webnovel

Berantem

"Sekali lagi saya tanya, apa masalah yang menyebabkan kalian sampai ribut?" tanya Pak Haris sekali lagi.

Tidak ada yang berniat menjawab pertanyaan Pak Haris, mereka berdua sama-sama memikirkan kira-kira jawaban apa yang patut diberikan kepada Pak Haris agar tidak membuat malu. Tidak mungkin jika Angkasa dan Langit harus berkata jujur, bisa-bisa mereka ditertawakan bahkan diejek oleh guru galak itu.

Hening, sampai lima menit berlalu hanya ada keheningan saja yang melanda. Seperti tidak ada mulut, Pah Haris memijat pelipisnya pelan. Pandangannya dia alihkan ke sembarang arah agar tidak emosi melihat dua siswa yang ada di hadapannya saat ini. Mereka berdua sudah terlalu sering berantem, sampai melakukan aksi tonjok menonjok.

Pak Haris melipat kedua tangannya di depan dada. "Oke, karena tidak ada yang mau menjawab. Maka dari itu bapa akan kasih hukuman sama kalian, tadinya bapa akan memberikan toleransi kepada kalian karena kalian berdua sudah mau lulus. Tapi berhubung mulut kalian berdua tidak berfungsi, bapa akan menjatuhkan hukuman kepada kalian, hormat bendera selama dua jam pelajaran setiap pagi," ancamnya.

"Eh jangan dong pak," protes Langit. "Oke, kita ngaku. Kita berdua berantem karena masalah cewek," akunya.

Pak Haris berdecak pelan, anak remaja jaman sekarang sepertinya kekurangan perempuan. Padahal di dunia ini sangat banyak perempuan, tidak perlu memperebutkan satu orang perempuan. Angkasa malu, mulut Langit tidak bisa diajak kompromi. Kepala Angkasa terus tertunduk sedangkan matanya dia pejamkan karena menahan malu. Langit tidak berpikir panjang, benar-benar membuatnya kesal.

"Yang benar? Hanya karena masalah itu kalian sampai berantem sampai tonjok-tonjokkan? Oh ayolah jangan kayak anak kecil. Oke, karena kalian sudah mau ngaku maka bapa berikan keringanan hukuman. Silahkan kembali ke kelas dan jangan sampai mengulangi kesalahan yang sama," nasehat Pak Haris.

Angkasa menengadahkan kepalanya dengan cepat, lalu menyalami punggung tangan Pak Haris dan mengucapkan terima kasih berulang kali, "Makasih banyak pak, saya janji gak akan ngulangin kesalahan yang sama. Kalo gitu saya balik ke kelas ya pak."

"Makasih juga pak, saya ke kelas juga ya pak. Do'ain semoga gak ada masalah serupa, assalamu'alaikum." Lalu, Langit turut meninggalkan ruang kepala sekolah.

Bel istirahat pertama sudah berbunyi dengan nyaring, para murid berhamburan meninggalkan kelas masing-masing dan seketika kantin penuh. Karena banyak yang tidak sabar ingin segera mengisi perut mereka yang keroncongan, sudah didemo oleh para cacing sejak jam pelajaran tadi. Vallerie bersama kawan-kawannya, termasuk dalam tipe murid yang kelaparan juga.

Untung saja mereka masih kebagian tempat duduk, sehingga tidak perlu makan di kelas. Mereka memesan makanan dan minuman yang sama, yaitu mie goreng dan teh lemon. Mereka duduk dalam satu meja yang sama, menyantap makanan masing-masing dengan lahap seperti orang tidak makan selama satu tahun.

Joko, adalah orang pertama yang berhasil menghabiskan makanannya dalam waktu dua belas menit. Disusul oleh Bagas, Kejora, Vallerie, terakhir Nara. Mereka tersenyum saat melihat piring yang berada tepat di depan mereka sudah bersih, tak ada makanan tersisa sedikit pun di sana. Kecuali Vallerie, dia masih berusaha memastikan apakah di piringnya masih ada makanan atau tidak.

"Tenang aja Vall, makanan kamu udah habis kok. Sini piringnya satuin." Kejora mengambil piring yang ada di hadapan Vallerie, lalu menyatukannya dengan piring mereka semua yang ada di tengah.

