webnovel

Sensitif akan suara

Setelah berteriak cukup kencang, Indro memberi sinyal ke Anya dengan mengangkat jempol. Anya langsung berlari bersama Jefri ke toko yang mereka tuju. Sedangkan Boni dan Indro berlari dan bersembunyi di samping sebuah toko.

Mereka melihat para mahkluk itu menerjang boneka sawah itu dengan beringas, namun anehnya mereka tak menggigit dan hanya mengendus. Boni menatap para mahkluk yang berkerumun seperti semut itu dengan sangat tegang. Dia sangat takut hingga tak berani bergerak sedikitpun.

Indro menatap para mahkluk itu dengan bingung, dia melihat mereka terus menerus mengendus di udara yang membawa para mahkluk itu mendekat ke tempat persembunyianya. Karena tahu bahaya datang, Indro menarik Boni untuk bersembunyi di bawah toko yang dibuat di atas parit.

Indro menutup mulut Boni agar tak ada suara yang terdengar. Para mahkluk itu berhenti, mengerang lantas mengendus kembali, mereka kehilangan bau Boni dan Indro. Saking takutnya, Boni kencing di celana dan baunya sungguh tak enak hingga Indro harus menjauh serta menutup hidung rapat-rapat.

Boni malu namun ia tak bisa menahan ketakutan akan gigi berdarah para mahkluk itu yang terkenang terus menerus di kepalanya. Untung bau kencing Boni yang sangat bau tak menarik perhatian, hanya saja mereka tetap berada di sekitar dan berjalan linglung ke sana kemari. Dalam kesempatan itu, Indro mengamati mereka dari dalam parit.

Di sisi lain, Jefri dan Anya berhasil masuk ke dalam toko. Mereka mencari solar di antara banyaknya barang yang berserakan. Meski mereka tahu jarang sekali solar dijual dalam bentuk ecer, akan tetapi mereka ingin mendapatkan keajaiban agar bisa lolos dari maut yang terus mengejar.

Jefri mengambil beberapa makanan yang tercecer dan minuman dengan cepat ke dalam tas yang ia bawa. Tak ketinggalan senter dan beberapa batu baterai.

Anya mencoba lebih masuk ke dalam toko yang tersambung dengan rumah itu, namun tubuhnya seketika menegang kala melihat sesosok mahkluk mengerikan berada di tempat yang ia tuju.

Sontak, ia mundur perlahan dengan punggung yang menegak sempurna. Aura ketakutan terpancar jelas di wajahnya yang cantik. Mahkluk itu belum melihat Anya. Ia ingin sekali segera kabur dari sana, akan tetapi langkahnya terhenti ketika tak sengaja menginjak botol minuman kosong yang menimbulkan bunyi.

Langsung saja, mahkluk mengerikan itu menoleh ke arahnya dengan cepat dan berlari menerjang.

"HUARGGH!!!!"

Jefri yang mendengar suara mahkluk itu langsung menarik Anya untuk menghindar. Mereka tersudut, karena mahkluk itu berada di ambang pintu keluar. Jefri mengambil barang sembarangan untuk melawan mahkluk itu.

Setelah mendengar suara lagi, mahkluk itu langsung menerjang tanpa pandang bulu. Jefri pun bersiap melayangkan patahan kayu dari rak yang sudah patah, namun meleset. Mahkluk itu tak menyerangnya tepat sasaran dan terlihat sedang mendengarkan suara di sekitarnya dengan mata terpejam.

Jefri menatap Anya yang terlihat tegang sekali, mereka saling tatap. Ia merasa mahkluk itu buta. Untuk tahu kebenarannya, Jefri membuang kayu yang ia pegang ke area yang jauh dari pintu.

"BRAK!" Suara kayu membuat mahkluk yang ingin menyerang itu, seketika menyerbu tempat di mana kayu itu jatuh.

Jefri yakin sekarang, kalau mahkluk itu buta. Anya terlihat sangat ketakutan, Jefri mengulurkan tanganya perlahan dan memberikan kode telunjuk di depan mulut agar tak bersuara. Anya meraih tangan Jefri perlahan dan berjalan begitu pelan agar tak menimbulkan suara.

Setelah merasa aman, mereka hendak keluar dari toko itu. Baru berada di depan pintu, satu mahkluk terlihat sedang menuju toko. Terpaksa, mereka harus masuk lagi dan mencari tempat sembunyi. Akan tetapi, tak ada tempat yang bisa dijadikan tempat persembunyian. Karena tak ada waktu, Jefri menarik Anya dan bersembunyi di balik pintu kayu.

Alhasil mereka berhimpitan di balik pintu. Jika itu adalah keadaan normal, maka jantung Jefri akan meledak saking gugupnya. Hanya saja, keadaan sedang begitu genting dan bergerak sedikit saja bisa membuat persembunyian mereka ketahuan. Karena itu, dia menutup mulut Anya agar tak menerima protes sedangkan tangan satunya memegang pintu dari dalam.

