webnovel

Dominasi

Langit sore tampak berwarna emas, perasaan tenang pun muncul dalam jiwaku saat memandangnya. Tubuhku menjadi rileks, suasana ini bagaikan mengajakku untuk berleha-leha saja. Tapi sayangnya aku tak sempat menikmatinya, sebab sudah ada orang yang menungguku untuk jogging di lapangan kampus. Terpaksa aku harus bangun dari tidur lelapku dan langsung segera bergegas menemui Adellia dengan mengenakan kaos dan celana trainingku.

Saat aku baru saja membuka pintu rumah kost-an, tampak Adellia yang sedang berdiri didepan gerbang masuk kost-an ku. Dia langsung menatapku dengan senyum khasnya yang selalu membuatku salah tingkah. Tapi sore itu aku melihatnya sangat berbeda dari biasanya, penampilannya benar-benar membuatku terpana.

Sore itu Adellia mengenakan kaos hitam dan celana training yang sangat pas dengan ukuran tubuhnya. Rambut panjangnya diikat gaya ponytail, membuatku tak bisa melepaskan pandanganku dari figurnya.

"Ram ayo sini, ngapain bengong aja disana." teriaknya dari gerbang

Tak sadar, aku hanya diam bengong memandanginya beberapa detik. Teriakannya berhasil membangunkanku dari lamunan indah itu.

"Iya Del, sebentar ya" balasku dengan berteriak lalu bergegas lari kearah gerbang.

Saat dilihat dari dekat, Adellia bahkan tampak lebih cantik. Aku tak yakin bisa jogging dengan tenang jika bersamanya. Karena aku yakin, semua pandangan mata, khususnya para lelaki pasti akan tertuju kepadanya. Apalagi ditempat ramai seperti lapangan umum kampus, sudah pasti Adellia akan menjadi pusat perhatian.

"Del, yakin nih mau jogging di lapangan?" tanyaku dengan ragu

"Emangnya kenapa Ram kalo di lapangan?" ucapnya dengan ekspresi bingung

"Hmmm, kamu gak risih ntar kalo diliatin cowok-cowok disana?" ucapku pelan sambil menggaruk kepala.

"Hehehe, justru karena itu makanya aku ngajakin kamu Ram." jawabnya sambil tersenyum nyengir.

"Duh, kayaknya aku bakal jadi bahan caci-makian massa disana nih." ucapku menghela nafas.

"Hahahaha." Adellia tertawa terbahak-bahak

"Bisa-bisa aku diejekin nih disana, karena deket sama kamu." candaku

"Kenapa emangnya Ram? Bajuku aneh ya?" tanya Adel bingung

Aku berpura-pura memasang wajah serius sambil bergumam, "Hmmm..."

Sedangkan Adellia menatapku dengan ekspresi bertanya-tanya, "Keliatan aneh ya?" tanya Adel

"Iya del, tapi lebih aneh orangnya sih." ejekku

"Ihhh, minta dicubit lagi nih." ucapnya kesal

Aku langsung berlari menjauhinya sambil tertawa terbahak-bahak "Hahahahaha."

"Udah ah Ram, berangkat aja yuk." ajaknya sambil manyun

"Jangan dicubit tapi yak." ucapku

"Iyaa...iya..." balasnya dengan tak rela

Setelah berangkat, apa yang kuprediksi ternyata terjadi. Sebab saat masih diperjalanan saja, mata para pria sudah membelalak melihat figur Adellia. Beberapa dari mereka tampak menatapku dengan tatapan cemburu. Mungkin mereka mengira aku adalah pacar dari Adellia, walau prediksi mereka salah, aku tetap merasa senang karena bisa membuat mereka merasa iri. Mungkin didalam hatinya, mereka sudah mengutukku agar mendapatkan kesialan dan segera putus hubungan.

Sesampainya di lapangan kampus, terlihat kerumunan yang lumayan ramai disana. Diseberang lapangan kebetulan merupakan tempat perpustakaan kampus. Gazebo perpustakaan kampus sering dijadikan tempat berkumpulnya para mahasiswa dari berbagai fakultas. Mereka biasanya menjadikan tempat itu sebagai tempat nongkrong ataupun tempat untuk mengerjakan tugas. Sedangkan di lapangan biasanya tempat orang yang sedang berolahraga, baik itu dari kegiatan organisasi UKM ataupun perorangan.

