webnovel

BAB II : CHAPTER 24 : tertangkap

HAPPY READING AND HAPPY WRITING

"Jangan salah paham, aku membelamu bukan karena khawatir padamu tapi karena untuk diriku sendiri."

"Aku harus menyelamatkan harga diriku dari pangeran sombong itu."

Keduanya kembali meneruskan perjalanan yang entah Psyce sendiri tak tahu akan dibawa kemana oleh pangeran di sebelahnya ini. Kakinya mulai terasa pegal karena berjalan terlalu lama. Mungkin ini adalah efek karena tubuhnya yang masih belum pulih.

"Ya, ya, aku tau itu." Ujar Psyce malas.

"Dari wajahmu itu kau sangat senang bisa mengalahkan pangeran arogan itu."

"Apa para pangeran memiliki sikap arogan seperti kau?"

tanya Psyce.

Dari nadanya yang terdengar malas sangat kentara. Psyce tak berniat menyembunyikannya.

"Tidak semua,"

"tapi aku tidak lebih parah dari dia!"

"Aku dinilai sangat baik untuk ukuran seorang pangeran kalau kau mau tau."

Psyce menatap datar pangeran yang berjalan lebih di depannya yang terlihat seperti tengah terbang sampai bisa mencapai langit biru di atas mereka.

"Jadi apa yang akan kita lakukan disini?"

Kakinya sudah pegal dan tenaganya sudah terkuras habis bagai berlari.

"Karena aku sudah bertemu dengan pangeran sombong itu, aku harus kembali."

Mendengar hal itu Psyce menampilkan ekspresi terkejut dengan membelalakan matanya kemudian menghentikan langkah kakinya.

"Apa?!"

"Aku sudah lelah berjalan kemari dan kelaparan tapi kau membatalkannya?"

"Benar benar pangeran ini.."

Pangeran Rocco ikut menghentikan langkahnya dan ikut menatap Psyce yang sudah memiliki wajah merah.

"Tapi kau jangan khawatir dulu, kau punya tugas lain."

"Tidak sudi," dengan tegas Psyce menolak tentu saja.

"Kau berhutang budi padaku."

"Aku tidak memintamu untuk mengobatiku."

"Tapi secara teori kau sudah aku obati."

Psyce menggeram mendengarnya dan kembali mengepalakan tinju kecilnya.

"Jaga sikapmu, aku sudah menolongmu dan lihat posisi kita ada dimana." Ucap pangeran Rocco berintonasi rendah namun dalam.

Ancaman menyebalkan itu kembali terdengar membuat Psyce semakin menggelapkan matanya.

"Itu kau lakukan untuk dirimu sendiri."

"Dan ngomong ngomong kita akan pergi kemana sekarang? aku lelah.."

"Kita akan ke istana." Jawab pangeran enteng.

"Apa? lalu apa tugasku?"

Pangeran Rocco menatap kesal pada Psyce yang lebih banyak bertanya padanya. Namun, ia tak akan memperpanjang masalah dan semakin menyulut emosi gadis itu.

"Kau kan sudah mengatakan pada pangeran sombong itu jika kau adalah pelayanku,"

"maka lakukanlah tugasmu di istana."

'Pangeran ini menjebak ku ya?..!' Pikiran negatif dan segala rencana buruk sudah tersusun rapi di dalam kepalanya. Wajah Psyce semakin memerah karena menahan amarah, matanya semakin menggelap, ia kembali mengepalkan tangannya.

"Kau akan menyesal jika kau memukulku disini..."

Melihat suasana darurat itu, pangeran tak tinggal diam dan kembali mengeluarkan jurus ancaman andalannya selama ini.

"Lagi lagi kalimat itu yang keluar dari mulutmu bocah brengsek!"

Kata kasar yang keluar dari mulut gadis ini membuat pangeran sedikit terkejut.

"Waahh.. selain bar bar dan kasar bertindak, kau juga kasar dalam perkataanmu ya?"

"Itu semua karenamu! jika bukan, aku selalu bersikap baik pada orang orang."

"Contohnya adalah winter."

"Winter? burung elang itu kau sebut orang?"

tanya pangeran Rocco meremehkan.

Suara tawanya begitu terdengar menyebalkan karena penuh dengan ejekan. Alih alih menenangkan atau mengalah pada gadis di sebelahnya, pangeran semakin menyiram api dengan minyak tanah.

"Jangan jangan kau tak pernah bertemu dengan orang lain selama kau hidup ya?"

"Menyedihkan.."

Tawa pangeran Rocco masih terdengar, Psyce memutuskan untuk kembali melangkah dalam diam begitupun dengan pangeran. Beberapa detik keadaan diantara mereka terjadi keheningan.

'Aneh..'

Karena sang pangeran yang merasa aneh, ia melirik sedikit ke arah gadis di sebelahnya yang masih diam terlihat murung.