Mata Anya bergerak takut dan gelisah. Jefri pun berdebar takut. Dia tak punya rencana lain selain bersembunyi di balik pintu ini.

"HARG! HARGH!" Mahkluk itu sudah masuk dan melewati makanan yang tercecer. Suara bungkus makanan yang meletus ketika terinjak membuat kedua mahkluk yang berada di dalam toko lebih agresif.

"HARGH! HARGH! HARGH!!!!"

Mahkluk yang buta itupun mendatangi dan bersuara agresif. Mereka mengendus makanan ringan yang meletus tadi. Setelah tahu kalau itu bukan manusia, mereka berpencar sembari mengendus.

Mahkluk buta itu menuju ke arah Jefri dan Anya. Suara mahkluk itu membuat Anya semakin ketakutan, matanya melotot dan bergerak sangat gelisah. Dia sangat takut akan ketahuan, keringat mulai muncul di wajahnya. Jefri harus melakukan sesuatu, kalau tidak mereka akan jadi santapan dua mahkluk itu.

Jefri memberikan kode diam ke Anya setelah menarik tangannya dari bibir Anya. Dengan perlahan ia mengambil satu bungkus roti yang berada di dekatnya dan melempar roti itu menjauhi mereka. Sontak dua mahkluk itu mengikuti arah suara roti itu jatuh.

Itulah kesempatan mereka berdua untuk kabur. Jefri menarik Anya keluar dan menutup pintu. Saat itu, ia melihat apa yang mereka cari yaitu solar. Dalam botol itu, tertulis kata solar di sana, dengan segera Jefri masuk kembali dan mengambil botol itu.

Kedua mahkluk itu mendengar langkah Jefri, mereka langsung berbalik. Jefri berhasil mengambil botol dan menutup pintu kembali tepat waktu. Mahkluk itu menabrak pintu dengan kencang.

"BRUAK!"

Jefri kesusahan menahan pintu, ia mencoba mencari cara untuk membuat pintu itu bertahan.

"Anya! Kayu itu Anya!" serunya meminta Anya mengambil kayu kecil bekas patahan rak.

Anya mengambil dan memberikan dengan cepat. Jefri menarik slot kunci dan menggemboknya dengan kayu itu. Sayangnya, kayu itu terlalu besar.

"Cari lagi Nya!" titah Jefri dengan cepat sembari menahan pintu yang diserang dari dalam.

Anya panik, dia ke sana kemari mencari kayu dan kembali membawa kayu-kayu kecil. Semua di coba Jefri, hingga yang terakhir cukup mampu menahan slot itu agar tak terbuka. Setelah berhasil, mereka lari menuju mobil.

Ketika mereka berdua berhasil lolos, ada dua orang yang masih terjebak di dalam parit. Indro sudah puas mengamati mahkluk itu, saatnya menyusun rencana untuk keluar dari sana.

Dia merasa kalau mahkluk itu tertarik akan suara, karena setelah ia mengeluarkan suara tadi, mahkluk itu baru bergerak dan mengikuti arah suaranya. Karena itu, ia akan mencoba melempar bekas kaleng biskuit yang sudah teredam oleh tanah yang mengering.

Boni menatapnya bingung kala melihat Indro mulai menggali tanah.

"Bantuin," pinta Indro tanpa kata.

Boni mengernyit, ia tak mengerti. Indro menjelaskan dengan sabar. Dia memberitahu rencananya untuk membuang kaleng itu di jalan raya agar suaranya terdengar para mahkluk itu dan mereka bisa kabur dengan bahasa tubuh.

Boni ber-oh ria tanpa suara. Indro mencubit bahu Boni sedikit kesal.

"CEPAT! BANTUIN!" serunya tanpa suara.

Boni meringis sakit, dia segera membantu mengorek tanah kering yang merendam sebagian tubuh kaleng biskuit itu. Indro memberi kode untuk melakukan secara perlahan agar tak terdengar para mahkluk itu. Boni mengerti dan mulai mengorek dengan perlahan.

Setelah beberapa lama, tangan Boni terlihat kemerahan namun usaha mereka berdua berhasil. Indro langsung melempar kaleng itu sejauh mungkin.

"BRANG! BRANG! BRANG!" Suara kaleng itu sangat nyaring dan membuat para mahkluk yang sensitif akan suara itu teralihkan.

Di kejauhan, Anya yang sudah berada di dekat mobil mendengar suara itu langsung menatap jalan raya dengan takut. Dia terlihat sangat cemas dan gelisah.

"Ayahhh, kamu di mana?" gumamnya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Chapitre suivant