Gerimis.
Marigold keluar dari laboratorium, lalu menuju ke lapangan parkir. Dibukanya jok sepeda motor dan mengeluarkan jas hujan dari motornya, lalu berdecak sebal. Dibentangkannya jas hujan miliknya dan mengintip di lubang sebesar kepalan tangannya.
"Akkhhhh," jerit Marigold kesal. "Aku lupa lagi beli jas hujan. Menyebalkan!"
Marigold melipat jas hujan berlubang itu dengan asal-asalan, lalu menjejalkannya kembali ke jok sepeda motor. Percuma berat-berat memakai jas hujan, jika ujung-ujungnya basah juga. Lebih tidak pakai sekalian. Kemudian Marigold mengenakan jaket dan mengunci helm yang sudah terpasang di kepalanya, lalu menghidupkan mesin motor bekas miliknya. Udara dingin segera menerpa wajahnya, setelah motornya meninggalkan lapangan parkir motor yang sudah sepi itu.
Motor Marigold melaju dengan kecepatan sedang. Setiap kali mengendarai motor seorang diri, pikirannya selalu melamun dan melantur. Tanpa disadarinya, Marigold mengarahkan motornya ke arah pusat kota. Tidak dipedulikannya gerimis yang membuat jaketnya mulai lembab.
Pertama kali, pertama kali dirinya bertemu dengan Nolan adalah di perempatan itu. Marigold tersenyum mengingat kejadian apes, namun menyenangkan itu.
Saat itu, Marigold sedang membawa dua tas kertas sehabis belanja di mall. Dirinya hendak menyeberang ke sisi jalan yang lain untuk naik taksi bersama Nina, sepupunya. Karena terlalu sibuk dengan tas belanja nya, Marigold tidak memperhatikan jalan. Ternyata lampu lalu lintas sudah berubah.
Sebuah motor tanpa lampu depan, sedang melaju dengan kecepatan tinggi ke arah Marigold yang membungkuk untuk mengambil salah satu tas belanjanya yang terlepas talinya, sehingga isinya keluar dan jatuh di jalur penyebrangan.
"Awas, hati-hati," seru seseorang yang menyambar pinggang Marigold dan keduanya jatuh terduduk di trotoar. "Kamu baik-baik saja?"
Marigold memandang nanar salah satu kamisol yang baru saja dibelinya, terlindas ban motor. Baju cantik itu kini menjadi kotor dan koyak. Seseorang mengguncang pelan bahunya. Marigold menoleh dan mendapati wajah tampan berada tepat di depan hidungnya. Sangat dekat, hingga Marigold menyangka bahwa dirinya sedang berhalusinasi.
"Kamu baik-baik saja? Perlu ke rumah sakit? Aku tidak melihat adanya luka, tapi siapa tahu ada luka dalam yang membuatmu menjadi syok," kata laki-laki tampan itu, yang memandang Marigold dengan cemas.
"Aku.. aku baik-baik saja," jawab Marigold gugup. Dan lebih gugup lagi, ketika tiba-tiba tubuhnya dibopong dan diletakkan di kursi besi yang ada di trotoar itu. Perasaan aman terlindungi langsung menguasai Marigold yang mendesah nyaman di pelukan dada bidang itu.
TIIIN-TIIIN..
Akibat melamun, Marigold tidak menyadari jika laju motornya sudah melenceng ke tengah jalur, hingga membuat pengendara lain emosi. Marigold segera meminggirkan motornya, lalu mengangguk meminta maaf pada mobil yang pengemudinya marah-marah padanya. Setelah menghela nafas panjang dan menenangkan diri, Marigold kembali melanjutkan perjalanannya.
Marigold tersenyum sendiri mengenang pertemuan pertama yang manis itu. Meski kamisol barunya rusak dan tidak bisa dikenakan lagi, tapi dirinya mendapatkan seorang pangeran tampan. Marigold terus melajukan motornya dan melewati sebuah kafe yang terkenal. Sebuah kafe dengan dekorasi retro yang cukup ramai dikunjungi terutama saat akhir pekan.
Kemudian Marigold menghentikan motornya di depan kafe itu, lalu memarkirkannya. Tiba-tiba saja, Marigold dilanda keinginan untuk menyesap sesuatu yang manis dan hangat. Di dorongnya pintu kafe itu dan mendapati suasana yang membuatnya kembali bernostalgia pada kencan pertamanya di kafe ini, dengan laki-laki yang telah menolongnya di perempatan lampu merah. Laki-laki tampan itu bernama Nolan.
"Selamat datang. Mau pesan apa?" tanya kasir kafe yang membuat pikiran Marigold kembali ke saat ini.
"Tolong capuccino hangat nya satu," pesan Marigold sambil mengeluarkan dompetnya.
"Ini pesanannya. Silakan menikmati."
"Terima kasih," ucap Marigold yang mengambil pesanannya.