Sore itu kebetulan kondisi lapangan dan perpustakaan sama-sama ramai. Aku sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika aku dan Adellia jogging disana. Memikirkannya saja sudah membuatku resah dan gelisah. Saat itu aku hanya bisa berusaha untuk tidak memerdulikan pandangan dan omongan orang lain.

"Ayo jogging Ram, kok diam doang." ucap Adellia sambil tersenyum.

"Iya Del." ucapku pelan sambil menggaruk kepala.

Seperti dugaanku, baru saja beberapa saat melakukan jogging, pandangan mata setiap orang yang kami lewati mulai tertuju kepada Adellia. Walau terasa risih, aku mencoba untuk menghiraukannya dan tetap jogging seperti biasa. Sesekali aku memandang Adel yang ada disampingku, terlihat dia tak terlalu mempedulikan pandangan orang lain terhadapnya. Jadi kenapa aku harus merasa risih jika Adellia saja tidak peduli, pikirku.

Setelah lewat dari setengah jam kami jogging santai di lapangan, kami memutuskan untuk duduk dan beristirahat sebentar dibawah pohon. Panas tubuh dan keringat kami yang keluar akhirnya bisa didinginkan oleh angin sejuk dari pohon yang rindang. Di sore itu figur Adellia yang sedang menyeka keringatnya tampak sangat seksi, wajar saja semua mata para lelaki berfokus pada dirinya. Begitu juga dengan diriku yang secara refleks mencuri-curi pandang.

"Ini masih mau lanjut jogging Del?" tanyaku

"Lanjut dong, emangnya kamu udah ga kuat Ram?" tanyanya dengan nada mengejek.

"Iya Del, udah ga kuat ditengokin sama cowok-cowok yang matanya udah mau copot karena melototin." balasku

"Hahahaha, biasa aja kali Ram." ucapnya sambil tertawa

"Jadi pengen cepat-cepat pulang terus bobok lagi nih." ucapku sambil berbaring

"Boleh, tapi sebelum pulang harus kena cubit dulu hehe." ancam Adel sambil tersenyum sadis.

"Ga asik ah, diancam mulu nih. Lama-lama aku sembunyi aja deh." ucapku bercanda

"Kamu sembunyi sampe ke ujung dunia juga bakal aku kejer Ram." balasnya sambil mengkedipkan salah satu matanya

Selagi kami asik bercanda, tampak seseorang yang familier berjalan mendekat ke arah kami. Saat jarak kami telah mendekat, aku menyadari bahwa seseorang itu adalah David. Ya David, seseorang yang dulunya bonyok saat ingin mengeroyokku, lalu mengadu ke ayahnya yang polisi.

Tetapi dia tak datang sendiri, dia ditemani oleh seorang pria yang tak kukenal. Pria itu memiliki hawa dan aura yang berbeda dari orang biasa. Aku tak mau berspekulasi banyak, yang penting adalah aku harus mencari tau apa tujuan mereka datang menemui kami.

"Mau apa lo datang kesini?" ucapku dingin

"Haha santai dong, gw cuma mau kenalan lebih dekat doang kok." balas David enteng.

"Masih belom jera ya lo? Masih kurang bonyok tuh muka?" ejekku

"Gausah basa-basi deh. Kalo lo masih mau balas dendam mendingan lo pergi sekarang, sebelum gw berubah pikiran." ancamku dengan serius

"Wihh emang lo jagoan banget dah. Tapi wajar aja sih, kan lo beraninya make ilmu kebal." ejeknya

"Mending, ketimbang lo yang cuma beraninya keroyokan kayak banci." balas Adellia tiba-tiba

Mendengar ucapan Adellia membuat ekspresi David yang awalnya tersenyum berubah menjadi murka. Tapi tak lama kemudian, setelah melihat Adellia, tatapannya berubah menjadi tatapan mesum yang tak henti memandangi tubuh Adellia. Tampak matanya yang bergerak memeriksa tubuh Adellia dari ujung kaki sampai ujung rambut. Begitu juga dengan pria yang berdiri disampingnya. Aku benar-benar merasa kesal dan ingin mencabut kedua bola mata mereka saat itu juga. Spontan, aku langsung berdiri didepan Adellia untuk menutupinya dari pandangan mereka.

