webnovel

Bully

Pelajaran bahasa Jepang sedang berlangsung di kelas sebelas akuntansi tiga. Bu Ayesha selalu guru bahasa Jepang menerangkan dengan serius, para murid memperhatikannya dengan sungguh-sungguh. Banyak murid yang suka pelajaran bahasa Jepang karena gurunya baik hati dan seringkali memberi toleransi kepada siswa yang tidak mengerjakan tugas.

Di tengah pelajaran bahasa Jepang yang sedang berlangsung, tiba-tiba Vallerie teringat kepada Nara, dia takut jika Nara akan turut pergi meninggalkannya seperti Sahara waktu itu. Air mata mulai membasahi kedua pipi mulus Vallerie, isak tangis pelan juga mulai kedengaran. Tangisannya semakin pecah sampai bukunya terkena air mata itu.

Bu Ayesha seketika menghentikan aktivitas mengajarnya, punggung Vallerie kelihatan mulai bergetar karena tangisnya semakin menjadi-jadi. Bu Ayesha duduk tepat di samping Anak didiknya tersebut, lalu membawa Vallerie ke dalam dekapannya. Pelukan itu hangat, sebelumnya Vallerie belum pernah mendapat pelukan hangat seperti ini dari seorang Ibu.

"Valle, yang sabar ya. Ibu yakin pasti Nara gak akan kenapa-kenapa kok, dia kuat," nasehat Bu Ayesha.

"Kalau kamu nangis kayak gini, gimana Nara mau sembuh? Yuk fokus belajar lagi ya."

Tangan lembut Bu Ayesha senantiasa mengusap rambut Vallerie lembut. Dia bisa merasakan apa yang Anak didiknya rasakan itu. Karena sebagai seorang guru, Bu Ayesha juga tidak mau kehilangan Nara. Meski semua guru juga tahu bahwa dulu Nara bukanlah anak yang baik, bahkan pernah ada kabar bahwa Nara sempat hamil di luar nikah namun menggugurkannya.

Perlahan, Vallerie melepaskan pelukannya dari tubuh Bu Ayesha. "Makasih bu, tapi saya takut bu. Kalau Nara gak ada, saya sendiri gak ada yang mau nemenin saya. Jujur aja, saya juga pengen punya banyak temen cewek," ungkapnya dari lubuk hati yang paling dalam.

"Ibu yang bakal nemenin kamu, sayang. Tapi ibu percaya kok, pasti Nara sembuh. Kan pertolongan cepat juga, jadi gak mungkin Nara pergi ninggalin kamu," jelas Bu Ayesha. "Sekarang, kamu mau lanjut belajar atau ke ruang guru untuk menenangkan diri?" lanjutnya.

Vallerie terdiam, sekarang dia tidak bisa fokus belajar. Mungkin lebih baik ke ruang guru saja agar dirinya bisa lebih tenang. Daripada memaksakan diri untuk belajar dan nantinya mendapat nilai yang kurang memuaskan. Vallerie menatap Bu Ayesha takut-takut, semoga saja kabar tentang dirinya yang tidak ikut pelajaran bahasa Jepang tidak sampai ke telinga Ragil.

Vallerie menatap Bu Ayesha serius, kemudian berucap, "S-saya mau ke ruang guru aja bu, tapi tolong jangan kasih tahu ayah ya, bu? Saya takut ayah marah besar."

"Kenapa? Ayah kamu harus tahu hal ini Valle, gak usah takut. Nanti ibu yang akan menjelaskannya," papar Bu Ayesha.

"Tapi--"

"Sudah, gak perlu takut. Sekarang kamu ikut ibu ke ruang guru ya, jangan paksakan belajar." Lalu, Bu Ayesha membantu Vallerie untuk berdiri dan membawanya ke ruang guru.

***

Jam pelajaran hari ini sudah berakhir di SMK Indonesia Raya. Terukir seulas senyuman di wajah cantik Vallerie ketika dia mendengar bel tersebut. Sepulang sekolah dia tidak akan langsung pulang ke rumah, tetapi ke rumah sakit terlebih dahulu untuk mengetahui bagaimana kondisi Nara saat ini.

Angkutan umum adalah kendaraan yang Vallerie pakai untuk pergi ke rumah sakit. Kebetulan jarak antara sekolah dengan rumah sakit tidak terlalu jauh, jadi Vallerie tidak perlu khawatir akan pulang terlambat ke rumah. Mungkin sebelum hari malam, Vallerie bisa tiba di rumahnya.

