webnovel

8. Drama Sekolah

Tepat jam dua belas siang Mori telah keluar dari dalam hutan dan bertemu dengan empat orang temannya dalam satu komunitas walau terpaut usia yang jauh. Mereka beristirahat bersama di bawah pohon, di pinggir jalan aspal kecil.

Keempat teman komunitas Mori yang membawa bekal membagi sedikit-sedikit bekal mereka untuk Mori agar bisa ikut makan siang bersama.

"Terima kasih om. Kalau tidak ada om-om, pasti saya akan sendirian sampai pulang ke kota. Dan akan kelaparan sampai ketemu rumah makan terdekat. Hehehe..."

"Kebetulan saja kami kemping dan menyalurkan hobi mancing di sungai dekat hutan ini." ucap lelaki berkulit coklat.

Mori mengangguk dengan mulut penuh makanan kemudian berkata setelah menelan makanannya. "Enak sekali! Banyak ikannya om?"

"Oh... banyak." Sahut lelaki berbadan sedikit kecil.

"Besar-besar juga." Sambung lelaki lainnya bertubuh besar.

"Tapi yang kami tangkap seadanya saja, cukup untuk makan kemarin dan hari ini. Itu ikan bakar yang kamu makan hasil tangkapan di sungai itu." Jelas lelaki lain dengan rambut gondrong.

"Kamu sendiri kenapa sampai terdampar di tengah hutan?" tanya si lelaki bertubuh besar.

"Saya jadi relawan tim pencari warga yang sudah tersesat di hutan selama tiga hari, om!"

"Wah... ini yang jarang ada sama anak muda zaman sekarang! Ikhlas membantu orang dalam kesulitan!" ucap si gondrong.

"Lalu sekarang bagaimana nasib orang-orang itu? Sudah ketemu?" tanya si lelaki berkulit coklat.

"Sudah om. Karena mobil-mobil itu sekarang terjebak saat pulang, jadi saya tinggalkan saja karena kebetulan saya membawa sepeda. Lagi pula mereka ramai di sana."

 Si gondrong mengangguk. "Ya ya, tidak apa. Dari pada kamu di sana tidak membantu apa-apa. Benarkan?"

Mori tertawa karena kalau ia tinggal di tempat itu, rencananya memang tidak akan melakukan apa-apa selain mengeluh. "Oh iya, om-om tahu Cindaku itu apa?"

"Hus. Di hutan jangan sebut sembarangan!" ucap lelaki bertubuh sedikit kecil.

"Ah, tidak apa. Ini kan siang. Lagi pula kita kan tidak berbuat yang macam-macam." Sahut lelaki bertubuh besar. "Ada apa kamu tanyakan itu?"

"Tadi malam kami sempat cerita tentang itu om. Ada yang bilang Cindaku itu hanya mitos dan ada yang bilang Cindaku itu benaran ada!" bohong Mori karena hanya ingin mendengar pendapat orang lain.

Si lelaki gondrong hanya mengangguk karena memang tidak tahu apa-apa.

"Kalau menurut om, Cindaku itu ada. Karena dalam cerita turun temurun, Cindaku itu manusia biasa, tapi memiliki ilmu kesaktian zaman dulu dan membuatnya mampu berubah menjadi manusia setengah harimau!" jelas si lelaki berkulit coklat.

"Wah... terdengar seperti werewolf!" sela laki-laki gondrong.

"Bukan." Sahut si lelaki berkulit coklat.

"Apa masa sekarang Cindaku itu masih ada?" si lelaki bertubuh besar jadi penasaran.

"Masih menurut cerita yang pernah saya dengar. Selagi dia memiliki keturunan. Bahkan walau bukan keturunan langsung, pasti akan diwariskan."

Mendengar penjelasan singkat si lelaki berkulit coklat, semuanya jadi terdiam. Termasuk Mori. Saling pandang hanya dengan lirikan mata yang mengisyaratkan dan setuju jika cukup sampai di situ saja pembicaraan mereka.

***

Pada hari Seninnya di sekolah begitu istirahat pertama dimulai, Mori yang duduk di dekat jendela melihat kepada Alysha yang duduk di seberangnya sedang merapikan buku-bukunya sebelum pergi keluar.

"Jangan bicara padaku." Ucap Alysha yang tahu Mori akan segera berbicara padanya mengenai masalah di hutan untuk mengejek, tapi Mori tidak akan peduli.

"Jam berapa kalian baru keluar dari hutan kemarin?"

"Jangan tanya!" Ucap Alysha menatap kesal kepada Mori yang duduk tepat di seberangnya.

