Mengambil sebuah kesepakatan secara sepihak telah dialihkan seutuuhnya oleh Eleora.
Gadis polos yang menunggu kepulangan dari rumah sakit tentunya juga enggan memberitahu akan apa terjadi barusan kepada orang tuanya.
Dia sudah cukup tahu bahwa mengenai kejadian tersebut sudah menjadi rahasia seperti masa lalu.
"Gimana keadaanmu, Eleora?"
"Terkejut aku, astaga Grace. Aku sudah lumayan membaik cuman pusing sih."
"Tapi aku harap ini sudah tidak kamu maklumi lagi Sonya, sumpah ya dia itu keterlaluan banget tahu."
"Sudahlah aku baik-baik saja, sekarang bantu aku untuk duduk di luar saja bosan aku di sini."
"Hem, selalu saja begitu kamu."
Dibantu menuju ke ruang lobby malah mengantarkan Eleora yang hendak duduk malah mendapat peluk.
Seorang laki-laki berparas tinggi dengan menggunakan baju sekolah memeluknya begitu erat.
Gerry yang datang untuk mengetahui keadaan Eleora telah mengantarkan sebuah peluk hangat.
Sebuah rasanya Eleora semakin yakin bahwa laki-laki memeluknya adalah orang yang tepat untuk berbagi.
"Kamu gimana keadaannya? Aku beneran khawatir sama kamu."
"Maaf kak, kita tidak bisa pelukkan berlama-lama."
"Oh iya lupa."
Pelukkan terlepas namun Gerry terus saja memberikan sebuah kepedulian terhadap Eleora meski ada guru pendamping datang.
Disamping sisi ini adalah sebuah kesempatan dimana Eleora menghubungi kedua orang tua untuk bertemu.
Eleora : Pa, aku lagi sakit papa segera pulang ya
Eleora : Ma, aku lagi sakit dan aku minta mama ada di rumah
Pesan sudah terkirim dan mereka yang ada di rumah sakit kali ini menuju ke sekolah.
Mereka yang menunggu taxi tak kunjung datang telah membuat laki-laki di sana menawarkan sebuah kendaraan.
Dengan berulang kali telah menjadikan penawaran membuat Eleora tiba saja merasa tak nyaman.
"Apa kamu baik-baik saja, Eleora?"
"Sedikit pusing saja, bu."
"Lebih baik kita ke rumah kamu saja ya? Kamu harus segera istirahat."
"Tidak usah, bu. Saya ke sekolah saja dulu."
"Begini, bu. Kalau saran Gerry lebih baik saya yang akan merawat Eleora." Tungkas Gerry.
Guru pendamping seketika mengerutkan dahi.
Sementara Eleora yang berada disamping hanya menjadikan tertawa kecil.
"Kamu itu masih bau kencur kalau pacaran, satu lagi kamu juga sedang dalam masa hukuman."
"Hukuman-hukuman, tetapi yang ada bukan berarti saya melewatkan perhatian."
"Dasar ya anak muda itu, hemm...."
"Ayolah, bu. Saya ingin melunasi hukuman itu dengan merawat Eleora."
"Baiklah, tetapi ingat baik-baik jangan buat keributan."
"Siap!"
Sampai di sekolah semua yang ada Gerry begitu gerak cepat.
Mengambilkan untuk membantu menggendong dan bahkan dibelikan soto tentu jadikan guru pendamping mengacungi jempol.
Kini yang tertinggal hanya mereka berdua saja di UKS dan Gerry pun berusaha memberikan upaya terbaik.
"Kamu pingan seperti tadi pasti karena belum kenyang sarapannya, sekarang ayo aku suapin makan sekarang."
"Kak."
"Kenapa, malu? Sudahlah kamu enggak usah malu, lagian juga aku mau kamu terbiasa akan hal ini."
"Maksudnya gimana, kak?"
"Sudah sekarang yang paling penting adalah kamu makan dulu dan segera sehat."
Eleora telah tersipu malu dan bahkan juga diantaranya sempat batuk.
'Uhuk, uhuk, uhuk.'
Dengan gerak cepat telah membuat Gerry seketika memberikan sebuah minuman.
Kelembutan laki-laki itu telah begitu dirindukan olehnya, tetapi dia pun teringat lagi akan sesuatu.
"Sudah kak, aku sudah begitu kenyang."
