webnovel

TIDAK ADA PERUBAHAN

Meski Rania sudah memutuskan untuk menikah dengan Faisal, alias bosnya sendiri di kantor tempat dia bekerja, tapi Rania sama sekali tidak berniat untuk berhenti bekerja. Dia justru masih ingin terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup neneknya.

Baginya, menjadi istri Faisal bukan berarti dia bisa hidup enak dan menumpang tinggal begitu saja di rumah Faisal, apa lagi nantinya sang nenek juga akan di ajak pindah ke sana, pastinya akan menambah jumlah anggota keluarga di sana.

Dia tidak mau menjadi beban, hingga dia memutuskan untuk tetap bekerja. Padahal Alma dan Faisal sendiri sudah menyuruh Rania untuk berhenti bekerja dan fokus mengurus rumah juga menemani Alma, tapi sayangnya dia menolak dengan keras.

Mereka berangkat ke kantor bersama, dan Rania juga harus ikut mobil Faisal yang parkir di basement. Dia seperti pelayan, jalan di belakang dengan kedua tangan yang mengapit di bawah perut, membuat Faisal mengernyit melihatnya.

"Ada apa, Pak?" tanya Rania bingung saat melihat tatapan Faisal.

Faisal hanya menggeleng, berusaha untuk tetap abai pada Rania. Mereka memang bekerja di gedung yang sama, tapi di bidang yang berbeda. Apa lagi Faisal yang selalu sibuk dengan laptop dan juga berkas, membuatnya jarang bisa berinteraksi dengan Rania.

Perempuan itu selalu bertemu dengan tamu, sapu, alat pel, dan juga lap. Kebiasaannya dan Faisal sangat jauh berbeda, bahkan orang-orang di kantor pun tidak ada yang tahu kalau Faisal sudah menikah dengan Rania.

Setiap kali Rania melihat Faisal sedang berjalan atau bertemu dengan klien, mengontrol pekerjaan para karyawan atau meeting, dia selalu saja buang muka darinya. Seolah-olah Faisal enggan melihat Rania, seperti benci, tapi bukan termasuk rasa benci.

Tak hanya Rania yang merasakan itu, bahkan Faisal juga sering melihat Rania berseliweran dengan kain lap dan kemoceng di tangannya. Terlihat begitu berbeda dengan Alma yang selalu memakai barang-barang mewah dan mahal.

"Mas, ini sudah satu minggu, lho! Kenapa masih tidak ada kemajuan?" tanya Alma pada Faisal saat mereka menikmati waktu santai mereka di akhir pekan.

Faisal paling suka menghabiskan waktu bersantainya di ruang olahraga bersama alat-alat olahraga yang begitu bersahabat dengannya. Tak heran kalau dia sampai punya badan cukup bagus, tak lupa juga kalau semasa SMA dia adalah atlet taekwondo yang cukup terkenal di jamannya.

"Kemajuan apa?" tanya Faisal sambil terus mengangkat barbel di tangannya.

"Kamu dan Rania, kenapa masih belum ada kedekatan? Kalian bahkan terlihat seperti orang asing," seloroh Alma lagi. Dia berlari-lari kecil di alat treatmil dengan baju pendek juga celana pendek yang cukup ketat.

Faisal menaruh barbel yang sebelumnya dia mainkan, mengambil minum dan menenggaknya hingga tersisa setengah botol. Sebenarnya mereka bisa saja olahraga di rumah sendiri, tapi Alma yang mengajak untuk berolahraga di luar, karena dia merasa lebih senang jika bertemu dengan orang-orang di tempat ini.

Mendengar perkataan Alma yang selalu saja mendesak agar dirinya dekat dengan Rania, membuat Faisal benar-benar jengah. Lelah rasanya mendengar perkataan itu, belum lagi sang ibu yang juga tidak berhenti mendesaknya.

"Kamu sama seperti ibu, selalu saja mendesakku. Tenang saja, kita masih muda, masih ada waktu untuk punya anak," balas Faisal enteng.

Alma berhenti berlari, dia turun dari alat treatmil itu dan ikut duduk di sebelah Faisal sambil meminum air dari botol yang sama. Rambut pendeknya yang di ikat menyisakan beberapa helai rambut di bagian bawah, membuat Alma terlihat cantik natural dengan keringat yang membasahi tubuhnya.