Kembali, perkataan yang keluar dari mulutnya beberapa menit yang lalu melintas di dalam kepalanya. Pangeran terkejut dengan apa yang bisa mulutnya katakan setelah menyadarinya.

Ia kembali melirik sesekali ke arah gadis yang lebih pendek darinya itu. Apa ia harus meminta maaf?

"Ada apa?" tanya Psyce ketus.

"Kau baru menyadari perkataanmu pangeran sombong?"

"Jangan melihatku seperti aku benar benar menyedihkan,"

"karena memang kenyataannya aku menyedihkan.."

lanjut Psyce.

Bagian kalimat terakhirnya itu terdengar lebih lirih namun masih dapat ditangkap oleh telinga pangeran Rocco.

"Soal itu.."

"Sudahlah lupakan, sebaiknya kita segera mempercepat perjalanan agar sampai sebelum gelap."

Pangeran untuk sesaat tertegun sejenak, gadis yang bahkan terlihat lebih kecil darinya itu terlihat tegar menjalani hidupnya meskipun dalam kegelapan. Dan dirinya dengan seenaknya memandang rendah gadis itu dan melukai hatinya.

Diusianya yang bahkan belum tergolong remaja, sangat baik dalam mengatasi situasi sulit dalam hidupnya karena kebiasaannya.

"Aku minta maaf, karena perkataan kasarku."

Setelah beberapa kali menghela nafas dan mempertimbangkan, entah apa yang merasukinya, pangeran Rocco mengucapkan kata maaf untuk pertama kalinya sepanjang hidupnya.

"Jangan bertindak aneh,"

"tidak seperti dirimu yang biasanya."

Semakin terkejut pangeran Rocco mendengar respon yang dikeluarkan oleh Psyce. Setelah beberapa saat ia kembali melanjutkan,

"meski begitu, aku adalah bangsawan terhormat, sekaligus pangeran yang akan menjadi kaisar masa depan. Jadi aku merasa perbuatanku padamu itu salah."

"Baguslah, setidaknya kau punya sedikit etika."

Urat di wajah pangeran Rocco kembali terlihat. Padahal dirinya yang adalah pangeran sudah rela untuk menurunkan harga dirinya untuk meminta maaf, tapi gadis ini menjadi semakin besar kepala.

"Apa selama ini kau menganggapku tidak beretika?"

"Menurutmu?"

"Bocah sombong ini.."

"Apa? kau mau memukulku? lihatlah kita ada dimana? kau akan mendapat kerugian dari hasil memukulku disini pa.nge.ran.ter.hor.mat.."

"Gumamkanlah terus kata sabar di dalam kepalamu, agar kau terbiasa.."

Pangeran kembali menarik rasa kekaguman yang sempat singgah di pikirannya pada Psyce. Ia kembali kesal dibuatnya.

Setelah sepanjang perjalanan yang sebagian besar diisi oleh perdebatan, akhirnya keduanya sampai di depan istana barat Lurie. Para prajurit penjaga terlihat terkejut dan menghampiri keduanya.

"Yang mulia pangeran, anda dari mana saja? kami semua cemas mencarimu sejak pagi tadi."

'Fufu.. pangeran ini bagus juga dalam bersembunyi..' Psyce menatap prajurit di depannya yang tetap berwajah datar namun berbanding terbalik dengan apa yang mereka katakan beberapa detik tadi.

"Maaf sudah membuat kalian cemas, aku sudah kembali dengan selamat itu yang terpenting."

"Yang mulia..."

Prajurit beralih menatap Psyce yang berada di samping pangeran dengan wajah yang tak menunjukan kehormatannya pada pangeran dan juga prajurit yang berada dihadapannya.

"Ahh ya dia adalah pelayanku."

"Tapi dia seorang-"

"Jangan khawatir," pangkas sang pangeran.

Para prajurit itupun akhirnya diam dengan wajah tak enak mereka yang begitu kentara tak menyukai keputusan ini.

"Yang mulia Rocco."

Suara seseorang dari arah dalam istana terdengar, membuat atensi pangeran Rocco dan Psyce beralih.

Seorang lelaki yang terlihat muda berjalan menghampiri mereka. Usianya sepertinya tak terpaut jauh dari yang mulia pangeran.

"Ksatria Hugo, kau sudah kembali dari perjalananmu?"

"Aku mendengar perwakilan raja dari setiap daerah sudah datang bersama keluarganya?"

Ksatria Hugo menunduk hormat begitu dirinya sampai di depan pangeran Rocco.

"Ya pangeran saya sudah kembali, tapi begitu saya kembali, saya langsung mendapatkan tugas untuk mencari anda yang mulia."

"Apa itu sebuah sindiran ksatria Hugo?"

"Tidak, bukan." Jawabnya.

