webnovel

BAB 15 - Merasa Bimbang

"Kamu duduk dulu di sofa dan menonton tv, aku akan mengenakan pakaian dulu." Bayu tidak tahan berdiri setengah telanjang di depan putranya.

"Baik, Paman." Gavin menganggukan kepalanya kemudian pergi meninggalkannya.

Sebelum menutup pintu kamarnya, Bayu melihat apa yang ditonton Gavin kemudian bernapas lega. Dia khawatir jika bocah kecil itu menonton acara yang tidak sesuai dengan umurnya. Bagaimana pun juga dia tidak ingin putranya terkontaminasi hal-hal yang tidak pantas.

Bayu mengenakan pakaiannya dengan cepat kemudian keluar dari kamar, sebenarnya dia ragu mendekatinya tapi hatinya berkata untuk mendekati putranya. Dia melihat Gavin sedang menggambar di atas kertas dan kemungkinan besar itu adalah tugas sekolahnya.

"Apa yang kau gambar?"

Gavin mengangkat kepalanya kemudian menunjukan gambarnya. "Guru memberiku tugas untuk menggambar keluarga."

Meskipun gambarnya tidak terlalu bagus tapi Bayu bisa mengenali dua orang yang di gambar olehnya, itu pasti Novita dan Gavin. "Gambarmu bagus," pujinya.

"Aku selalu mendapatkan nilai terbaik dalam menggambar," ucap Gavin bangga sambil membusungkan dadanya.

Bayu duduk di sampingnya dan mengecilkan volume televisi. "Apakah kau akan mewarnainya?"

Gavin menganggukan kepalanya dan mengeluarkan kotak krayon dari dalam tas. "Paman bisakah kau membantuku memilih warna?"

Bayu mengambil warna biru karena itu adalah warna kesukaan Novita. "Gunakan yang ini."

"Apakah Paman suka warna biru? Itu juga warna favorit ibu," ucap Gavin kemudian mewarnai pakaian ibunya.

Bayu tidak bisa menjawab pertanyaannya.

"Gunakan warna yang lebih gelap kemudian usap dengan jarimu maka hasilnya akan lebih bagus," saran Bayu sambil memberikan contoh pada Gavin.

"Eh bagus juga." Gavin suka dengan hasil warnanya dan tersenyum lebar. "Aku tidak tahu ada cara seperti ini untuk mewarnai."

"Aku melihatnya di internet." Ketika memiliki waktu luang Bayu terkadang menjelajahi internet dan menonton video random untuk menghilangkan rasa bosan.

"Paman, apakah kamu memiliki trik mewarnai yang lain?" tanya Gavin bersemangat dengan pipi memerah.

"Paman akan menunjukan padamu." Bayu tersenyum tipis kemudian mengelus kepalanya dengan penuh kasih sayang.

Ketika Bagas memasuki rumahnya hal pertama yang dia lihat adalah sepasang ayah dan anak sedang bermain di depan televisi. Mendengar suara mereka membuatnya merasa senang karena dia tidak pernah melihat Bayu sebahagia ini. Meskipun dia memiliki perasaan terhadap Novita sebenarnya dia tidak ingin merebutnya dari teman lamanya.

Bayu sudah dia anggap sebagai saudaranya sendiri.

"Apa yang sedang kalian lakukan?" tanya Bagas dan berjalan mendekati mereka.

"Kami sedang mewarnai gambar." Dengan bangga Gavin mengangkat kertas gambarnya. "Apakah bagus?"

Bagas menganggukan kepalanya dan tersenyum. "Bagus sekali, apakah kau melakukannya sendiri?"

"Tidak, Paman Bara yang mengajariku mewarnainya."

Bagas menaikkan sebelah alisnya dan menatap Bayu, namun pria itu pura-pura tidak melihatnya dan mengabaikannya. "Bara aku tidak menyangka kau pandai mewarnai," pujinya sambil tersenyum palsu dan menepuk bahu Bayu.

Bayu berdiri kemudian melepaskan tangan Bagas. "Kau temani dia."

Melihat kepergiannya membuat Gavin merasa sedih dan menurunkan kertas gambarnya. "Apakah Paman Bara tidak menyukaiku?" gumannya dengan suara pelan.

"Tidak, dia pergi karena ada urusan mendadak," kata Bagas menenangkannya, dia mengeluarkan cemilan untuk menghiburnya. "Lihat yang Paman beli, kau bisa memakannya sepuasmu."

Mata Gavin berbinar dan mengambil cemilan kesukaannya.

"Bagas jangan memberikan banyak cemilan pada Gavin!" seru Bayu keras sebelum dia menutup pintu rumah.