Joko menopang kedua dagunya menggunakan tangan. "Geng, gimana rencana kita? Supaya buat Si Langit curut itu kapok?" tanyanya penasaran.

"Lo ikut gue, yuk? Kita taro bangke tikus yang berdarah-darah ke atas motor Langit!" ajak Bagas.

Hanya mendengarnya saja sudah membuat orang ingin muntah, apa lagi melihatnya langsung? Mungkin saja Langit bisa pingsan. Sebenarnya hal itu tidak boleh dilakukan, tapi mau bagaimana lagi jika seseorang sudah kesal pasti segala cara akan dia lakukan untuk membuat orang yang telah berbuat jahat merasa kapok. Meski mereka belum tahu apakah dengan melihat bangkai tikus yang berdarah banyak bisa membuat Langit tobat atau tidak.

Nara memasang ekspresi wajah jijiknya. "Iwh, eneg aku dengernya. Udah sana kalian cepet ke parkiran motor, hati-hati jangan sampai ada yang tahu!" titahnya.

Bagas mengangkat salah satu ibu jari tangannya, kemudian menjawab, "Siap, kalian semua tenang aja. Apa sih yang gak bisa Bagas lakukan."

Kemudian, Bagas dengan cepat mengajak Joko ke parkiran motor sekolah. Sekarang di meja hanya ada Vallerie, Kejora dan Nara saja. Vallerie berdiam diri sedari tadi sebab dia mengkhawatirkan kondisi Langit. Jika Langit sampai kenapa-kenapa, mungkin dia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena sudah menyetujui ide jahat yang diberikan Nara tadi pagi.

Nara menatap Vallerie penuh tanya. "Kamu kenapa diam aja Vall?" tanyanya.

"Eum, aku takut kalo nanti setelah lihat darah phobia Langit kambuh lagi. Apa kalian yakin kalau Langit gak akan kenapa-kenapa? Terus, nanti kalau dia tahu terus aku yang disalahin gimana?" Raut wajah Vallerie sangat kelihatan cemas.

Kejora menepuk pundak Vallerie beberapa kali, memberikan ketenangan untuk temannya itu kemudian berucap, "Tenang aja Vall, Langit gak mungkin selemah itu. Sekarang mending kita ke kelas yuk? Baca-baca buku kan nanti ada ulangan pajak."

Tidak ada respon dari Vallerie, dia diam saja sebagai jawaban bahwa dia mau ke kelas. Sementara Nara menganggukkan kepalanya cepat, Kejora dan Nara membantu Vallerie berjalan dengan pelan meninggalkan kantin. Tak lupa membawa The White Cane, atau tongkat yang biasa digunakan Vallerie agar bisa berjalan dan melakukan mobilitas.

***

Waktunya pulang sekolah telah tiba, Langit bersama ketiga sahabatnya memasuki area parkiran motor secara bersama-sama. Tapi, saat Langit hendak menaikki motornya dia dibuat bingung ketika melihat sebuah kantung kresek berukuran kecil berada tepat di atas jok motor ninjanya. Langit mengerutkan keningnya, menatap lingkungan sekitarnya dengan tatapan bingung, pasti ada orang yang ingin jahil.

Awalnya Langit tidak berniat membuka kantung kresek tersebut, tapi dia penasaran juga. Alhasil Langit membuka kresek tersebut, betapa terkejutnya Langit saat melihat apa isinya. Sebuah bangkai tikus yang amat bau, bahkan banyak darah membuat Langit merasa mual. Dengan cepat dia melempar kresek berisi bangkai tersebut asal ke jalanan di parkiran.

Raja, Resta dan Alga yang melihat Langit mulai memuntahkan isi dari perutnya segera menghampiri teman mereka itu. Raja menepuk-nepuk punggung Langit agar lelaki itu bisa lebih banyak lagi muntah, supaya lega. Sementara Resta mengeluarkan botol minumnya, sedangkan Alga berlari menuju UKS untuk meminta minyak angin, karena mereka mengira jika Langit muntah seperti itu karena masuk angin.

"Lang, lo gapapa? Lo sakit? Kuat gak pulang naik motor sendiri?" tanya Raja bertubi-tubi.

Chapitre suivant