webnovel

KAKEK DI DEPAN MASJID.

Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 14:00. hampir satu jam dia menghabiskan waktu bersama kakek itu. Arman melihat ponselnya yang sedari tadi dia tinggal di dalam mobil. dia melihat puluhan pesan dan panggilan tak terjawab dari kedua sahabatnya. Arman segera menginjak pedal gas untuk pergi menemui Angga dan Danang.

Selama perjalanan dia mencoba menenangkan hatinya dan tidak henti-hentinya bersyukur. Kini dia bertekad mengubah pandangan orang lain terhadap dirinya dan ibunya semasa ibunya hidup.

***

Angga dan Danang bergantian menjalankan Sholat dan saat Amel yang hendak ke masjid seperti biasa dia menitipkan standnya kepada mereka berdua. Seiring berjalannya waktu karena menggantikan Arman di stand. Amel, Danang dan Angga kini mulai dekat. namun suasana canggung tetap saja di rasakan Amel saat dia bertemu dengan Arman. seperti saat ini. Arman yang baru saja tiba hampir saja bertabrakan dengan Amel yang hendak pergi ke mushola untuk menjalankan ibadah. Amel yang canggung hanya memberikan senyuman tipis kepada Arman.

"Man, Lo darimana?" tanya Angga yang terlihat lega karena kedatangan Arman.

"Dari kantor pak Arip." mendengar itu Angga menoleh ke arah Danang dan saling beradu tatapan beberapa detik.

"Lo ngapain kesana?" tanya Danang.

"Ada deh," jawab Arman dengan santai menggeser tempat duduk Danang.

"Oh iya, Ngga. Lo bisa hubungi pemilik ruko?" tanya Arman yang berubah serius.

"Bi-bisa," jawab Angga terbata-bata.

"Hubungi dia, malam ini kita lakukan pembayaran." Angga hanya menganggukan kepala. Dia merasa Arman telah berubah.

"Man, Lo nggak mau cerita sesuatu gitu?" tanya Danang.

"Gue tau kalian bertanya-tanya. nanti saja gue ceritain pas pulang." Arman beranjak dari tempat duduknya dan mengambil kantong kresek berisi makanan.

Saat hendak memberikan kepada Angga dan Danang dia melihat Amel kembali ke standnya. entah apa yang dia pikirkan saat beli. Arman membeli empat bungkus sedangkan mereka hanya bertiga. Danang yang dengan mulut ceplas-ceplosnya menggoda Arman yang masih memegang dua kotak nasi. "Wah... Satunya buat Amel ya."

Amel yang mendengar itu menoleh ke arah ketiga pria itu.

"Apaan sih? Lo kalau mau nambah nih. Kan lo makannya banyak." Arman menutupi rasa malunya dengan menyodorkan kotak itu kepada Danang.

"Gue kenyang, Lo kasih ke Amel aja." Danang menolak sedangkan mau tidak mau Arman memberikan kepada amel.

"Nggak usah mas," tolak Amel yang melihat Arman menyodorkan satu kotak nasi tanpa berkata apa-apa.

"Ambil aja Mel, rejeki tuh." Danang menyuruh Amel mengambil kotak itu.

"Dengerin tu Danang," ucap Arman dengan ketus.

"Te-terima kasih," kata Amel yang sedikit gugup. saat Arman hendak berbalik dan kembali ke standnya. Tiba-tiba Amel memanggilnya. "Mas arman!"

"Ha!" sahut Arman dengan wajah sok sangarnya.

"Saya turut berduka atas meninggalnya ibunya mas Arman," kata Amel dengan wajah yang menunduk. Arman yang tadinya memasang wajah sok sangat tiba-tiba meluluh dan terlihat tatapannya berbeda kepada Amel.

Sadar ada dua orang yang mengawasinya Arman hanya mengangguk dan kembali ke tempat duduknya.

Angga melihat sekilas tatapan Amel yang berbeda kepada Arman. Angga berfikir semua sudah berakhir karena Arman telah kembali. walaupun hanya beberapa hari itu akan membuat sikap Amel berbeda kepadanya.

Angga menghela nafas panjang dan melanjutkan melahap makanan di hadapannya. sedangkan Arman sibuk mengendalikan suasana hatinya yang tiba-tiba terasa sangat rumit. Arman menjadi tidak selera untuk memakan makanannya. Selain masih kenyang perasaannya sedang tidak karuan.

"Man!" panggil Danang yang melihat Arman hanya berdiri memegangi kotak makannya.

"Eh, i-iya," sahut Arman dengan gelagapan.

"Elo kenapa?" tanya Danang dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.

