Renee terdiam sangat lama menatap lantai yang kosong, ia menarik napas panjang berkali-kali, berusaha menjernihkan pikiran.
Di saat seperti ini, ia tidak seharusnya memikirkan hal konyol. Ia harus menyelamatkan Leo dan juga Bella, dua orang itu mungkin memiliki nasib yang sama dengan Dylan.
Sobekan kertas yang ia dapat masih ada di saku, Renee tidak ingin membuangnya dan juga tidak ingin mengembalikannya ke balik papan kayu, ia ingin membawanya dan menunjukkan pada Leo.
Itu konyol, tapi ia tetap ingin melakukannya.
Renee menarik napas dan mengusap wajahnya, ia tidak tahu sudah berapa lama ia berdiam diri di sini, kakinya mulai kram dan tangannya pegal.
Wanita itu berjalan menuju tangga.
Pintu utama masih terbuka lebar, tidak ada satu monster pun yang terlihat dan sinar matahari perlahan-lahan mulai menyeruak, masuk ke dalam rumah.
"Aku telah membuang waktu terlalu lama," keluh Renee, ia menatap ke lantai atas lalu ke bawah, Joy mungkin masih merawat Dylan dengan penuh kekhawatiran.
Renee menghela napas panjang, naik ke lantai atas, memeriksa satu persatu ruangan yang ia dapat hanyalah ruang yang sudah porak poranda, semua jendela terbuka dan cahaya matahari masuk di mana-mana.
TAK!
Renee langsung menoleh saat mendengarkan langkah kaki seseorang masuk, ia berjalan dengan waspada mendekat ke pagar pembatas, melihat ke bawah, ke pintu besar yang masih terbuka lebar.
Seorang laki-laki berambut pirang keemasan muncul dari luar, ia mengenakan setelan pakaian khas kerajaan dengan sepatu kulit yang tinggi, laki-laki itu terlihat bernoda darah di sana-sini dan pedang yang tersampir asal-asalan di pinggangnya.
"Siapa kau?" tanya laki-laki itu ketika melihat sosok Renee di lantai paling atas, terlihat waspada. "Apa yang telah kau lakukan pada Marquis Leo?!"
Renee mengerutkan kening, ia tidak segera menjawab.
Laki-laki itu masuk ke dalam rumah, matanya melihat ke sekitar. "Di mana Marquis Leo dan Tuan Dylan?"
"Siapa kau?" Renee bertanya balik, ia tidak mau turun terburu-buru, ia sudah lengah selama beberapa saat hanya karena sobekan kertas yang ia temukan.
Jangan sampai ia lengah dan terjebak dalam tipuan Ivana.
"Aku Arthur … Arthur Emmanuel," kata laki-laki berambut pirang itu, kedua alisnya saling bertaut dan mengarahkan pedangnya ke atas. "Siapa kau? Di mana Marquis Leo?"
"Emmanuel?"
Arthur menjilat bibirnya, raut wajahnya ia tunjukkan seakan-akan ia sedang marah.
"Kau yang melakukan semua ini?"
Renee mendengkus, ia tidak menjawab selama beberapa saat. Orang yang ada di bawah sana tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan Leo, ia berambut pirang keemasan yang terlihat sangat mencolok dalam sekali lihat, sedangkan Leo berambut hitam, bermata gelap, terlihat suram.
Tapi orang ini memiliki nama belakang yang sama dengan Leo, mungkinkah saudara sepupu?
"Aku Renee." Renee memperkenalkan diri secara singkat, ia tidak bergerak dari tempat, tangannya meremas pegangan di pagar pembatas. "Aku adalah Pelayan yang dikirim oleh Ratu kemari."
Arthur terdiam, matanya menyipit. Tapi Renee merasa kalau raut wajahnya itu terlihat sedikit aneh, seperti tidak murni.
"Sesuatu terjadi dengan Marquis Leo?" tanya Arthur lagi, ia menurunkan pedangnya perlahan-lahan ke bawah. "Apa Ivana yang melakukannya?"
"Kau tahu?" Renee melihat Arthur mengendurkan kewaspadaan dan ia juga melakukan hal yang sama.
Orang yang ada di depanya ini berbeda dengan Dylan yang bahkan tidak memanggil Leo dengan namanya, tapi memakai Marquis, Renee hanya bisa menyimpulkan kalau Arthur tidak benar-benar memiliki hubungan yang dekat dengan Leo.
