webnovel

Mobil yang Bergoyang

Hari demi hari yang kulalui telah terasa berbeda dari kehidupanku yang dulu. Kehidupanku yang dulunya monoton kini mulai berwarna. Diriku yang dulunya selalu menyendiri mulai berubah sejak para wanita itu mulai masuk kedalam hidupku. Terutama Adellia, karena dia adalah penyebab utama yang membuatku mulai berani membuka diriku perlahan-lahan.

Entah kenapa aku merasa sangat nyaman jika berada bersamanya, berbeda dengan perasaanku saat berada didekat wanita lain yang pernah kutemui sepanjang hidupku. Tapi sampai sekarangpun aku masih tak berani untuk mengutarakan perasaanku kepadanya. Sebab sejujurnya aku takut dia akan menolakku, yang pastinya akan membuat hubungan kami berubah menjadi berantakan.

Sementara itu, Melissa hampir setiap hari datang menemuiku dikampus. Sejujurnya aku merasa risih, sebab dia memiliki status yang sama seperti Adellia. Bisa dibilang mereka adalah mahasiswi populer di kampus kami. Aku mendengar banyak gossip yang beredar tentang Melissa yang selalu datang menemuiku di kampus. Saat aku menceritakannya, dia malah tampak tidak peduli akan gossip itu, yang ada dia justru semakin agresif mendekatiku.

Melissa seringkali mengajakku untuk bermain ataupun berjalan-jalan bersama. Sedangkan di sisi lain Adellia tidak senang dengan sikap Melissa yang berusaha mendekatiku. Ujung-ujungnya, aku yang jadi pusing untuk menengahi mereka yang berdebat dan saling menyindir satu sama lainnya saat bertemu.

Riska sesekali datang menemuiku disela-sela kesibukannya sebagai pengurus BEM. Walau sikapnya tidak seagresif Melissa, dia tetap berusaha mendekatiku dengan pendekatan yang berbeda. Bisa dikatakan dia bermain dengan lebih cantik dan elegan. Sebab aku merasa dia seringkali memanfaatkan momen-momen tertentu. Salah satu contohnya adalah dengan alasan ayahnya yang ingin menemuiku ataupun memintaku untuk membantunya dengan alasan urgent. Tetapi aku selalu mengajak Adellia untuk ikut menemaniku sebagai tameng.

Hingga tak terasa ujian akhir semester pun akhirnya tiba. Saat berada di kampus, tampak para mahasiswa yang sedang sibuk membaca serta membolak-balik lembaran buku mereka masing-masing.

Dua minggu berlangsungnya UAS sepertinya berhasil membuat para mahasiswa kehabisan tenaga. Dengan bukti kantung mata mereka yang tampak mulai menghitam akibat begadang. Tapi semua kelelahan itu langsung sirna seketika saat UAS telah berakhir. Sebab tiba saatnya untuk menikmati libur semester yang panjang.

Sebenarnya setelah UAS selesai, aku ingin pulang ke rumahku orangtuaku terlebih dahulu. Tapi apadaya sejak minggu kemarin Riska telah memaksa dan mengancamku agar ikut berlibur bersama-sama. Aku terpaksa harus ikut, semoga saja aku bisa menghabiskan waktu lebih banyak berdua dengan Adellia disana.

Sebelumnya, Riska sudah mengingatkan kami untuk hanya membawa pakaian dan peralatan pribadi saja. Untuk bahan makanan dan peralatan liburan sudah disiapkan oleh karyawan yang mengurus villa milik ayahnya. Selain itu, kami disuruh untuk berkumpul terlebih dahulu di rumahnya sebelum berangkat menuju Bandung. Steven juga telah izin untuk menggunakan mobil milik ayahnya dari jauh-jauh hari. Jadi kami akan berangkat dengan dua mobil, yaitu mobil Riska dan mobil Steven.

Hingga akhirnya hari yang telah kami rencanakan pun tiba. Pagi itu aku, Adellia, Steven dan Jessica berangkat bersama menuju rumah Riska. Saat sampai disana, sudah tampak Riska,Ilham dan Melissa sedang berdiri menunggu kami diluar. Selain itu aku melihat sepasang pria dan wanita yang tidak kukenal. Wajah mereka berbentuk oriental dan jika dilihat dari penampilan luarnya, mereka tampak dari background yang sama dengan Riska. Sepertinya mereka adalah teman yang dimaksud Riska sebelumnya, mereka sudah berjanji untuk akan ikut juga.

Melissa langsung bergegas berjalan mendekatiku lalu berkata "Kita berangkatnya satu mobil ya Ram." ucapnya sambil mengkedipkan salah satu matanya.

"Baru juga nongol, udah main nempel-nempel aja nih." ejek Steven

"Iya dong, soalnya udah lama gak ketemu Rama, jadi kangen nih." balas Melissa

"Lebay deh, baru juga gak ketemu tiga hari." sindir Adellia

"Ya biarin dong, kayaknya ada yang lagi sirik nih." balas Melissa

Kepalaku terasa pusing, sebab baru saja sampai mereka sudah mulai bertengkar. Hingga akhirnya Riska mulai berbicara dan memanggil kami semua.

