webnovel

Laki-Laki Istimewa

Di sebuah mini market tidak begitu mengantre telah mengambilkan Eleora untuk bisa lebih cepat mencari clue dari pengumpulan bukti.

Papa Argadana yang cukup cemas akan dirinya telah berusaha menghubungi, dan beruntung jika Eleora berhasil memberikan alasan cukup tepat.

"Maaf, pa. Maaf jika aku terlambat, ya soalnya aku harus beli kebutuhanku maupun juga beberapa camilan."

"Ya tidak apa-apa, papa harap jika mengenai itu lebih baik kamu berikan kabar terlebih dahulu."

"Iya. (Syukurlah, papa sama sekali tidak curiga.)"

Semua berjalan seperti biasanya dan bahkan Eleora menuju ke dapur untuk mencuci piring ia pun mendapat pesan dari Gerry.

Laki-laki itu telah meminta sebuah janji untuk jalan bersama dengan Eleora.

Merasa jika papa Argadana tidak menyukai ada seorang laki-laki datang ke rumah akhirnya membuat Eleora mengubah pola sendiri.

Berpikiran untuk pergi dengan sahabatnya tentu tak akan menjadikan sang papa marah.

Eleora : Grace, kita jadikan keluar?

Eleora : Aku sudah siap ini

Eleora : Jangan lama-lama ya

Grace : Okay, sabar ya otw ni

Eleora yang bergegas mengambil tas maupun juga parfum telah dimasukkan.

"Loh, mau ke mana Eleora?"

"Oh iya aku lupa kalau hari ini aku ada janji dengan Grace. Bolehkan aku pergi?"

"Emm, boleh sih. Tapi ada laki-laki enggak ni?"

"Tenang saja, pa. Aku hanya dengan sahabat aku aja kok, ya boleh ya?"

'Bim, bimmm, bimmm.'

"Ya sudah iya, itu udah datang Grace sepertinya."

"Oke. Eleora berangkat dulu papa, bye!"

Bernafas cukup lega jika papa Argadana tak menaruh curiga maupun banyak tanya.

Melepas jaket yang dikenakan maupun ikat rambut membuat Grace merasa jika temannya telah berubah.

"Wih... Tumben kamu pakai baju kayak begini?"

"Sudah jalan aja."

"Emang mau apa sih? Jadi penasaran akunya."

"Dasar jadi orang KEPOan, sudah jalan nanti aku kasih tahu."

Mobil pun berjalan dan Eleora telah asyik dengan ponsel.

Eleora : Aku sudah siap, kak

Kak Gerry : Okay, aku ingin kita ketemu di Cafe Mocca

Eleora : Siap

Memberikan sebuah aba-aba menuju ke Cafe Mocca tentu telah dilakukan oleh Grace.

"Sudah sampai. Sebenarnya kamu kenapa sih ajak aku ke sini?"

"Nanti juga tahu."

Selang beberapa waktu saja Gerry pun muncul dengan menggunakan jaket hitam.

Apa yang menjadikan Eleora kali ini memang penampilannya cukup fantastis.

Seorang sahabat sama sekali tidak menyangka bahwa Eleora bisa lebih menawan dibanding di sekolah, dan juga ditambah lagi oleh Gerry.

"Ngapain kamu ke sini?" Ketus Grace.

"Grace. Udah, aku memang sengaja bertemu dengan kak Gerry dan aku minta kamu untuk menjadi alasan papaku."

"Astaga Eleora. Apa kamu sama sekali tidak takut kalau nanti ketahuan?"

"Aku harap sih tidak, jadi ya aku minta maaf kalau kamu jadi tumbalnya aku."

"Ya sudah kalau begitu, ya tahu gitu tadi aku naik sepeda saja."

"Sudah jangan marah, sekarang kalian berdua pesan dulu dan aku mau ke toilet." Pinta Gerry.

Grace menerima begitu saja akan apa yang dilakukan Eleora, sedangkan gadis itu pun juga memberitahu sembari menunggu pesanan datang.

"Jadi, sebenarnya aku tidak hanya bertemu dengan kak Gerry."

"Lalu, kamu mau apa?"

"Ya aku hanya berhutang budi dengan dia, ya asalkan kamu tahu kalau kak Gerry pahlawanku."

"Maksudmu, El?"

Eleora pun menjelaskan jika laki-laki yang diajak bertemu itu sudah menjadi benteng perlindungan ketika dihadapkan oleh kepala BK.

