webnovel

Perasaan

Putri tersenyum lebar, Fatimah yang melihat hal itu pun menatap tidak percaya. Ternyata diam-diam senior Aziz itu membantu mereka juga untuk kembali berbaikan, tapi entah bagaimana dia sekarang?

"Kamu masih sering bertemu dengannya? Hingga sekarang?" tanya Fatimah dengan heboh.

"Ya bagaimana ya, rumah kami kan di tempat yang sama. Hanya berjarak 3 rumah saja, jadi ya cukup sering bertemu sih!" jawab Putri dengan malu-malu.

Fatimah yang melihat gelagat dari temannya itu langsung memincingkan matanya curiga, tentu ia sangat hafal dengan tingkah laku Putri yang satu itu.

"Jangan bilang kamu suka dengan kak Aziz? Hayo ngaku!" tanya Fatimah langsung.

Seketika Putri langsung gelagapan karna isi hatinya ketahuan, ia pun mengelak dan mencoba membohongi Fatimah dengan gelengan di kepalanya.

"Tidak, siapa bilang? Aku biasa saja kok dengan kak Aziz," jawab Putri dengan gugup.

"Yakin?" goda Fatimah pada Putri.

Putri menatap Fatimah bingung, dan akhirnya ia pun mengakuinya.

"Iya deh iya, kamu memang paling tau!" ungkap Putri dengan pasrah.

"Jelas dong, aku kan kenal kamu sudah 4 tahun lebih. Tentu hal seperti ini aku sudah hafal, dan apa yang aku katakan memang benarkan? Kamu menyukai kak Aziz?" jelas Fatimah dengan yakin.

"Iya, aku memang menyukainya. Puas kamu? Bener-bener deh, rahasia aku terbongkar begitu saja!" jawab Putri dengan keluhannya.

Fatimah pun tertawa geli melihat ekspresi malu Putri, rasanya sudah lama sekali ia tidak melihatnya. Rasa senang menguasai hati Fatimah, ia sangat bersyukur karna sekarang pertemanannya dengan Putri sudah kembali membaik seperti dulu.

"Percuma kamu membohongi aku, karna semua itu tidak akan berhasil!" balas Fatimah dengan percaya diri.

"Iya deh iya, oh iya kamu tau tidak bagaimana kabar kak Ali sekarang?" jawab Putri mengalihkan pembicaraan.

Fatimah langsung terdiam, lalu ia menggeleng pelan menjawab pertanyaan Putri tentang pria itu.

"Kamu beneran tidak tau? Tidak mencoba untuk cari tau?" tanya Putri memastikan.

"Tidak!" jawab Fatimah apa adanya.

"Kenapa? Karna aku ya?" tanya Putri lagi sendu.

Fatimah tidak menjawab, ia hanya tersenyum tipis menjawab pertanyaan Putri itu. Setelah hari dimana Ali menyatakan perasaannya pada Fatimah dan di tolak oleh gadis itu, Ali tidak lagi terlihat di kampus atau dimana pun. Pria itu hilang bagai di telan bumi, Fatimah sempat mencarinya untuk meminta maaf tapi ia tidak kunjung menemukannya. Dan akhirnya Fatimah hanya bisa pasrah, lalu mendoakan keselamatan Ali dimana pun dia berada.

"Ma, sekarang kak Ali berada di London. Dia bekerja di perusahaan orang tuanya yang ada di sana untuk sementara, dan sebentar lagi kak Ali akan kembali ke Indonesia!" ungkap Putri memberitahu.

Fatimah yang mendengar hal itu dari Putri pun mengernyit bingung, baginya cukup aneh saat Putri mengetahui semua itu dengan detail padahal mereka sudah tidak lagi bertemu.

"Kamu yakin dengan info itu? Tau darimana?" tanya Fatimah memastikan.

"Yakin dong, ya tau dari kak Aziz lah kan dia teman dekatnya kak Ali!" jawab Putri dengan jujur apa adanya.

Sepertinya Putri memang serius dekat dengan Aziz, karna tidak mungkin ia mendapatkan informasi penting seperti itu kalau belum di percaya. Dan Fatimah hanya bisa mengangguk pelan mendengarnya, kalaupun Ali kembali ke negeri ini memang apa yang akan ia lakukan? Tidak ada, mereka sudah menjalani 3 tahun secara terpisah, jadi kehidupan mereka pun akan selalu seperti itu.