Mori menahan tawa agar Alysha tidak bertambah kesal kepadanya. "Pasti sore, kan?"

"Mau magrib baru keluar!" sahut Alysha dengan kesal. Karena tahu Mori akan menertawai makanya Alysha melarang Mori berbicara sebelumnya.

"Ahahahaha..." Mori akhirnya tertawa lepas menertawai Alysha.

Alysha menopang kepalanya dengan kedua tangan dan menutup telinganya dengan jari telunjuk, menahan rasa kesal mendengar tawa Mori yang begitu puas menertawainya.

"Aku saja yang pakai sepeda, keluar dari hutan tepat jam dua belas siang dan sampai di rumah jam empat sore. Kamu masih asyik main di lumpur seperti badak ketika aku sudah mandi dan bersantai. Ahahaha..."

"Sudah ih, jangan ketawa!" Alysha berdiri dan mendorong pelan bahu Mori.

"Hehehe... Aku jadi penasaran, seperti apa rupanya Ustaz Ali setelah bermain lumpur..." ucap Mori yang sama sekali tidak peduli. Mori ikut berdiri dan mulai berjalan keluar kelas bersama Alysha.

Alysha kembali mendorong pelan bahu Mori untuk menyuruhnya diam, tapi tanpa sengaja Mori jadi menyenggol seseorang yang kebetulan lewat di dekat dua anak itu. "Ah. Maaf, kami tak sengaja!" ucap Alysha sangat menyesal.

Mori terdiam melihat siapa yang baru tersenggol olehnya. Begitu pula dengan Alysha awalnya ketika melihat seorang perempuan cantik, berkulit putih, rambut hitam panjang diikat ekor kuda, memakai kemeja putih, celana panjang hitam dan flat shoes hitam, yang walau terlihat biasa saja penampilannya, tapi semua yang dikenakan perempuan cantik itu dari atas sampai sepatunya adalah barang berkelas dan mahal.

"Tidak apa. Kamu tidak perlu minta maaf." Ucap perempuan cantik itu diiringi senyuman ramahnya.

"Oh iya, kakak mau cari siapa? Atau ada perlu apa?" tanya Alysha.

Perempuan cantik itu mengulurkan tangannya ke arah Mori dan menarik ke arahnya. "Saya ke sini mau bertemu Mori."

"Eh. Apa?" Alysha jelas kurang percaya pendengarannya.

"Kenapa aku?" Mori berusaha menarik tangannya kembali, namun tangan Miranda lebih kuat menahan tangannya.

Alysha memperhatikan Mori dengan tatapan menuntut penjelasan kenapa mengenal perempuan secantik Miranda. Bahkan teman-teman sekelas yang masih berada di kelas dan melihat kejadian itu menjadi bertanya-tanya.

"Apa dia pacarmu yang lain?" tanya Miranda sambil menunjuk Alysha dengan sengaja memancing perhatian dan membuat drama.

Alysha menyilangkan kedua tangannya.

"Eh. Apa maksudmu?" Mori bingung sendiri dan balik bertanya.

"Jadi diam-diam kamu sudah punya pacar Mori?" tuding Alysha karena mendengar perkataan Miranda. "Dan sekarang pacarmu datang ke sekolah?"

"WUAH... pertengkaran cinta segi tiga!!" seru teman sekelas Mori dan Alysha yang melihat kejadian itu.

Mori berusaha melepaskan tangannya dari Miranda dan balik menarik tangan Miranda, kemudian membawa Miranda pergi menjauhi kelasnya sambil berseru. "Tidak ada pertengkaran cinta segi tiga. Kalian semua salah paham!"

Alysha dan teman sekelasnya yang melihat kejadian tadi saling pandang lalu bubar dengan sendirinya dan mulai melakukan kegiatan masing-masing. "Sejak kapan Mori punya pacar, ya? Cantik, modis dan lebih dewasa sedikit." Gumam Alysha sambil berjalan.

Miranda hanya bisa tersenyum melihat Mori yang berhasil ia permainkan. Miranda memang suka mempermainkan Mori dengan sengaja karena ingin tahu seberapa besar kesabaran Mori. "Ternyata kamu cukup sabar. Aku pikir dengan membuat sedikit keributan di sekolah, kamu akan marah."

"Kamu pikir aku semudah itu untuk marah tanpa tahu ujung pangkal suatu permasalahan. Aku bukan orang yang mudah marah karena masalah sepele asal kamu tahu." Sahut Mori masih menarik tangan Miranda ke taman sekolah untuk membicarakan urusannya dengan Miranda yang tiba-tiba datang ke sekolahnya pada siang hari.

Chapitre suivant