"Haloooooo, dengerin aku bentar ya." ucap Riska untuk menarik perhatian.

"Ini aku mau kenalin temen aku yang mau ikut liburan bareng kita." jelas Riska sambil mengarahkan tangannya kearah kedua temannya.

Satu persatu dari kami pun mulai berkenalan dengan kedua teman Riska, yang bernama Ivan dan Thalia. Dari perkataan yang kudengar, ternyata mereka berdua adalah sepasang kekasih. Jika ditambahkan dengan Steven dan Jessica, bisa dikatakan di perjalanan ini ada dua pasang kekasih yang resmi. Sepertinya mereka akan sibuk bermesraan, sedangkan kami yang jomblo hanya bisa menjadi penonton.

"Kayaknya orangnya udah lengkap semua nih. Kalo barang-barangnya udah pada lengkap juga kan?" ucap Riska memastikan

"Kalo rombongan kita udah pada lengkap kak, tapi omong-omong om lagi gak ada di rumah kak?" tanyaku sebagai basa-basi.

"Iya Ram, papaku lagi ada urusan bisnis diluar. Terus ini untuk pembagian mobil sama orangnya jadi gimana nih?" ucap Riska bingung

"Hmmmm, kalo aku sih ngikut Steven aja kak." ucapku singkat

"Aku ngikut Rama." ucap Adellia dan Melissa dengan serentak.

Aku hanya bisa menepuk jidatku melihat tingkah mereka berdua. Sedangkan Ilham hanya diam memandangi interaksi kami, walau aku tau sebenarnya dia kecewa karena Adellia tak menghiraukannya.

Steven datang mendekatiku, lalu merangkul bahuku sambil berkata, "Wih, kayaknya laku keras nih temen gw." ejek Steven

"Kayaknya bakal seru nih, ada cinta segitiga soalnya haha." tambah Jessica

"Segi empat kali beb hahaha." ucap Steven

"Beb bab beb, lo kira bebek." ucapku kesal

"Tapi, kayaknya dulu gw sering denger lo manggil mantan yang inisial namanya dari A pake panggilan beb juga." sindirku ke Steven

"Hmmmm, siapa tuh yang namanya dari A?" tanya Jessica sambil menatap tajam ke arah Steven.

"Hehehe, mantan aku waktu SMA beb, tapi aku udah lost contact kok sama dia." ucap Steven dengan senyum yang dipaksakan. Lalu dia menatapku dengan kesal sambil berbisik pelan ditelingaku "Awas ya lo, bakal gw bales ntar."

"Bodo amat, makan tuh beb bab beb hahaha." balasku sambil tertawa

"Udah..udah.. kelamaan ngobrol ntar yang ada kita ga jadi-jadi berangkatnya nih. Biar gampang gini aja, Ivan,Thalia sama Ilham ikut bareng mobil aku aja." ucap Riska perlahan

"Terus Rama, Adellia, Melissa sama Jessica bareng mobil Steven. Yuk sekarang langsung masuk ke mobil masing-masing aja biar cepet." lanjutnya

"Oke kak." balasku singkat

Tanpa banyak berbicara lagi, semuanya langsung bergegas masuk menuju mobil masing-masing. Sialnya Steven melarangku duduk disampingnya. Dia sengaja menyuruh Jessica untuk cepat masuk dan langsung menduduki bangku depan. Alhasil aku terpaksa duduk dibangku belakang bersama Adellia dan Melissa. Tapi yang lebih sialnya lagi adalah Adellia dan Melissa memaksa untuk duduk dipinggir.

Jadinya aku terpaksa harus duduk ditengah-tengah mereka berdua. Padahal posisi bangku ditengah seperti ini adalah posisi yang paling kubenci, sebab aku tidak akan bisa tidur dan duduk dengan nyaman di posisi ini. Belum berangkat saja, aku sudah merasa lelah duluan. Sedangkan mereka berempat hanya tersenyum dan tertawa melihat ekspresi wajahku yang lesu.

"Kok lemes Ram? hahaha." ejek Steven

"Berisik lo ah, cepet jalan aja sono." balasku kesal

"Siap boss, tapi jangan macem-macem ya dibelakang hehehe." ucap Steven nyengir

"Jangan samain gw kayak lo yang mesum Ven." balasku sambil menggelengkan kepala.

"Hahahaha." mereka semua tertawa serentak mendengar ucapanku.

Selama di perjalanan menuju Lembang kami ngobrol dan bercanda santai di mobil. Mungkin suasananya lebih harmonis dikarenakan aku sedang berada duduk ditengah-tengah, sebagai pembatas Adellia dan Melissa. Aku hanya berharap mereka berdua bisa akur dan tidak membuat masalah nantinya.

Riska mengatakan perjalanan menuju villa papanya yang dilembang akan memakan waktu tiga sampai empat jam, jika berangkat melewati jalan tol dan kondisi jalan tidak terlalu macet.