Marigold duduk di meja yang sama dengan meja yang ditempatinya saat ciuman pertama nya, setahun yang lalu. Ciuman yang manis dengan laki-laki yang gentleman. Sambil menangkup gelas capuccino hangat dengan kedua tangannya, Marigold tersenyum melihat beberapa pasangan kekasih yang duduk asyik di kafe.
Tidak terasa, waktu sudah berlalu setengah jam, Marigold menghabiskan waktunya di kafe retro itu. Kemudian ponsel Marigold berbunyi, ketika dirinya berdiri dan berniat untuk meninggalkan kafe. Pintu kafe sudah tertutup dibelakangnya, namun Marigold masih berdiri di depan kafe sambil sibuk membalas pesan dari Nina, sepupunya.
Tiba-tiba..
Seorang pria merebut ponselnya dan orang yang lain merebut tas miliknya yang diselempangkan di pundak. Akibat tarikan yang kuat itu, Marigold terjatuh.
"Maling," bisik pelan Marigold sambil berdiri dan mengumpulkan kesadarannya karena syok akibat penjambretan. Kemudian berteriak sekuat tenaga, "TOLOOOONNG, ADA MALLIIIINNGG. "TOLOOOONNG.."
Marigold mulai berlari kencang, mengejar kedua pencuri itu hingga ke sebuah gang, di belakang kafe retro ini berada. Dan ternyata gang itu buntu, sehingga kedua pencuri itu berbalik arah dan kini berlari mendatangi Marigold yang muncul di mulut gang.
"Kembalikan ponsel dan tasku jika kalian ingin selamat," bentak Marigold galak sambil memposisikan tubuhnya bersiap menghadapi kedua pencuri.
"Jangan sok jagoan," teriak pencuri yang mencuri ponselnya pertama kali. "Aku bisa membunuhmu jika kamu berani menghalangi jalan kami," ancamnya sambil mengeluarkan sebuah pisau lipat.
"Cepat pergi," bentak pencuri yang lain sambil berjalan cepat ke arah Marigold, sambil mengayun-ayunkan sebilah tongkat yang diambilnya dari tumpukan sampah di pinggir tembok gang, untuk menakut-nakuti.
"Kembalikan barangku," teriak Marigold keras kepala, sambil mengawasi kedua pencuri itu dengan waspada. Marigold tidak boleh lengah, karena kedua lawannya membawa senjata, sedangkan dirinya tidak. Sejago apa pun dirinya dalam karate, tetapi jika lawannya membawa senjata, maka harus lebih meningkatkan konsentrasi.
"Jangan salahkan kami," teriak pencuri yang membawa pisau lalu mengayunkan pisau lipat itu pada Marigold, dengan membabi-buta.
Marigold dapat menangkis sabetan pisau dengan mudah, meski lengannya terkena goresan panjang. Marigold hanya melirik sekilas lengannya yang berdarah lalu mengusapnya pada bajunya. Kemudian Marigold menyerang pencuri pembawa pisau dengan beberapa tendangan yang diarahkan pada dada dan kepala. Alhasil, pisau yang dipegangnya terlempar dan pencuri itu langsung terjengkang, lemas. Marigold segera memeriksa semua saku pencuri itu dan menemukan ponselnya.
Setelah mengamankan ponsel ke saku celana panjangnya, Marigold memindai gang itu. Sial! Pencuri satunya telah melarikan diri. Marigold segera berlari lagi ke arah kafe. Itu dia!
"Hei, berhenti..," teriak marah Marigold sambil menudingkan jarinya ke arah pencuri yang membawa kabur tas miliknya. "Ada maling.. tolong.."
Sial! Kenapa tidak ada satupun orang yang membantu? Marigold terus mengejar pencuri yang membawa tasnya, hingga ke gang di sebelah kafe. Marigold berhasil mencengkram sebilah kayu yang dipegang pencuri itu, kemudian menariknya ke belakang sehingga membuatnya jatuh terjengkang.
"Berikan tasku," bentak Marigold sambil membuang sebilah kayu itu ke samping dan berjalan mendekati pencuri yang berjalan mundur. Pencuri itu merasa khawatir karena dirinya melihat temannya dihajar oleh wanita ini.
"Le-lebih kamu pergi. Jangan membuatku marah dan melukaimu," ancam pencuri itu sambil mendekap tas kain itu. Tiba-tiba sebuah tendangan memukul keras kepala pencuri itu dan membuatnya oleng, tapi tas itu tidaklah dilepaskan.
"Kembalikan tasku," teriak Marigold sambil menarik tasnya kuat-kuat. Ada benda berharga disana, yaitu hasil tes keperawanan. Tidak mungkin, Marigold mengulang tes yang sangat mahal itu untuk kedua kalinya. Marigold kembali menendang perut pencuri yang sama sekali tidak mau melepaskan tasnya. Berhasil. Dengan sekuat tenaga, Marigold berhasil merebut kembali tas miliknya.
Tiba-tiba..
Sesuatu menghantam keras di kepala belakangnya. Dan dalam sekejap dunia Marigold menjadi gelap.
Bersambung...