"Oh begitu, baguslah!" balas Fatimah seadanya.

Putri menatap Fatimah tidak percaya, sedangkan Fatimah malah merasa risih dengan tatapan temannya itu.

"Ma, ini kak Ali loh? Pria yang pernah menyatakan perasaannya pada kamu Ma," tekan Putri tidak percaya.

"Aku tau Ri, lalu kenapa?" balas Fatimah heran.

"Kamu tidak ada rasa sedikitpun gitu untuknya?" tanya Putri langsung ke inti.

Fatimah terdiam, ia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang Putri ingin katakan itu.

"Rasa apa? Aku hanya menganggap kak Ali sebagai teman saja tidak lebih," jawab Fatimah apa adanya.

Seketika Putri semakin di buat shock, tatapannya melebar dan ia kembali bertanya.

"Yakin, tidak ada sedikitpun?" tanya Putri lagi.

"Ri sudah dong! Kalau aku katakan tidak ya berarti tidak ada," jawab Fatimah menegaskan.

"Bagaimana bisa? Ma, kak Ali itu tampan loh, terus dia baik, pintar, dan bertanggung jawab. Masa iya kamu tidak memiliki sedikitpun perasaan padanya? Rasanya tidak mungkin deh," tekan Putri tidak percaya.

Fatimah terdiam, sebenarnya ia mengerti tentang apa yang Putri katakan itu. Hanya saja memang itulah kenyataannya, dulu memang Fatimah pernah beberapa kali merasakan kenyamanan berada di dekat Ali tapi ia tidak memikirkannya lebih. Saat itu Fatimah membatasi dirinya, karna ia tau jika Putri juga menyukai Ali.

Seiring dengan hilangnya pria itu, maka perasaan Fatimah pun kembali terkubur. Bahkan hingga saat ini ia masih saja polos, alias belum benar-benar merasakan apa yang dinamakan cinta itu.

"Ri, kamu lupa ya? Yang namanya perasaan itukan datang dengan sendirinya, dan aku akui dulu aku memang pernah menyukai kak Ali. Tapi seiring dengan hilangnya pria itu, perasaanku pun ikut hilang. Jadi ya aku tidak tau perasaanku sekarang, mungkin saat aku bertemu dengannya baru aku bisa menentukan hal itu!" balas Fatimah menjelaskan.

Putri menatap Fatimah dengan tidak percaya, entah sejak kapan teman lamanya itu jadi semakin dewasa dan bijak. Apalagi masalah perasaan, padahal sebelumnya Fatimah itu tipe cewek yang tidak begitu memperhatikan hubungan kekasih semacam itu, tapi sekarang ia bahkan tau lebih dalam di bandingkan Putri.

"Wah Ma, sejak kapan kamu belajar jadi pakar perasaan?" tanya Putri dengan heran.

Fatimah langsung menatap Putri dengan wajah malasnya, di saat serius seperti ini masih saja ada lawakan garing seperti itu.

"Candaan mu tidak tepat waktu," jawab Fatimah seadanya.

Mendengar hal itu Putri langsung terkekeh, rasanya benar-benar seru saat menggoda Fatimah yang kini sudah banyak sekali berubah. Bukan hanya tau banyak hal, tapi juga dia mengerti hal itu hingga ke bagian terdalamnya. Ternyata permasalahan mereka sebelumnya memberi dampak cukup baik juga, kini Fatimah tumbuh menjadi wanita yang semakin pintar dengan kedewasaannya.

"Sudah lama ya kita tidak berbicara sepanjang ini? Rasanya jadi rindu sekali," ungkap Putri dengan serius.

"Iya, siapa sangka jika takdir kembali mempersatukan kita kembali seperti ini?" balas Fatimah setuju.

Putri mengangguk paham dengan maksud perkataan Fatimah, karna ia juga memikirkan hal yang sama.

"Memang benar, jika takdir berkehendak itu tidak ada yang bisa menolaknya!" tekan Putri dengan senyumannya.

"Dan semoga saja, takdir juga berkehendak untuk menjaga pertemanan kita setelah ini!" balas Fatimah berharap.

Chapitre suivant