani-beraninya kau padaku!" Tuan Oh juga memukulku.

Aku tersenyum kecut, jika membalas dendam dengan membunuh satu persatu keluarganya masih tidak membuatnya sadar dan kapok mungkin dengan memukulnya berkali-kali akan membuatnya sadar.

Tanpa banyak bicara ku pukul Tuan Oh dengan brutal, aku mendorongnya hingga ia jatuh di lantai lalu ku duduki perut buncitnya.

Ku kepalkan tanganku dan memukul wajahnya berkali-kali hingga babak belur.

Seunghee menangis melihatku seperti itu ,ia mencoba menghentikanku namun tanpa sadar aku mendorongnya dengan keras.

Aku kembali menghantam Tuan Oh dengan kepalan tanganku yang keras namun sebuah kata menghentikan aksiku.

"Sungjae hentikan sebelum ku lapor kau ke polisi!".

Aku menatap Seunghee dengan tajam seolah juga akan membunuhnya, Seunghee terduduk sambil memegang handphonenya, tangannya gemetar setelah mencoba menghubungi kepolisian.

"Hallo..?".

Tuan Oh sudah tak berdaya lalu kini aku dan Seunghee benar-benar berada dalam kekacauan.

"Hallo.. ada yang bisa kami bantu?" suara seorang polisi dari sana terus terdengar namun diantara kami tidak ada yang berbicara melainkan hanya saling menatap.

"Hallo... apa ada orang disana?.. apa kau terluka coba jawab kami?" mungkin saja suara napas Seunghee yang sedang ketakutan terdengar jadi polisi itu terus saja bertanya dan mencoba menggali informasi.

Tatapanku mulai senduh saat menatap matanya yang benar-benar ketakutan itu hingga akhirnya ia memutuskan sendiri telponnya.

Aku beranjak dari sana dan mendekatinya meski ia sedikit memberontak "Jangan sentuh aku" ucapnya seraya menangis.

Aku menggelengkan kepalaku dan menyentuh pipinya yang basah karena air mata "Maafkan aku" ucapku.

Bukannya berhenti menangis ia malah semakin menangis dan memelukku dengan sangat erat.

Melihat reaksi yang ditunjukkan oleh Seunghee sepertinya ayahnya kembali bangun, ia memelukku erat seolah melindungiku "Ayah hentikan saja, maafkan dia!" ucapnya memelas.

"Apa yang ayah lihat ini, kau masih membelanya setelah dia memukul ayahmu hingga babak belur seperti ini?" kata ayahnya tidak percaya.

"Sungjae hanya ingin melindungiku maka dari itu maafkanlah dia ayah" ucap Seunghee.

"Nasehat ayah hanya putuskanlah dia sebelum ayah benar-benar melaporkannya ke polisi" setelah mengucapkan ancamannya itu pria tua itu pun pergi meninggalkan kami berdua.

Bersamaan dengan itu juga Seunghee melonggarkan pelukkannya dan beranjak meninggalkanku tanpa sepatah kata pun.

Chapitre suivant