Di sepanjang perjalanan, aku merasa risih dan sangat tidak nyaman duduk diposisi seperti ini. Aku hanya bisa duduk kaku dengan memandang ke arah depan saja. Belum lagi rasa canggung yang kurasakan karena posisi tubuh Adellia dan Melissa yang terlalu dekat denganku. Dibenakku, aku sudah bisa membayangkan penderitaan yang akan kualami tiga sampai empat jam kedepan.

Ditengah perjalanan, suasana mulai terasa hening tanpa suara. Tampaknya mereka semua sudah mulai merasa lelah berbicara, perlahan-lahan ketiga wanita ini akhirnya menutup matanya hingga terlelap ke alam mimpi. Aku bisa merasa sedikit lebih lega dan tenang dengan suasana hening seperti ini.

Walau sebenarnya aku juga merasa ngantuk, tapi aku tak bisa tertidur dengan posisi seperti ini. Jadi lebih baik aku mencoba untuk menikmati suasana ini, sambil sesekali memandang wajah Adellia yang sedang tidur. Bahkan saat tertidurpun dia masih terlihat cantik dan manis. Ekspresi wajahnya yang tenang berhasil membuatku tersenyum dengan sendirinya.

Saat aku sedang sibuk memperhatikan wajah Adellia, tiba-tiba aku merasakan kepala seseorang yang bersandar dibahuku. Aku menoleh dan melihat ekspresi wajah Melissa yang sedang tersenyum. Sepertinya dia masih terbangun dan dengan sengaja menyandarkan kepalanya dibahuku. Aku hanya bisa berpasrah, karena aku tidak tega untuk mendorong kepalanya keposisi yang semula.

Steven hanya memandangku dari kaca spion sambil tersenyum sumringah. Hingga tak lama kemudian Adellia terbangun dari tidurnya, lalu dia menoleh dan memandang Melissa yang sedang menyandarkan kepalanya dibahuku.

Aku mulai panik, karena sudah bisa membayangkan Adellia yang akan memulai pertengkaran disaat itu juga. Tapi aku hanya bisa berpasrah, sebab aku tak bisa berbuat apa-apa saat itu.

Tetapi yang terjadi tidak sesuai ekspektasiku, Adellia hanya menguap lalu memandangku dengan wajah yang datar. Tanpa mengucapkan sepatah kata, dia langsung menutup matanya lalu menyandarkan kepalanya dibahuku sama seperti posisi Melissa. Beberapa saat aku memandangi wajahnya, hingga perlahan-lahan aku menyadari muncul senyum dibibirnya.

Disepanjang perjalanan mereka berdua masih saja menyandarkan kepala mereka dibahuku. Bahkan saat aku sengaja menggerak-gerakkan bahuku, mereka tetap tidur dan tidak meresponku sama sekali. Aku tak tau harus merasa senang atau menderita akan situasi ini. Disatu sisi aku senang karena dekat dengan Adellia, sedangkan di sisi lain tubuhku lama-kelamaan menjadi pegal dan mati rasa karena harus menahan posisi yang sama selama berjam-jam.

Pada akhirnya kami sampai setelah menempuh perjalanan dengan waktu yang berkisar tiga sampai empat jam. Tapi kedua wanita disampingku masih saja berpura-pura tidur dan tak mau memindahkan posisi kepala mereka.

"Udah sampee nihhh, gw sama Jessica keluar duluan deh Ram." ucap Steven sambil mengedipkan matanya kearahku.

"Iya, lo duluan aja sono. Gw harus bangunin dua putri tidur disamping gw dulu." balasku

"Silakan menikmati." ucapnya pelan dengan senyuman mesumnya lalu keluar dari mobil bersama Jessica.

"Del... Mel... bangun gih, jangan pura-pura tidur lagi." ucapku sambil menggoyang-goyang kedua bahuku.

Tapi mereka berdua masih saja berpura-pura tidur tanpa menghiraukanku. Padahal jika dilihat dari ekspresi wajahnya, mereka berdua tampak sedang tersenyum menahan tawa. Melihat mereka berdua yang masih saja bersandiwara, akhirnya aku memutuskan untuk memaksa untuk keluar dari mobil.

Baru saja aku mulai bergerak dan mencoba berdiri dari posisiku, tiba-tiba mereka berdua langsung menahan tubuhku dengan kedua tangan mereka. Alhasil aku masih saja terjebak didalam posisi yang sama, di sisi lain aku juga tak mengerti bagaimana mungkin respon mereka berdua bisa serentak.

"Aku udah capek banget nih, mau sampe kapan nih kalian di posisi kayak gini?" ucapku lesu

Mereka berdua tetap diam tak merespon ucapan dariku. Lama-kelamaan aku mulai merasa kesal. Akupun berusaha beranjak dari posisiku. Tapi aku tak bisa berbuat banyak, sebab mereka berdua sudah mengunci tubuhku terlebih dahulu. Tapi aku tak mau menyerah begitu saja, aku berusaha dengan keras menggerakkan dan menggoyangkan tubuhku agar bisa terlepas dari kuncian mereka berdua. Hingga tak sengaja, sekilas aku mendengar suara Riska yang sedang berbicara dari luar.

"Itu mobilnya kok goyang-goyang ya?" ucapnya bingung.

Bersambung...

Chapitre suivant