Bagas terkekeh kemudian menepuk kepala Gavin. "Lihat, dia peduli padamu."

oOo

Bayu kembali larut malam dengan tubuh dingin, dia menghabiskan waktu dengan melihat Novita dari luar supermarket. Sebenarnya dia ingin meminta Bagas untuk mencarikan pekerjaan lain supaya Novita tidak berkerja saat malam hari. Karena dia khawatir jika terjadi sesuatu padanya.

Ketika membuka pintu dia mendengar suara televisi yang menyala, di sofa ada tubuh kecil yang meringkuk di bawah selimut. Bayu menghela napas dan melihat jam dinding yang menunjukan angka 12 malam. Lagi-lagi Gavin tidak bisa tidur dan malah bergadang menonton televisi.

"Gavin kamu harus tidur."

Gavin mengangkat kepalanya dan senyum muncul di wajahnya. "Paman Bara."

Bayu berjalan mendekatinya kemudian menggendongnya. "Jangan tidur di sofa lagi!" Dia mematikan televisi kemudian membawanya ke dalam kamar tamu.

"Tapi aku tidak mengantuk," ujar Gavin sambil memeluk leher Bayu.

"Aku akan menyanyikan lagu untukmu." Bayu membuka pintu kamar kemudian meletakan Gavin di atas ranjang.

"Paman bisakah kamu menemaniku tidur?" Gavin meraih lengan bajunya dan menariknya pelan. "Ranjangnya terlalu luas dan dingin."

Bayu terlihat ragu namun akhirnya dia menuruti permintaan putranya. "Baik."

Gavin menggeser tubuhnya supaya Bayu bisa berbaring di sampingnya, kemudian tangannya terulur untuk memeluk tubuhnya. Meskipun rasanya dingin tapi entah mengapa Gavin merasa hangat. Dia seperti merasakan sosok ibunya yang berbaring di sampingnya.

Mulut Bayu terbuka dan perlahan menyanyikan lagu.

Dia mengulurkan tangan kemudian membalas pelukannya, sebisa mungkin Bayu mengurangi beban tubuhhnya supaya tidak menindihi Gavin. Melihatnya memejamkan mata membuat hati Bayu terasa hangat kemudian mendaratkan ciuman pada dahinya.

"Selamat malam, Gavin."

"Ibu ….." ucap Gavin tanpa sadar. "…. Ayah."

Tubuh Bayu menjadi kaku dan tidak bisa memejamkan matanya.

oOo

Karena tidak bisa tidur akhirnya Bayu memutuskan keluar dari kamar dan merokok di balkon. Mendengar perkataan Gavin membuatnya merasa bimbang, dia sudah berjalan sejauh ini untuk menemukan pelaku yang menyebabkan kematian rekan timnya. Apakah dia harus melupakan semuanya dan kembali bersama keluarganya?

Novita dan Gavin masih membutuhkan sosoknya meskipun dia adalah pria pengecut.

Namun, jika dia muncul di samping mereka sekarang maka orang di balik layar akan mengincar keluarganya. Bayu tidak bisa tenang jika belum membunuh orang itu, sepanjang hidupnya dia akan dipenuhi rasa khawatir. Mungkin setelah masalah ini selesai dia bisa muncul di depan mereka dengan penuh rasa percaya diri.

Itu jika Novita masih menerimanya.

"Dia pasti membenciku." Bayu terkekeh dan tersenyum kecut.

Dari arah belakang, Bayu bisa merasakan ada orang yang mendekatinya, dia pura-pura tenang namun tangannya sudah terkepal kuat. Ketika orang itu semakin dekat, dia langsung membalikkan tubuhnya kemudian mengayunkan lengannya.

"Ini aku! Jangan memukulku!" Bagas dengan cepat melindungi wajahnya.

Bayu menghentikan pukulannya dan menurunkan tangannya. "Kenapa kau di sini?"

"Aku ingin mengambil air dan melihat pintu balkon terbuka," jawab Bagas. "Kenapa kau di sini?" tanyanya balik.

"Aku tidak bisa tidur."

Bagas sepertinya tahu apa yang membuatnya tidak bisa tidur. "Apakah kau memikirkan Novita dan Gavin?"

Bayu menundukan kepalanya dan terlihat sedih. "Ya."

"Aku tidak tahu pengalaman seperti apa yang pernah terjadi padamu, jika ada orang yang ingin membunuh anggota gengsterku maka aku pasti akan membalas dendam. Namun, aku tidak ingin kehilangan hati nuraniku dan mengabaikan hal penting di sampingku," ujar Bagas sambil mengangkat kepalanya menatap langit.

"Aku tidak ingin hidup dalam kebencian."

-TBC-