"Untuk pertanyaan kedua anda, itu benar. Perwakilan raja dari setiap daerah sudah datang pagi tadi."

Ksatria Hugo memilih menjawab pertanyaan kedua pangeran yang belum sempat ia balas dengan sopan.

"Aku besok akan menyapa mereka,"

"kecuali pangeran Elbereth karena aku sudah bertemu dengannya tadi di pasar kota."

Ksatria Hugo menatap kearah Psyce yang juga menatapnya. Tatapan mata keduanya sama sama dingin, lebih tepatnya Psyce yang menunjukan ketidak sopanannya.

"Dia pelayan baruku"

"Tapi.."

"Dia berada di usia tak jauh darimu, tolong anggap saja sebagai adikmu kalau kau tak keberatan, seperti kau menganggapku adikmu

"

Mendengar hal itu wajah ksatria Hugo dengan jelas tak menyukai usulan itu sama sekali. Namun yang bisa ia lakukan hanya menerima.

"Apa yang membawamu padaku?"

"Yang mulia memanggil anda," jawab ksatria Hugo.

"Baiklah, katakan pada beliau aku akan bertemu dengannya setelah bersiap."

"Baik pangeran."

"Dan tolong antar dia ke kamarnya," lanjut pangetan Rocco.

"Pangeran!"

Untuk usulan yang ini ksatria Hugo menyuarakan ketidak setujuannya karena aturan istana ini sekaligus bangsawan. Namun kembali ksatria Hugo tak dapat kembali menentang keputusan dari calon kaisarnya itu.

"Baik pangeran."

Psyce dan pangeran Rocco akhirnya berpisah. Namun bukannya takut, Psyce justru merasa terlihat senang telah berpisah dari pangeran itu. Pangeran Rocco kembali melangkah masuk ke dalam istana untuk kembali ke kamarnya dan mandi untuk bersiap.

Pangeran Rocco mengetuk pintuk di depannya. Ruangan ayahnya bekerja. Diluar marquis Ardolf sudah menunggunya.

"Masuk!"

Segera setelah dipersilahkan masuk, pangeran Rocco berdiri dengan jarak beberapa langkah dari meja yang berisi setumpuk kertas.

"Saya dengar anda memanggil saya yang mulia?"

Begitu mendengar suara pangeran Rocco, Oars segera beranjak dari duduknya untuk melangkah kearah pangeran Rocco dan membimbingnya duduk di sofa yang berada di dalam ruangan.

"Putraku, duduklah dengan santai."

"Sepertinya kau baru saja kembali dari latihanmu diluar?" tanya Oars.

"Apa yang membuatmu begitu tertarik untuk berlatih diluar? Apa fasilitas di dalam istana kurang memadai?"

Beliau menyuruhnya duduk dengan santai namun suasana mengatakan sebaliknya. Pangeran Rocco mengikuti langkah Oars.

"Tidak bukan seperti itu,"

"hanya saja lingkungan diluar dan didalam istana sangat berbeda membuat pengalaman saya lebih banyak, dan lingkungan diluar bisa membuat saya mengharuskan untuk bertahan hidup kalau kalau bahaya datang."

Senyum Oars mengembang mendengarnya.

"Aku bangga padamu nak, aku juga senang mendengarnya."

"Tapi, kau juga haruslah ingat akan posisimu yang sangat penting di dalam istana. Kau adalah calon kaisar masa depan kekaisaran ini."

"Baik yang mulia akan saya ingat nasihat anda." Beberapa detik Oars menjeda ucapan selanjutnya yang akan ia keluarkan.

"Tapi apa benar niatanmu itu hanya untuk berlatih?"

"kudengar kau bersama seorang gadis kecil lusuh rakyat jelata di pasar kota pangeran.."

"Aku juga baru mendengarnya tadi, kalau dia dibawa kemari olehmu sebagai pelayanmu."

'Elbereth!' Tangan pangeran Rocco mengepal diatas pahanya untuk menahan emosi yang akan meledak.

"Memang benar jika kami bersama di pasar kota siang tadi yang mulia, saya baru saja bertemu dengannya hari ini dan kulihat dia memiliki potensi untuk saya jadikan pelayan disini."

"Apa yang bisa gadis kecil itu lakukan? sudah jelas dia tak berguna, terlebih kau memberikan dia kamar di istana?"

Padahal baru saja ia memberikan perintah itu, namun sudah diketahui ayahnya. Sejauh mana ayahnya mengetahuinya?

"Kupikir kau jauh lebih cerdas dari dugaanku dengan memberikanmu lebih banyak kegiatan di istana.."

"Pangeran ingat posisimu dan gadis kecil itu,"

"aku akan menutup mataku karena ini adalah kesalahan besar pertama putraku, tapi kalau aku mendengar hal yang tidak sesuai aturan darimu lagi aku tidak akan menutup mataku."

-

-

-

tbc

Chapitre suivant