"Telan tu nasi," jawab Arman yang berusaha mengalihkan pembicaraan Danang. namun Angga sangat peka, ia tahu apa yang membuat Arman melamun dan menjawab dengan gelagapan. tapi dia memilih diam.

Seperi biasa, dagangan Arman dan teman-temannya yang habis paling cepat. Mereka bergegas membersihkan meja dan alat masak mereka. Karena mereka mempunyai janji dengan pemilik ruko yang akan mereka tempati dalam waktu yang dekat.

Arman terlihat sangat bersemangat untuk menemui pemilik ruko tersebut. Tidak ada tanda-tanda kesedihan yang dia tunjukan di depan kedua sahabatnya.

Angga berhenti di sebuah masjid untuk menjalankan sholat Isyak. Masjid itu tempat Arman bertemu dengan kakek tadi siang, namun Arman lupa menanyakan nama dari kakek tersebut. Saat Arman baru selesai wudhu dia melihat kakek baru saja keluar dari masjid itu. Melihat dagangan milik kakek tidak berkurang sedikitpun membuat Arman ingin membeli semua.

"Kek!" panggil Arman. Kakek itu segera menoleh dan melihat Arman yang berjalan menuju arahnya.

"Kakek belum pulang?" tanya Arman.

"Belum, baru selesai sholat."

"Kakek ikut berjamaah?" tanya Arman.

"Tidak! Kalau saya ikut berjamaah yang lain protes karena baju kakek yang jelek dan lusuh," jawab kakek. Arman tersentuh mendengar cerita kakek.

"Ya sudah, kakek tunggu dulu sebentar. Saya sholat dulu. Jangan kemana-mana." Arman masuk ke dalam masjid dan menjalan sholat Isyak bersama ke dua temannya.

Kakek dengan sabar menunggu Arman kembali. kakek melipat sarung yang sudah robek di bagian bawah dan baju Koko berwarna hitam dan di masukkan ke dalam keresek berwana hitam.

Kakek bersandar di besi yang biasanya di gunakan untuk berpegangan saat naik atau turun anak tangga. Arman melihat kakek masih setia menunggunya dan segera dia menemuinya.

"Kek, maaf menunggu lama." Arman segera bersalaman dan mencium punggung telapak tangan kakek tersebut. Angga dan Danang yang berdiri di belakang Arman ikut bersalaman dan mencium punggung telapak tangan kakek itu.

Arman segera memperkenalkan kedua sahabatnya kepada kakek itu. "Kek! Ini sahabat saya, Danang dan Angga."

Kakek hanya tersenyum. Karena Arman. Belum mengetahui nama kakek itu dia segera menanyakannya. "Kakek namanya siapa?"

"Saya biasa di panggil kakek Darman," jawab kakek.

"Kakek Darman, ini kok masih banyak?" tanya Arman lagi saat melihat dagangan milik kakek yang masih banyak.

"Iya, dari tadi tidak ada yang beli. tapi Allah adil, di saat dagangan kakek tidak laku. Kakek bertemu denganmu yang memberi rejeki lebih."

"Alhamdulillah, kakek sekarang tolong hitung semua minuman ini sama makanan ini," ucap Arman.

"Untuk apa, Nak?" tanya kakek yang bingung akan maksud dari ucapan Arman.

"Saya dan teman saya membeli semua," jawab Arman.

"Beneran, nak?" tanya kakek yang tak percaya.

"Iya kek," sahut Angga. Arman dan Danang bersamaan menoleh ke arah Angga.

"Tunggu sebentar," ucap kakek. Dan segera menghitung semua dagangannya.

Saat kakek masih menghitung Arman berbisik ke telinga Angga untuk memastikan ucapannya. "Lo seriusan?"

Angga hanya mengangguk serius dan menunggu kakek selsai berhitung. Danang menatap Arman heran kepada Angga.

"Semuanya dua ratus delapanpuluhy ribu, Nak." Kakek selesai menghitung dan mengatakan kepada Angga.

"Ini, Kek." Arman memberikan uang empat ratus ribu kepada kakek itu.

"Ini kebanyakan, Nak. Kamu salah hitung." Kakek mengembalikan uang itu kepada Angga. namun Angga menolaknya.

"Untuk kakek saja," ucap Angga.

"Alhamdulillah," ucap syukur kakek. saat kakek bersujud kantong kantong plastik yang berisi baju dan sarung terjatuh. Angga melihat sarung yang sobek di dalam kantong plastik itu..

Saat Arman membantu kakek Darman berdiri, Angga berlari ke mobil dan mengambil sebuah kotak dari jok belakang. sesaat kemudian dia kembali dan memberikan kotak itu kepada kakek Darman.

"Ini apa, Nak?" tanya kakek yang ragu untuk menerima kotak dari Angga.

Chapitre suivant