Sesampainya di rumah sakit, Vallerie bertanya terlebih dahulu kepada resepsionis di mana ruangan Nara. Ternyata Nara sudah dipindahkan ke ruang rawat, di depan ruang rawat Nara ada Bagas bersama Rayn, Ayah Nara sedang duduk di kursi panjang. Wajah mereka kelihatan tenang, Vallerie yakin pasti tidak terjadi sesuatu yang buruk kepada Nara.

"Permisi, om. Gimana kondisi Nara? Dia baik-baik aja kan om?" tanya Vallerie dengan sopan, lalu dia duduk tepat di samping Rayn.

Rayn menolehkan kepalanya ke samping, kedua manik matanya menatap Vallerie teduh. "Kamu teman Nara? Terima kasih ya, karena kamu sudah menyelamatkan nyawa anak saya. Coba kalau Nara terlambat di bawa ke rumah sakit, mungkin saya sudah tinggal sendirian sekarang," ucapnya penuh rasa terima kasih.

Lega rasanya ketika Vallerie mendapat kabar bahwa Nara baik-baik saja. Itu berarti ketika di sekolah nanti, Vallerie tidak akan sendirian. Masih ada orang yang mau menemaninya dan bisa menyelamatkannya ketika suatu saat ada aksi pembullyan yang menimpa dirinya lagi. Vallerie tersenyum bahagia, tidak ada hari yang lebih bahagia lagi dari hari ini.

"Kalau boleh tahu, gimana kondisi Nara om? Apa aku boleh masuk buat jenguk?" tanya Vallerie tak sabaran.

"Boleh Vall, masuk aja. Kondisi Nara juga gak terlalu parah jadi dia tadi udah sempat siuman." Bukan Rayn yang menjawab, melainkan Bagas.

Vallerie tidak sabar ingin segera melihat bagaimana kondisi Nara, dia bangkit dari posisi duduknya lalu masuk ke ruang rawat Nara. Tampak sosok Nara sedang berbaring sembari memainkan ponselnya di atas brankar. Nara menoleh ketika melihat sosok Vallerie mulai berjalan menghampiri dirinya. Nara dan Vallerie sama-sama tersenyum, karena masih dapat bertemu.

Vallerie menatap Nara khawatir, kemudian bertanya, "Ra, kamu gapapa 'kan? Ada yang sakit? Sini biar aku panggil dokter."

"Gak ada kok Val, santai aja. Oh iya gimana Ayana? Dia udah di bawa ke kantor polisi?" jawab Nara lembut, lalu bertanya kepada Vallerie.

"Tenang, tadi dia udah dilaporkan ke guru. Mungkin sekarang dia udah dibawa ke kantor polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatan dia. Aku gak nyangka sih ternyata dia bisa nekat gitu," jelas Vallerie.

Nara menganggukkan kepalanya beberapa kali pertanda dia mengerti. Keheningan melanda keduanya, topik pembahasan mendadak mati. Nara dan Vallerie sama-sama berusaha mencari topik apa yang bisa mereka bahas. Tapi sayangnya tidak ada, sampai akhirnya kedengaran suara pintu ruang rawat terbuka menampilkan sosok Bagas di sana.

Bagas membawa dua buah kantung kresek berisi bubur untuk Nara dan Vallerie. Bagas menaruhnya di atas nakas, lalu menuang bubur tersebut ke mangkuk berwarna putih dengan gambar ayam. Kebetulan sekali dua gadis remaja itu sedang lapar, Vallerie segera mengambil salah satu mangkuk yang ada di nakas dan melahap bubur tersebut sampai habis.

"Akhirnya, kamu tahu aja Gas kalau aku lagi laper, hehe," ungkap Vallerie diakhiri dengan cengiran khasnya.

Bagas menggelengkan kepalanya pelan. "Ya ampun, lo kayak anak gak dikasih makan aja. Untung aja gue beliin bubur, kalo enggak mungkin lo bisa mati kelaparan kali ya," ejeknya.

Cengiran khas tampak di wajah cantik Vallerie, bubur yang tadi Bagas beli sudah habis dalam waktu lima belas menit saja. Berbeda dengan Nara yang belum menyentuh buburnya sama sekali, dia malas makan. Sebab tangan sebelah kanannya diinfus sehingga sulit untuk bergerak.

Chapitre suivant