"Itu mata mau gw copot atau gw colok!" bentakku

"Hahaha, boleh juga tuh cewek lo." ucap David dengan senyum sinisnya.

"Rik, lo urus dah tuh bocah." ucap David kepada pria disampingnya sambil menunjuk kearahku.

"Yaudah, tapi jangan lupa duitnya." balasnya enteng.

"Santai aja, yang penting lo beresin dulu." jawab David

Seketika muncul macan berwarna hitam disamping pria itu. Dia hanya diam dan menatapku layaknya sedang meremehkanku. Tak diam saja, aku juga memanggil Lala dan seketika dia hadir berdiri disampingku. Kami berdua diam sejenak seperti sedang membaca kekuatan dan pergerakan satu sama lain. Instingku mengatakan sepertinya aura yang dikeluarkan Lala jauh lebih dominan ketimbang macan hitam itu.

"Habisi dia." perintahku ke Lala

Saat Lala membuka mulutnya, tampak dua taring panjang yang mengingatkanku figurnya pada suatu makhluk yang sering muncul di mitos eropa. Dia tampak persis seperti vampire di film-film yang pernah kutonton. Tapi aku tak tahu pasti, apakah dia benar termasuk vampire, atau hanya memiliki rupa yang sama.

Lala memandang macan itu dengan datar, lalu dia mengarahkan jari telunjuknya ke arah macan hitam itu. Aku tak mengerti apa maksud dari gerakan yang sedang dilakukannya.

Setelah Lala mengarahkan jarinya, tubuh dari macan hitam itu menjadi gemetaran. Macan hitam itu juga mulai mengaum dengan liarnya. Dia juga tampak berusaha menggerakkan tubuhnya, tetapi yang terjadi tubuhnya malah semakin kaku serta diam membeku.

Melihat macannya yang tak berkutik, teman David lalu berkomat-kamit menggumamkan sesuatu dengan bahasa yang tak kumengerti. Setelah selesai bergumam, tiba-tiba muncul ular kobra hitam raksasa didepannya.

"Bunuh makhluk itu." perintahnya sambil menunjuk Lala

Kobra hitam itu langsung bergerak menerjang Lala sambil menunjukkan taringnya yang berlumur cairan bening.

Lala menoleh, dan anehnya kobra hitam itu juga berhenti dan membeku ditempat seperti macan hitam sebelumnya. Saat kuperhatikan, ternyata muncul cahaya merah dari bola mata Lala.

"Apa yang kau lakukannnn!!!" teriak kobra hitam itu sambil berusaha menggerakkan tubuhnya.

Lala diam tak merespon ucapannya, dia hanya tersenyum kecil melihat kedua makhluk yang tak berdaya itu. Lalu dia perlahan-lahan menggerakkan jarinya ke arah kobra hitam itu. Seketika, macan hitam terangkat ke udara lalu tercampak menabrak si kobra hitam.

"Argghhhhhhh" teriak kobra dan macan hitam itu kesakitan.

Pria pemilik macan hitam itu hanya bisa terdiam pucat memandang kedua khodamnya yang tak berdaya. Sedangkan Lala masih belum puas, dia masih mempermainkan kedua khodam itu dengan santai.

Tampak tubuh dari kedua khodam itu yang mulai bercucuran darah, bahkan beberapa bagian tubuhnya sampai lepas dan berceceran. Karena tidak ingin melihat penampakan yang lebih mengenaskan dari ini, aku pun memerintahkan Lala.

"Selesaikan." ucapku singkat kepada Lala

Lala mengangguk pelan lalu pertama-tama dia melayang menuju posisi macan hitam itu. Tanpa basa-basi dia langsung menusukkan tangannya ke perut macan hitam itu. Badan macan hitam itu perlahan-lahan mulai menyusut kering hingga akhirnya menyisakan tulang-belulang saja.

Setelah menghabisi macan hitam itu, Lala mulai menatap kobra hitam yang tak jauh darinya.

