Mencari sebuah bukti yang tepat tentu saja tidak mudah bagi siapa saja termasuk Eleora.
Gadis polos itu terpengaruh akan apa yang dikatakan oleh Sonya.
Di sebuah apartemen milik mama Merry ia berusaha mencari sebanyak mungkin barang yang dirasa cukup dicurigai.
Satu diantaranya sudah ia dapatkan dan Eleora tidak lupa memfoto maupun juga mencatat.
"Semoga saja dengan ini aku bisa membuktikan akan omongan Sonya."
Namun pencarian itu tak bisa lama. Disaat bebarengan Eleora mencari malah mamanya sudah kembali dari mini market.
"Sayang!"
"Eh mama, sudah sampai. Cepat banget."
"Iya. Kamu cari apa?"
"Aku cari power bank. Ini ponselku lowbatt."
"Mama enggak ada power bank, tapi itu charger di laci bawah."
Beruntung kali ini Eleora sama sekali tidak dicurigai oleh mama Merry.
Eleora yang juga tidak meninggalkan kecurigaan akhirnya berhasil bersandiwara di hadapan sang mama.
"Kamu mau ramen pedas tidak sayang?"
"Boleh, ma."
'Ting.'
Suara bel apartemen telah berbunyi. Eleora curiga mungkin kedatangan orang ini bisa menambah clue penyelidikan.
Pengharapan salah. Seorang yang datang bukanlah pria melainkan tangan kanan mamanya.
"Selamat sore, bu. Ini ada berkas yang harus ditanda tangani segera."
"Okay, terima kasih. Sekarang kamu bisa kembali."
Melihat ini semua Eleora tidak bisa berkata maupun melakukan apa-apa. Pasrah dengan ini setelah makan ramen dia berpamit.
"Ma, ini sudah pukul empat lebih. Ya sebelum papa pulang aku harus segera pulang."
"Loh, kenapa harus buru-buru? Mama masih kangen sama kamu."
"El juga masih kangen dengan mama, tapi...."
"Iya mama tahu pasti papa kamu akan marah."
"Kenapa sih mama dan papa enggak bersatu saja? Aku jadi terpisahkan dengan kalian."
"Sudah, sudah. Sekarang kamu pulang biar diantar lagi saja sama om Oje."
"Enggak usah, ma. Aku bisa kok naik taxi."
"Ya sudah, sebentar."
Mama Merry pun telah mentransfer sejumlah uang ke rekening Eleora.
Uang itu mungkin dirasa lebih dari cukup untuk Eleora, tetapi sang gadis sama sekali tak menginginkan sedikitpun.
Eleora yang pulang berpas-pasan dengan om Oje malah terjadi sesuatu.
"Halo. Sudah selesai ya? Aku anter ya atau mau jalan-jalan, atau mau ke mana dulu?"
"Tidak usah, om. Saya bisa pulang sendiri."
"Baiklah, ini uang saku buat kamu."
Dengan segepok uang sejuta telah disodor ke arah Eleora.
Orang baru dikenal tentu saja membuat dia jelas akan menolak.
"Tidak perlu, saya masih ada uang lebih untuk pulang."
"Baiklah. Ya jika butuh uang cari om Oje saja."
Bersikap tak acuh dan bergegas pergi meninggalkan apartemen dia pun masuk ke dalam taxi.
Sebuah kelegaan tentu dirasakan Eleora ketika sudah tidak berhadapan dengan om Oje.
Dengan sedikit ifill tentu membuat ia hanya geleng-geleng kepala sendiri.
"Pak. Kita ke jalan Kenanga nomer lima belas."
"Baik, mbak."
Mobil ingin melaju dan di tengah-tengah malah yang ada seorang justru berhenti di depan.
"Kenapa tidak berjalan, pak?"
"Ada mobil menghalangi, mbak."
"Aduh, siapa lagi sih?"
Eleora pun membuka jendela mobil, Dia melihat ada seorang laki-laki terus saja menghadangnya.
Sedikit merasa terusik dia pun keluar dari taxi.
'Tok, tok, tok.!'
"Maaf, bisa buka jendela mobilnya?"
Mendengar akan hal itu orang pemilik mobil telah membuka dan betapa terkejutnya Eleora.
"Papa?"
"Kenapa? Sekarang kamu naik ikut dengan papa."
