webnovel

Tak Boleh Tahu

"Tak bisa, ini tak bisa dibiarkan, Fira harus tahu," gumam Bu Alin lirih.

Ia menarik napas panjang untuk menenangkan diri, baru setelah itu keluar dari toilet. Kembali ke meja makan dengan senyum tipis yang dipaksakan.

Fira melihat ekspresi ibunya yang tak biasanya, apalagi Bu Alin tipe orang yang ramah dan baik pada siapapun. Dalam hati Fira bertanya-tanya ada apa sebenarnya dengan ibunya.

Setelah cukup lama berbincang, mereka memutuskan untuk pulang. Bangkit dari tempat duduk dan melenggang pergi menuju ke luar dengan senyum mengembang. Nampaknya pertemuan ini begitu berkesan bagi semua orang, kecuali Bu Alin.

"Sampai jumpa lagi, Pak. Semoga anak kita berjodoh," ucap Pak Andi dengan senyuman yang terlihat berwibawa.

"Iya, iya, Pak." Balas Pak Ferdi.

Kemudian mereka memasuki mobil masing-masing. Mobil melaju membelah jalanan.

"Ah, kamu pintar sekali cari calon suami! Keluarganya kelihatan begitu berkelas," ujar Oma Nani dalam perjalanan pulang.

"Iya, Oma. Terima kasih," ujar Fira, ia sedikit melamun penasaran ada apa dengan ibunya tadi.

'Mama, sepertinya sangat kaget ketika melihat ibunya Revan,' batin Fira.

Tanpa terasa karena sibuk dengan pikiran masing-masing, mobil sudah berada di halaman depan rumah. Semuanya turun dan melangkah memasuki rumah.

"Kita langsung ke kamar aja, yuk, Pa," ajak Bu Alin pada suaminya.

Fira menatap sekilas pada orang tuanya, ia yakin ada yang janggal dan akan mereka bicarakan.

"Ya sudah, Ma, Pa, Oma, aku juga mau ke kamar, kok," Fira tersenyum dan menaiki tangga ke lantai dua, di mana kamarnya berada.

Oma Nani pun memasuki kamarnya. Pun dengan Pak Ferdi dan Bu Alin.

Pintu ditutup rapat kemudian dikunci dari dalam.

"Pa, perasaan Mama enggak enak. Ibu Revan itu Regina. Istri Radit!" cerocos Bu Alin dengan setengah berteriak.

"Tenang, Ma. Jangan dulu mengambil kesimpulan seperti itu. Ketika Radit meninggal Regina sepertinya belum hamil. Bisa saja Revan anak Andi." Pak Ferdi beralibi mencari kemungkinan terbaik untuk keluarganya.

Radit adalah sepupu Pak Ferdi, sementara istrinya adalah orang lain. Seandainya Fira dan Revan adalah saudara sepupu jauh berarti tetap bisa menikah. Tapi, jika benar Revan adalah anak dari Radit itu artinya mereka adalah adik-kakak seayah beda ibu.

"Kita harus cari tahu, Pa. Sebelum semuanya terlambat!" Bu Alin mendesak Pak Ferdi untuk mengetahui kebenarannya secepatnya.

"Iya, iya. Tenang!" Pak Ferdi sedikit membentak, "Kita temui Regina tanpa sepengetahuan siapapun."

"Iya, Pa," ucap Bu Fira. Hati seorang ibu tak bisa dibohongi, ia merasa ada yang salah.

'Apa mungkin ini hanya kekhawatiranku yang berlebihan,' ucap Bu Alin dalam hati.

"Sudahlah, Ma, jangan terlalu dipikirkan. Segera istirahat," titah Pak Ferdi dingin.

Dalam hati ia pun punya kekhawatiran yang sama dengan istrinya. Tapi uring-uringan tak akan menyelesaikan apapun. Mereka mesti mencari kebenarannya.

'Semoga Revan adalah anak Pak Andi,' batin Pak Ferdi.

Bu Alin memejamkan mata tapi rasa kantuk belum datang. Tubuhnya diam di kasur sementara pikirannya melayang ke kejadian 27 tahun lalu dan hari tadi.

Pak Ferdi yang masih terjaga, dan memutuskan untuk mencari udara segar. Ia pergi ke taman belakang.

Taman yang tak begitu luas dengan rumput sintetik. Ada air terjun mini yang menyajikan gemericik air. Kolam renang kecil dengan air hangat dan gazebo untuk duduk bersantai. Taman ini tertutup tembok tinggi jadi tak kelihatan dari luar rumah.