"Aku tahu." Arthur menghela napas dengan suara yang keras, ia menaruh kembali pedang di pinggangnya. "Dalam perjalanan kemari aku bertemu beberapa monster, padahal seharusnya mereka tidak ada di saat matahari terbit."
Renee tidak mengatakan apa-apa, mata coklatnya tidak lepas dari Arthur yang perlahan-lahan mulai menapaki tangga tanpa hambatan, entah mengapa Renee merasakan perasaan yang halus, seperti ada sesuatu yang lain bersama Arthur.
"Kalau mereka bermunculan berarti hanya ada satu kemungkinan. Ivana sudah mendapatkan apa yang ia mau dan sang Marquis …."
"Leo baik-baik saja." Renee memotong perkataan Arthur, ia berjalan ke atas anak tangga dan menatap Arthur yang mulai mendekatinya. "Leo akan baik-baik saja."
"Menurutku tidak." Arthur menghela napas lagi, ada nada prihatin dari suaranya. "Jika sudah seperti ini, bukankah itu artinya sudah terlambat?"
Renee mengerutkan kening, tanpa sadar tangannya yang memegang pedang itu mengepal, dari cara berjalan, bicara dan tatapan mata Arthur, Renee tidak menyukainya.
Laki-laki ini sepertinya lebih buruk daripada Ivana.
"Apa tujuanmu kemari?"
Arthur menghentikan langkahnya ketika ia beberapa langkah lagi di dekat Renee, ia mendongak menatap wanita itu dan mengulas senyuman lembut.
"Aku ingin menolong Marquis Leo," katanya dengan suara tenang. "Aku dikirim oleh Ratu untuk membantumu, Renee."
Renee tidak serta merta mempercayainya.
Ini aneh, terlalu aneh sampai-sampai ia tidak bisa mempercayainya.
"Aku tahu kau dikirim oleh Ratu ke tempat ini, Renee. Kau adalah orang yang memiliki jiwa suci yang akan menyelamatkan kota ini." Arthur merogoh sesuatu dari dalam rompinya, sebuah gulungan yang sudah kumal ia pamerkan, ada sedikit noda merah yang sudah mengering di ujungnya. "Jika kau tidak mempercayainya, kau bisa melihat surat yang diberikan oleh Ratu Ginevra padaku."
Laki-laki itu mengulurkan gulungan kertas pada Renee, wanita itu tidak berniat mengambil, kedua tangannya tetap menggantung di sisi tubuhnya.
Arthur tersenyum tipis dan membuka gulungan.
"Kau harus percaya padaku."
Renee melirik gulungan kertas yang dibuka Arthur, di dalam sana jelas tertulis tulisan tangan khas dari sang Ratu, berserta tanda tangan yang indah dan stempel bunga mawar.
Di dalam surat itu tertulis kalau Arthur memang ditugaskan untuk membantu Renee mengatasi para monster yang ada di kota Dorthive.
Surat itu seharusnya asli.
Renee berdehem, ia mengangkat tanganya seakan ingin meraih surat itu.
"Jadi kau kemari untuk membantuku?" tanyanya sambil tersenyum ramah. "Aku sangat terbantu kalau ada seseorang dari pihak kerajaan yang bisa mengatasi para monster di kota ini."
Arthur tersenyum, mereka saling pandang selama beberapa saat.
"Jadi apakah kita akan …."
SRAK!
Seketika surat yang dipegang Arthur terbelah menjadi dua ditebas pedang Renee, wanita itu mendengkus dan mengayunkan pedangnya dengan keras.
"Perlu kuberitahhu satu hal, Tuan Arthur yang terhormat," katanya sambil menerjang laki-laki itu, Arthur yang tidak sempat mengelak merasakan tubuhnya terdorong ke bawah.
Renee mendengkus, pedangnya terulur mengarah ke leher laki-laki itu.
"Ratu tidak pernah mengatakan tentang monster sedikitpun padaku. Wanita itu hanya memerintahkan aku mengawasi Leo sebagai seorang Pelayan," lanjut Renee, mata coklatnya itu berkilat-kilat. "Kalau kau mau menipuku, kau seharusnya mengarang sesuatu yang lebih masuk akal."