webnovel

Malam yang panjang

Kana berulang kali megubah posisi tidurnya lantaran tak nyaman, ia sama sekali tidak bisa tidur karena Damian belum masuk ke kamar. Padahal, biasanya pria itu selalu menemaninya sampai tertidur. Akhirnya ia memutuskan untuk mengendap keluar kamar, pengawal yang biasa menjaga pintu kamarnya pun tidak terlihat.

Gadis itu berhenti di lantai 2 yang tepat diatas ruang tamu, terdengar suara Raven yang beberapa kali menanyai para pengawal dan pelayan dengan pertanyaan berbeda.

" Kalau diantara kalian ada yang berpikir mengkhianati saya, tidak masalah. Mau melukai saya juga tidak masalah. Tapi tidak dengan Kana, bahkan untuk mencobanya saja pun jangan harap. " desis Damian yang cukup terdengar oleh Kana.

Pranggg!

Terdengar suara pecahan benda yang terbuat dari kaca, " atau kalian akan saya buat hancur lebur. " Damian terkekeh dengan suara yang sangat mengerikan, Kana yang mendengarnya pun merinding.

" Jangan membangunkan iblis yang sedang tertidur. " ancam Damian lalu meninggalkan ruang tamu, kakinya mulai menaiki anak tangga membuat Kana gelagapan dan berlari secepat mungkin kembali ke kamar mereka di lantai 3.

Kana mendudukkan dirinya pada sofa yang ada di balkon kamar, telinganya menangkap suara Damian yang telah memasuki kamar.

" Sayang?" panggil Damian. Pria itu menatap Kana dalam, " jangan takut, aku hanya melakukan hal itu untuk melindungimu. Aku tahu kamu mengintip tadi. " ujarnya. Ia menjatuhkan dirinya disebelah Kana, beberapa kali helaan napas lelah terdengar dari pria berbibir tebal itu.

" Dami capek? Sini aku peluk " ucap Kana, ia tau Damian memang sangat ingin melindunginya. Namun sedikit sulit untuk menerima kenyataan bahwa suaminya merupakan mafia yang kejam dan kasar pada orang lain.

Damian menyenderkan kepalanya dibahu Kana, gadis itu mengelus kepala suaminya dengan lembut penuh perasaan.

" Terima kasih sudah mengusahakan yang terbaik untukku, Damian "

Pria itu melingkarkan tangannya ke pinggang Kana, " aku sangat mencintaimu, Kana. Tolong jangan tinggalkan aku, tolong jangan sampai terluka. " ungkap pria itu dengan suara lirih. Damian takut sesuatu yang buruk terjadi pada Kana.

" Jangan percaya ataupun mengikuti orang selain Tyron, Lily, Raven, dan Mitha untuk saat ini. " papar pria itu agar Kana tidak mudah dibohongi.

" Iya, tenang saja. " jawab Kana menenangkan Damian.

" Aku mencintaimu, Kana. " ucap Damian.

" Iya, aku tau. " balas Kana.

" Aku sungguh mencintaimu, Kana. " ulang pria itu.

" Aku tau Damian. " balas Kana dengan hati yang sesabar mungkin.

" Aku sangat mencintaimu. Apakah kamu juga mencintaiku?" tanya Damian akhirnya. Wajahnya berada tepat didepan Kana dengan jarak yang sangat dekat.

Kana tidak tau harus menjawab apa, ia cukup bingung karena mereka baru bersama. Apa benar perasaan yang dia rasakan itu cinta?

" Aku.. gak tau. Aku rasa memang aku mulai mencintai kamu. " aku Kana dengan gugup.

" Sudah kuduga, sesuai yang kamu tulis di kertas rahasia. " kekeh Damian menarik istrinya untuk di pangku.

" Kok tau? Itu kan kertas rahasia?" pekik Kana yang tidak menyangka Damian akan tau itu kertas miliknya.

" Pertama, aku tau tulisanmu bagaimana. Kedua, semua orang yang ikut game itu sama sekali tidak memiliki suami. Hanya kamu satu-satunya orang yang bersuami " beber Damian. Kana menggigiti tangan Damian untuk melampiaskan kekesalannya.

" Ih! Jadi semua orang tau itu aku? Menyedihkan " sesal Kana yang menyadari semua orang yang pasti tau dialah pemilik kertas itu.

Damian terkekeh melihat bibir Kana yang mengerucut sebal dan sesekali menggigiti tangannya itu, dipegangnya tengkuk Kana dan bibirnya mulai menyesap bibir lembut milik istrinya.

Sementara Kana yang dicium hanya terdiam, ini baru ciuman kedua yang ia rasakan setelah insiden perampasan ciuman pertamanya dihari pertama bertemu Damian. Tangannya mengcengkeram kemeja Damian untuk meluapkan rasa senang sekaligus gugup miliknya.

Suaminya menggigit pelan bibirnya membuat gadis itu refleks membuka bibir, lidah Damian pun menelusup masuk menyentuh lidah Kana. Tanpa sadar, tangan Kana yang tadinya mengcengkeram kemeja Damian mulai bergerak melingkar dileher Damian dan sesekali meremas rambut pria itu membuat Damian semakin sulit menahan diri.