Pak Ferdi duduk di gazebo sambil menikmati suara gemericik air. Ia sebenarnya berjanji pada dirinya untuk merahasiakan perihal kehadiran Fira selamanya hingga ia akan memaksakan menjadi wali nikah Fira.

Tapi sepertinya Allah ingin Fira tahu semuanya. Atau mungkin hukuman bagi Pak Ferdi yang tak mau jujur.

"Kenapa semuanya jadi seperti ini, aku sudah bahagian dengan keluarga kecilku. Tapi takdir seakan menghukumku," gumam Pak Ferdi lirih.

Ia menarik napas dalam sambil memejamkan mata, kemudian kembali membukanya. Manik hitam itu mengembun, menahan air mata agar tak jatuh.

"Apa yang salah, hingga rahasia yang kusimpan rapat harus terbkngkar dengan cara yang tak pernah kuduga sebelumnya." Pak Ferdi terus bertanya-tanya dengan suara lirih.

"Apa aku tak berhak bahagia?" tanya Pak Ferdi pelan.

Sudah 27 tahun rahasia itu aman. Hingga akhirnya kedatangan Revan ke rumah. Entah mengapa Pak Ferdi ingin memungkiri kenyataan kalau dia bukan ayah kandung Fira. Ia kekeuh ingin menikahkan anaknya.

Takdir seakan menghukumnya. Pak Ferdi bukan orang bodoh. Ia orang terpelajar, tahu hukum medis jika seandainya pernikahan incest terjadi. Masa depan anaknya akan tergadai.

Apalagi perlahan semua itu akan menghancurkan anaknya sendiri.

"Jika, pernikahan itu terjadi cepat atau lambat Fira juga akan tahu kalau dirinya bukan anakku. Kenapa, kenapa Fira harus tahu ... Ya Allah ...," lirih Pak Ferdi merintih dalam tangisnya.

Ia sudah tak kuasa menahan bulir bening itu. Berbagai kemungkinan buruk melayang dalam pikirannya. Jika, Fira tahu sekarang pastilah hatinya akan terluka. Pak Ferdi tahu persis kalau anaknya itu tak mudah jatuh cinta.

Jika dibiarkan pun takdir pasti akan membuka tabir itu dengan sendirinya dengan berbagai kemungkinan medis.

Setiap orang memiliki dua set 23 kromosom, satu set dari ayah dan yang lainnya diwariskan dari ibu (total 46 kromosom). Setiap set kromosom memiliki set genetik yang sama —berfungsi untuk membangun seseorang— artinya setiap orang memiliki satu salinan dari setiap gen. Poin terpenting dari yang membuat setiap manusia berbeda dan unik adalah salinan gen dari ibu bisa sangat bertolak belakang dari salinan yang didaapat dari ayah.

Singkatnya, seorang keturunan dari perkawinan sedarah akan memiliki keragaman genetik yang sangat minim dalam DNA-nya karena DNA turunan dari ayah dan ibunya adalah mirip. Kurangnya variasi dalam DNA dapat berdampak buruk bagi kesehatan anak dan keturunan, termasuk peluang mendapatkan penyakit genetik langka—albinisme, fibrosis sistik, hemofilia, dan sebagainya.

Efek lain dari perkawinan sedarah termasuk peningkatan infertilitas (pada orangtua dan keturunannya), cacat lahir seperti asimetri wajah, bibir sumbing, atau kekerdilan tubuh saat dewasa, gangguan jantung, beberapa tipe kanker, berat badan lahir rendah, tingkat pertumbuhan lambat, dan kematian neonatal. Satu studi menemukan bahwa 40 persen anak hasil hubungan sedarah antara dua individu tingkat pertama (keluarga inti) lahir dengan kelainan autosomal resesif, malformasi fisik bawaan, atau defisit intelektual yang parah.

"Jadi, jangan sampai anak keturunan kalian melakukan perkawinan sedarah atau incest ini!" ucap Pak Denis —dosen Pak Ferdi—.

Penjelasan Pak Denis, dosen yang paling dekat dengan Pak Ferdi dulu ketika ia kuliah, seakan kembali terputar dalam otaknya secara detil.

Pak Ferdi semakin terisak. Ia seakan kehilangan arah tak tahu apa yang mesti dilakukan sekarang. Ia butuh seseorang.

'Apa aku harus menemui Pak Denis,' ucap Pak Ferdi dalam hati.

Chapitre suivant