Dengan merasa cukup membantu Eleora sengaja mau dalam pertemuan sore ini dan bahkan juga diantaranya ingin membalas budi.

"Astaga. Kamu yakin kalau dia pahlawan untukmu, El?"

"Kenapa tidak? Sebenarnya aku juga menyimpan rasa, tapi aku belum berani mengatakannya."

"Astaga. Kamu tidak sedang panaskan?"

Tangan Grace seketika ditempelkan ke jidat Eleora yang menganggap temannya sedang bermimpi.

"Aku sama sekali tidak panas maupun sakit, tapi ada yang lain."

"Apa itu?"

"Habis ini kamu harus ikut denganku."

"Apa?"

"Sudah nanti saja, itu kak Gerry sudah datang."

Laki-laki usai dari toilet itu pun datang dan membenarkan jaket yang dikenakan.

Bersama akan kedatangan Gerry makanan pun telah datang.

Pesanan yang diminta oleh Gerry maupun juga dengan Eleora ternyata sama.

Persamaan itu membuat Grace merasa mereka telah janjian berpesan.

Ketiga orang telah tertawa dan bahkan juga Eleora yang kali ini dekat dengan Gerry malah justru malu-malu kucing,

"Oh iya Eleora. Ya lain kali kalau ketemu sama aku mending aku jemput."

"Maaf, kalau mengenai itu aku tidak bisa. Ya aku tidak ingin papa aku marah lagi."

"Ehem!" Sela Grace.

Keduanya sama-sama menunduk dan bahkan juga menyantap maknan di meja malah membuat tangan Eleora kesakitan.

Tangan yang sebelumnya terkena air panas malah kembali terluka akan hot plate.

"Aduh!"

"Astaga. Huppp, huppp."

Dengan secara spontan Gerry mengambil tangan Eleora lalu ditiupnya perlahan.

Tidak mau gadis yang dikenal kenapa-kenapa dia telah meminta tolong.

"Grace. Maaf, kamu ada obat merah?"

"Iya ada, sebentar."

Sembari menunggu obat merah telah membuat Gerry terus saja meniup luka di tangan Eleora.

"Aduh."

"Perih ya? Sabar ya, sini sambil menunggu Grace aku tiup dulu biar berkurang sakitnya."

"Sudah enggak usah, kak."

"Sudah enggak papa, sabar sebentar ya?"

Disaat itu juga Eleora melihat ketulusan seorang laki-laki yang baru dikenal.

Hatinya begitu ingin segera mengatakan terima kasih sekali lagi, tetapi Eleora sama sekali tak berani.

"Ini kak, obat merahnya."

"Iya."

Memberikan sebuah obat merah maupun juga plester luka membuat Eleora kesakitan.

"Aduh sakit, kak."

"Tahan sebentar ya? Aku tahu kalau kamu itu kuat kok."

"Iya."

"Nah udah selesai, lain kali hati-hati ya?"

"Iya."

Kemesraan tidak berhenti begitu saja.

Tangan kanan yang tidak bisa mengambil nasi malah semakin membuat mereka bertambah mesra.

Grace yang merasa tidak tahan hanya memainkan garpu maupun sendok di atas piring.

Gerry tak acuh akan hal apa saja yang membuatnya tidak bisa melakukan kemesraan dan dipilihkan terus menyuapi Eleora.

"Sudah sekarang kamu buka mulut."

"Enggak ah kak, malu aku."

"Sudah enggak apa."

"Nyam."

"Gimana enak enggak?"

"Enak kak."

"Ini lagi."

"Udah kak, Eleora bisa sendiri kok."

"Sudah enggak papa, sekali lagi ini."

Mereka terus saja mengumbar kemesraan meski tanpa hubungan yang pasti.

"(Aku sama sekali tidak percaya jika kak Gerry bisa melakukan itu ke Eleora. Semoga saja mereka segera mendapatkan kepastian hubungan, kasihan Eleora semenjak papa dan mamanya pisah belum mendapatkan kebahagiaan lagi.)"

Eleora pun memberikan sebuah senyum ketika sesuap nasi sudah masuk ke dalam lalu dikunyahnya perlahan.

"(Thanks God. Engkau memberikan sebuah kesempatanku untuk menemui seorang laki-laki yang istimewa di depanku. He he, jadi malu.)"

Chapitre suivant