Baru saja pria itu berniat menggendong Kana menuju kasur, gadis itu langsung melepaskan pagutan bibir mereka. Nafasnya terengah-engah lantaran berciuman cukup lama. Damian berusaha menyadarkan dirinya bahwa Kana belum siap.

Mereka duduk dalam diam dengan posisi yang kembali seperti semula ditempat masing-masing sembari mengatur nafas, mata Damian memicing saat melihat sesuatu yang bergerak diantara pepohonan diluar gerbang yang mengelilingi rumahnya. Cukup sulit melihat apa yang membuat pohon tinggi itu sangat bergoyang dengan mata telanjang dari jarak Damian yang hampir 300 meter dari pohon itu.

Insting damian mengatakan bahwa Kana dalam bahaya, sehingga ia merengkuh gadis itu dan langsung menjatuhkan diri ke lantai.

DOR

Suara tembakan tepat terdengar saat Damian menjatuhkan dirinya bersama Kana dari sofa yang mereka duduki. Tak sampai sekian detik kaca yang menjadi pinggiran balkon mereka pun pecah dan sofa yang di duduki Kana bolong terkena peluru yang menembus sampai belakang.

Damian langsung menyadari bahwa hal itu bisa saja membuat Kana takut, " sayang, jangan takut. Tenang dan jangan berteriak, okay?" bisiknya pada Kana yang berada didalam pelukannya. Tangannya meraba kolong sofa dengan cepat dan menemukan pistol yang dicarinya,

DORRR

Damian menembak lampu di balkon mereka untuk mengecoh penembak tadi. Dengan cepat ia menggendong Kana dan berlari keluar kamar, para pengawal dan pelayan sudah tiba diatas tangga dan dengan terburu-buru memeriksa kamar Tuan mereka. Beberapa berjaga disekitar Damian.

" Baru sekarang berjaga, heh?" cemooh Damian dengan raut wajah yang tampak buruk sekali,

Lily berlari menuju mereka, " apakah Kana baik-baik saja?" tanyanya dengan suara khawatir.

" Aku baik-baik saja, tolong turunkan aku Dami. " pinta Kana. Gadis itu tampak sedikit pucat dan tangannya pun samar-samar terlihat gemetar.

Kana diturunkan dan dituntun untuk duduk di ruang tamu, Damian menatap nyalang para pengawal.

" APA SAJA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN SAMPAI TIDAK BERJAGA DISEKITAR MANSION DAN LUARNYA?" bentak pria itu dengan raut wajah yang benar-benar ingin membunuh orang.

" Kami saat itu sedang memutar bergantian untuk berjaga diluar dan dalam mansion, Tuan. " jawab Mack pelan.

" KEJAR BAJINGAN YANG BERANI-BERANINYA MENCOBA MEMBUNUH KANA!! SISIR SEMUA DAERAH SEKITAR! " geramnya.

" BRENGSEK!" maki Damian lalu menaiki tangga dengan cepat menuju ruang kerjanya, yang tak lama kemudian kembali dengan berbagai pisau dipinggang dan senapan panjang di kedua tangannya yang sudah mengenakan sarung tangan.

Damian berlutut didepan Kana yang menyender lemas dipelukan Lily, " Sayang, listen to me. Ingat yang kukatakan sebelumnya kan? Lakukan hal itu, cukup percaya pada orang-orang yang kusebutkan saja karena aku akan pergi mencari orang sialan itu secara langsung. " bisiknya pada Kana. Gadis itu hanya mengangguk dengan lemas dan mengusap pipi Damian dengan tangan kecilnya yang terasa dingin dan gemetaran.

" Maaf sayang, aku akan kembali sebelum jam 06:00 pagi. Maafkan aku yang membuatmu dalam bahaya, aku mencintaimu. " pamit pria itu lalu pergi bersama banyak pengawal.

Masih cukup banyak pengawal yang tersisa dirumah, namun Kana tidak bisa mempercayai mereka sama sekali. Ia hanya bisa percaya pada Lily, Raven, Tyron, dan Mitha seperti yang Damian katakan sebelumnya.

" Sepertinya ini akan menjadi malam yang panjang " gumam Lily. Tangan wanita paruh baya itu mengusap pahanya dengan gerakan pelan untuk memeriksa senjata yang ia ikat dipahanya.

" Mitha, buatkan coklat hangat untuk Nyonya dan Tyron temani Mitha ya " pinta Lily yang juga tau tidak banyak orang yang bisa dipercaya dirumah ini.

Raven berdiri didekat Kana dan Lily dengan sikap defensif, tangannya memegang erat tas kerjanya.

" yest' duraki kotoryye panikuyut potomu chto slezhka uzhestochena " lontar pria putih pucat itu dengan kekehan meledek.

*Ada orang bodoh yang panik karena pengawasan diperketat

Lily berdecak kesal, "Molchi. Vy dumayete, chto tol'ko my mozhem ispol'zovat' etot yazyk?" desisnya.

*Diam, kamu pikir hanya kita yang bisa menggunakan bahasa ini?

" Biarkan saja, agar tikus itu semakin berlari ketakutan "

" Raven " panggil Kana dengan suara lemas.

Raven menundukkan tubuhnya dan Kana berbisik, " ada orang yang kucurigai"

" siapa, Nyonya?"

" Lilia " bisikan singkat Kana dengan volume rendah itu membuat Lily dan Raven yang mendengarnya terdiam.

Chapitre suivant