"Maaf, pa. Tapi sekarang aku ingin ke rumah Grace."
"Papa sama sekali tidak peduli, sekarang kamu harus ikut dengan papa."
"Tapi aku sudah pesan taxi."
Dengan cukup arogan papanya telah memperlakukan kekerasan terhadap anaknya sendiri.
Eleora benar-benar tidak bisa melawan dan bahkan juga dia diminta untuk diam.
"(Kenapa papa tahu aku di sini?)"
Diam seribu bahasa tentu mengharapkan juga menemukan sesuatu yang dirasa mencurigakan.
Sepanjang perjalanan yang tidak tahu akan dibawa ke mana membuat Eleora semakin bingung.
Arah rumah yang seharusnya belok ke arah kiri, kini malah justru berbelok ke arah berlawanan.
"Kita mau ke mana sih, pa?"
"Sudah kamu diam saja, papa mau ajak kamu ke rumah makan."
"Enggak usah. Tadi aku dikasih makanan sama si Grace, ya nanti aku hangatkan makanannya."
"Ya sudah jika begitu, papa ikut kamu saja."
Eleora pun sedikit tenang disaat sang papa mengikuti perkataannya.
Tiba di rumah telah mengambilkan Eleora segera menghangatkan makanan.
Dengan merasa bisa mengambil kesempatan tentu tidak ingin dibuang begitu saja sekarang.
"Papa tinggal mandi dulu, sekarang kamu hangatkan nanti taruh di meja dulu saja."
"Iya, pa."
Eleora telah menghangatkan makanan dan dia pun bergegas masuk ke dalam kamar.
"Duh. Mana yang harus aku cari dulu? Aku tidak mungkin berlama-lama di sini."
Waktu telah berjalan sangat cepat namun dia sama sekali tidak menemukan barang yang dirasa dicurigai.
"Em, bau apa ini? Alahmak, sayur!"
Dia terlupa bahwa sayur yang dihangatkan itu telah ditinggal.
Bergegas menuju ke dapur untuk mematikan malah membuat Eleora menyenggol panci.
"Aduh, panas!"
"Eleora!"
Mendengar sebuah teriakkan papa Argadana membuat dia bergegas menuju ke kamar lagi,
"Ada apa, pa?"
"Handuk papa ketinggalan, bisa enggak mengambilkan untuk papa?"
"Iya, sebentar."
Papa Argadana telah meminta tolong kepada Eleora dan betapa terkejutnya gadis itu.
"Aaaa, papa!"
"Kenapa?"
"Kenapa papa telanjang sih?"
"Sudah, mana handuknya? Enggak usah banyak tanya milik papa."
Berlari kembali menuju ke dapur telah dipersiapkan makanan, tetapi disamping itu juga kesempatan datang lagi.
"Emm, papa rasa makanan ini kurang lengkap jika tanpa minuman bersoda."
"Biar aku belikan."
"Ya sudah, ini kuncinya. Tapi pesan papa kamu hati-hati bawa mobilnya."
"Iya."
Kesempatan mengendarai mobil sekaligus mencari bukti dirasa tidak ingin membuangnya.
Pertama kali masuk awalnya sang papa terus saja mengintai dari lantai atas.
"(Aku lihat papa masih memantau, aku malah semakin curiga kalau di sini aku bisa menemukan sesuatu.)"
Mobil pun berjalan menjauh dari rumah dan Eleora bisa mengambil kesempatan kali ini.
Waktu tidak mungkin banyak karena hanya membeli minuman bersoda dan Eleora pun mempercepat geraknya.
"Astaga, kenapa ketika sedang ada kesempatan malah begini sih?"
Beberapa laci mobil justru terkunci rapat, tetapi bersamaan dengan itu Eleora menemukan sebuah anting.
"Ada anting. Anting siapa ini? Perasaan mama tidak pernah koleksi anting kayak begini? Baiklah, lebih baik aku catat dan aku potret dulu."
Satu bukti dari sang papa berhasil ditemukan dan ingin mencari bukti yang lain malah dihubungi.
'Clunting.'
Papa : Eleora, kamu kok lama sih? Ini papa sudah lapar.
Eleora : Iya, pa. Sabar ya ini kasir sedang antre, ya sekalian ini beli kebutuhan aku
Papa : Oke, jangan lama-lama loh
Eleora : Siap, pa