"Ampunnnnnn ... tolong maafkan aku. Aku rela menjadi budakmu." teriak kobra hitam itu dengan histeris.

Tetapi Lala tidak menggubris ucapannya, dia tetap bergerak mendekatinya. Saat jarak mereka hanya tersisa beberapa langkah lagi, tiba-tiba kobra hitam itu membuka mulutnya dan menyemprotkan cairan racun ke arah Lala. Cairan racun itu pun berhasil mengenai keseluruhan tubuh Lala.

"Kkhaahkhkahkakahka, mampus kau." tawanya terbahak-bahak

Tubuh Lala tampak seperti mendidih mengeluarkan asap akibat terkena dari racun. Kulitnya tampak melepuh, tetapi anehnya dia tidak menunjukkan eksprersi kesakitan. Ekspresi wajah Lala tetap datar, sama seperti ekspresinya sebelum terkena racun tersebut.

Dalam sekejap, Lala tiba-tiba muncul di depan mata kobra hitam tersebut. Perlahan dia memegang ekor dari kobra hitam itu. Lalu aku tak menyangka akan apa yang kulihat setelahnya. Sebab aku melihat Lala sedang membanting-banting ular kobra itu layaknya seorang musisi rock yang membanting gitarnya.

"Memang pada dasarnya ular tidak bisa dipercaya." ucapnya dingin

Lalu dia memegang bagian tengkorak kepala kobra itu dengan gaya yang elegan. Setelah dipegang oleh Lala, kobra hitam itu juga menemui nasib yang sama dengan macan hitam sebelumnya. Seluruh tubuhnya menyusut sampai hanya menyisakan tulang-belulang saja. Dia bahkan tak sempat berteriak kesakitan ataupun memohon ampun. Tubuh Lala yang tadinya tampak melepuh juga sembuh dengan sendirinya. Apa dia bisa menyerap energi lawan? pikirku.

Setelah menghabisi kedua khodam teman David, Lala memandangku lalu dia menunjuk ke arah teman David yang tampak sangat pucat. Aku merasa dia ingin mengkonfirmasi, apakah harus menyerang orang itu juga. Aku pun meresponnya dengan anggukan kecil kepalaku, sebagai tanda konfirmasi.

Sementara itu, teman David langsung berusaha melarikan diri saat itu juga. Tapi sayangnya Lala tiba-tiba muncul didepannya, dan tanpa basa-basi langsung menggigit bahu pria tersebut.

Pria itu langsung terjatuh ke tanah lalu menjerit dengan histeris layaknya terkena tembakan dari senapan. Sedangkan David tampak bingung dengan apa yang terjadi, sebab dia tak melihat apa yang terjadi. Dia pun spontan langsung menghampiri pria itu.

"Woi, lo kenapa Rik?" ucapnya panik sambil menggoyang-goyangkan tubuh temannya.

Pria itu tak menjawab pertanyannya dan tetap meraung kesakitan. Mungkin bagi orang awam seperti David, pria itu terlihat seperti orang gila karena tak ada bekas luka yang tampak ditubuhnya. Tapi bagi orang yang sensitif dan peka, serangan itu rasanya sama seperti serangan didunia nyata. Tentu saja dia akan merasa kesakitan, tetapi aku tak berniat membantunya. Karena aku tau, dia juga akan melakukan hal yang sama jika berada diposisiku. Mungkin saja dia melakukan hal yang lebih mengerikan jika situasi kami berbalik.

Aku mulai berjalan mendekati David lalu berbisik pelan ditelinganya.

"Jangan ganggu gw lagi atau nasib lo bakal kayak dia." bisikku

Badan David bergetar dan menghindari tatapanku lalu dia langsung bergegas pergi meminta pertolongan orang-orang disekitar yang sudah sedari tadi memperhatikan kami dari jauh. Sementara itu Adel sejak tadi hanya diam memperhatikanku dengan ekspresi datar yang tak kumengerti.

"Ayo Del, sebelum orang-orang pada rame datang kesini." ucapku sambil menatapnya

"Iya Ram." jawabnya datar tanpa menatapku balik.

Kami pun pergi menjauh dari lapangan kampus.

Bersambung…

Chapitre suivant