"Ini bukan soal tua atau muda, Mas. Kamu tahu sendiri kalau aku sudah lama menginginkan anak, apa kamu benar-benar tidak akan mendekatkan diri dengan Rania? Bagaimana sikapnya saat di kantor?" tanya Alma pula.

Faisal tidak merasakan adanya perubahan. Menikah atau tidak, dia dan Rania tetap saja seperti orang asing. Ketika bertemu di ruang meeting pun mereka tidak bicara sama sekali, bahkan di mobil juga tidak ada perbincangan apapun.

"Sudahlah, lebih baik kita pulang. Aku akan mengajakmu jalan-jalan ke mall nanti," putus Faisal yang tidak ingin ambil pusing.

Alma tidak terlalu memusingkan hal itu, dia menurut pada Faisal dan segera keluar dari gedung olahraga itu. Faisal tak pernah merasa jijik terhadap istrinya, sekalipun Alma berkeringat. Justru itu membuat dia semakin menyukainya, karena wangi keringat itu benar-benar khas Alma sekali.

Mereka keluar dengan tangan Faisal yang merangkul pinggang Alma. Terlihat begitu mesra, sampai tak sengaja mereka berpapasan dengan teman Alma yang kebetulan baru saja mau masuk ke gedung itu.

"Hei, kalian sudah selesai? Padahal kami baru saja ingin masuk," katanya sambil tertawa memandang Alma.

"Ya, kami sudah selesai. Mungkin lain kali kita bisa atur waktu untuk olahraga bersama," balas Alma.

Pandangan lawan bicara Alma tertuju pada tangan Faisal yang ada di pinggang istrinya. Tubuh mereka memang indah, Alma memilikinya sejak ia masih duduk di bangku SMP. Oh, pasangan yang satu ini tidak pernah padam, selalu saja terlihat mesra di segala keadaan.

"Kalian mesra sekali, tapi sayang, masih berdua. Kapan kamu akan punya anak? Aku dan suamiku saja sudah mau punya tiga anak," selorohnya sambil mengelus perut.

Alma baru tahu kalau temannya itu hamil lagi, padahal anak pertamanya masih kelas lima sekolah dasar, sementara anak keduanya baru berusia dua tahun. Tokcer juga mereka, bisa punya banyak anak dalam waktu dekat, sementara dirinya belum apa-apa.

"Kami santai, tidak terlalu memusingkan soal anak, lagi pula aku tahu bagaimana tanggung jawabnya punya anak, jadi kami tidak mau terburu-buru," jawab Faisal pula menggantikan Alma.

Istrinya yang ada di sebelah pun hanya mengulas senyum tipis. Tidakkah Faisal tahu, bahwa pertanyaan-pertanyaan itu tidak pernah berhenti menghampirinya, sampai terkadang Alma bosan menanggapi pertanyaan itu.

Tak perlu berlama-lama, Faisal langsung mengajak Alma pulang dari sana. Dia menyetir sendiri mobilnya tanpa membawa supir, hari ini dia ingin quality time berdua dengan Alma. Tapi raut wajah sang istri yang terlihat murung, membuat Faisal ikut berubah.

"Sudahlah, tidak usah terlalu di pikirkan. Mereka hanya tahu bagaimana nikmatnya bikin anak tanpa tahu bagaimana kebutuhan dan tanggung jawab kedepannya. Sekarang suaminya masih bekerja di pabrik, bagaimana jika masa kontraknya selesai? Aku sendiri tidak tahu bagaimana nasib anak-anaknya," celetuk Faisal sambil berbelok melewati lampu merah.

Suami teman Alma itu memang bekerja di pabrik dengan masa kontrak selama tiga tahun. Ketika kontrak itu habis, maka akan di ganti dengan dua hal, antara kontrak yang di perpanjang atau dia keluar dari pekerjaan itu. Tentu saja ada pertimbangan yang mempengaruhi kontrak, tidak bisa di perpanjang sesuka hati.

Meskipun begitu, Alma tetap saja merasa iri. "Kita ke mall bersama Rania ya, Mas? Aku ingin membelikan sesuatu untuknya," cetus Alma pula.

"Hah? Kenapa harus ajak dia? Aku hanya ingin quality time berdua denganmu, Sayang."

"Ayolah, dia pasti belum pernah ke mall. Aku akan merasa lebih senang jika dia ikut."

Chapitre suivant