"Ya sudah sekarang kamu istirahat, ya biarkan aku tunggu di luar. Ya nanti kalau butuh apa bilang sama aku."
"Iya, kak."
Kepergian Gerry telah membuatnya segera mengecek ponsel.
Namun sayang kedua orang tuanya telah mengabaikan pesan yang dikirim dan bahkan juga hanya terbaca.
Kesungguhan hati begitu kecewa dan bahkan juga diantaranya dirasa ingin segera menyelidiki semua tanpa ada yang tersembunyi.
"(Kenapa kalian melakukan ini kepadaku, sebenarnya aku salah apa ke kalian? Sungguh menyebalkan.)"
Di dalam UKS dia begitu kesal, akan tetapi semua dibuat berbeda.
Laki-laki itu kembali dan kembali melakukan sesuatu yang tak kalah menarik.
Petugas piket diberikan sebuah camilan maupun juga minuman dan diantaranya juga meminta yang lain.
"Hey, kak. Ya ini aku ingin menunggu pacarku di dalam, tetapi aku mau kakak-kakak bantu aku."
"Bantu, bantu apa ini?"
"Ya kita baru sebiji jagung sih pacarannya, ya aku berniat ingin merawatnya. Jadi, aku minta tolong itu."
"Oh begitu, jadi ini camilan buat nyuap gitu?"
"Ya kalau kakak berkenan, ya silakan diambil."
"Baik. Ya kita semua setuju."
Gerry masuk ke dalam dan melihat kondisi Eleora ternyata hanya terpaku diam.
Sengaja menghampiri lagi telah membuat Eleora selalu saja dibuat serba bingung maupun terpaku.
Gadis polos itu pun juga berharap bahwa ini bukan hanya sekadar kedekatan, namun juga ada cinta di dalam.
Kedekatan yang semakin jauh membuat Gerry pun kali ini menatap bola mata kecoklatan.
"Eleora, hari ini dan detik ini aku ingin berkata jujur denganmu."
"(Astaga, apakah kak Gerry akan mengatakan sekarang?) Apa itu, kak?"
"Sebenarnya aku sangat begitu sayang dan cinta denganmu, ya aku sudah menyimpan cukup lama dan kali ini aku beranikan mengatakan."
"Memang kakak suka dari aku, apa?"
"Kamu itu baik dan pengertian."
"Terima kasih, kakak juga ya meski menyebalkan."
"Hehe iya, terima kasih kembali. Tapi, bolehkah aku mencintaimu?"
Dugaan Eleora sangat benar jika pria di dekatnya saat ini mengatakan.
Berulang kali jantungnya berdegup kencang.
"Hey, kok malah bengong sih kamu?"
"Eh, gimana kak?"
Dia yang terbaring sama sekali tidak ingin gegabah untuk menjawab, tetapi beruntung bahwa masih ada sebuah kesempatan untuk menjawab.
"Ya sudah jika begitu, ya mungkin kamu perlu waktu untuk menjawab pertanyaanku tadi."
"Maafkan aku ya, kak. Ya aku sama sekali tidak ada maksud untuk melukai kakak, tapi aku janji akan secepat mungkin menjawab."
"Baiklah, tapi aku minta jangan lama-lama ya?"
"Memang kenapa, kak?"
"Sudah kamu enggak perlu bertanya lagi, ya yang jelas aku hanya ingin kamu menjawab yang tepat."
Lengkung senyum kembali dikeluarkan dan bahkan juga tidak mau sembarangan.
"Sudah sekarang kamu jangan tegang, ya aku hanya ingin ketika belum ada jawaban kita masih bisa berteman seperti biasanya begitu."
"Iya, kak."
"Baiklah, sebentar. Ya aku ada sesuatu buat kamu."
"Apa lagi, kak?"
"Sudah jangan ada pertanyaan, sekarang tunggu sebentar."
Dalam hati Eleora cukup begitu penasaran dan bahkan juga diantaranya dibuatkan senyum-senyum sendiri.
Sesungguhnya hati maupun jiwa tidak bisa sembarangan menentukan jawaban hati.
Di tengah kembingan yang cukup begitu besar telah membuat jantung dia berdegup kencang maupun tak menentu sendiri.
"Ah, kenapa malah seperti ini sih? Sebenarnya aku baru kenal dengan kak Gerry, tapi kenapa malah jadi begini sih aku dibuatkan gugup tak menentu."