webnovel

PERJODOHAN

Jerry adalah seorang pemuda yang tampan dan mapan di usianya yang baru 31 tahun. Ayahnya memberikan banyak modal untuknya membangun bisnis setelah ia menyelesaikan kuliahnya di luar negeri. Dara yang hendak dijodohkan dengan Jerry hanya mampu untuk duduk dan tidak kuasa untuk melawan pada kehendak ibunya. Dalam pertemuan dua keluarga itu, Melinda lah yang mendominasi pembicaraan.

"Dara ini cantik sekali, ya." puji mama Jerry sambil menatap Dara.

"Tentu saja, jeng. Dia ini kuliahnya saja rajin sekali. Sebentar lagi lulus dan dia akan langsung bekerja di perusahaan ayahnya, iya kan, Mas?"

"Iya, betul dia akan bekerja di perusahaan saya nantinya."

"Bukannya ada anak lelaki ya, jeng Mel?"

"Anakku itu mandiri. Dia nggak mau tinggal enak, katanya laki-laki itu perlu berjuang dari bawah."

"Kalau soal itu benar, Jeng. Jerry juga dulu berjuang dari bawah meskipun modal dari Papanya. Tapi, tanpa keuletan tidak akan bisa seperti sekarang, toh."

"Betul sekali."

"Jadi, bagaimana jeng, soal perjodohan anak-anak kita?"

"Aku tidak mau, bu!" sahut Dara tiba-tiba membuat semua mata menatap ke arahnya.

Melinda langsung mencubit tangan Dara.

"Aduh, maafkan jeng. Anak saya ini kadang suka asal bicara. Ayo minta maaf, Dara," kata Melinda dengan senyum.

"Maaf, Tante. Tapi, saya serius. Saya tidak ingin dijodohkan dengan siapapun. Saya ingin menikah dengan orang yang mencintai saya dan juga saya cintai. Jika dijodohkan seperti ini, saya ragu apakah Jerry juga bersedia atau justru sudah memiliki kekasih dan apakah dia mencintai saya. Pernikahan itu bukan mainan, kan?"

Kedua orangtua Jerry saling pandang. Sementara Hans sudah menahan napas sambil menatap pada Dara dan Jerry secara bergantian.

"Hahah, putri Om dan Tante ini sangat pintar. Jujur saja, saya juga belum tau dan belum yakin saat Papa dan Mama mengajak saya ke sini. Tapi, mendengar hal ini saya justru menjadi lebih bersemangat. Dara, bagaimana kalau kita berteman dekat dulu supaya kita bisa saling mengenal pribadi masing-masing. Jika cocok, maka kita tentu bisa melanjutkan ke hubungan yang lebih serius lagi, bukan begitu?" tanya Jerry.

Mendengar hal itu Melinda tentu saja merasa senang.

"Saya sih setuju, bagaimana Jeng?"

"Saya juga setuju. Saya suka melihat Dara, dan saya rasa dia anak yang baik dan menyenangkan."

"Tentu saja, Jeng. Saya bukannya memuji anak sendiri. Tapi, anak saya ini dijamin adalah calon istri dan menantu yang baik."

"Kita akan segera menjadi besan, Jeng."

"Iya. Baiklah, bagaimana jika kita lanjutkan saja pembicaraan kita di meja makan. Saya sudah menyiapkan makanan yang lezat. Mudah-mudahan cocok loh."

Setelah bicara panjang lebar dan ghibah ke sana kemari, Jerry dan kedua orangtuanya pun pamit pulang.

"Kau ini bikin malu! Apa maksudmu tadi bicara seperti itu di depan Jerry dan kedua orangtuanya?!" hardik Melinda setelah mobil Jerry sudah tak tampak lagi.

"Aku hanya bicara apa adanya, Bu. Aku tidak mau menikah tanpa rasa cinta. Aku hanya ingin lelaki yang benar-benar mencintai diriku apa adanya. Dan juga aku cintai. Aku tidak mau dia juga terpaksa, apa lagi jika dia ternyata memiliki kekasih. Aku tidak mau menjadi wanita yang tertawa di atas penderitaan wanita lain!"

Plak...plak...plak

"MELINDA!" bentak Hans meradang. Melinda hanya mendengus kesal dan langsung berlalu ke kamarnya. Sementara Dara hanya berdiri sambil memegang pipinya yang terasa memanas.

"Kau masuklah ke kamarmu. Kakak dan adikmu belum pulang sampai malam begini kau telepon mereka. Ayah ada di ruang kerja ayah, katakan pada Mahendra jika dia pulang supaya menemui ayah. Begitu juga dengan Tania," kata Hans.

Dara hanya mengangguk dan segera mematuhi perintah ayahnya. Dengan hati yang sedih, ia pun beranjak ke kamarnya.

"Sampai kapan hidupku terus begini, tidak bisa mengungkapkan isi hati. Apapun yang aku lakukan selalu salah di mata ibu. Bukan salahku jika Xabiru tidak mencintaiku. Jika ternyata Jerry memiliki kekasih, aku hanya akan menjadi orang ketiga. Apa salah jika aku berkata seperti tadi?" kata Dara mulai bermonolog.

Sementara itu, sambil mengemudikan mobilnya Jerry tampak sedang memikirkan sesuatu. Ini bukan kali pertama kedua orangtuanya menjodohkan dirinya dengan seorang gadis. Tapi, itulah juga yang membuatnya begitu berat. Jerry takut menikah karena sesuatu hal. Dia pernah mengalami kecelakaan yang membuatnya divonis dokter tidak akan bisa memiliki keturunan. Jadi, apakah ada wanita yang mau menikah dengan pria yang tidak akan mampu memberikan anak dan kebahagiaan. Untung saja Dara dengan berani menolak seperti tadi dengan alasan yang sangat masuk akal.

'Aku harus berterima kasih pada Dara suatu hari,' gumam Jerry dalam hati.

"Bagaimana dengan Dara? Mama lihat dia gadis yang baik. Jika dia menjadi istrimu, mama akan sangat senang sekali, Jer."

"Mama dengar sendiri kan dia mengatakan apa? Dia tidak mau begitu saja menerima perjodohan ini. Dan aku tidak mau memaksa," jawab Jerry dengan tenang.

"Dia kan bukan menolak, dia hanya bilang ingin kalian saling mengenal dulu. Artinya, dia ingin kalian itu pelan-pelan saling mengenal. Artinya, kau yang harus agresif mendekati Dara. Ajak dia makan malam romantis, pergi menonton atau apa saja. Kalau perlu ajak berlibur ke luar negeri. Kau kan bisa meluangkan waktu untuk sekadar pergi berlibur."

"Iya, Mama. Tapi, tidak dalam waktu dekat ini. Aku masih banyak sekali pekerjaan yang harus aku lakukan."

"Tapi, kau harus berjanji untuk mengajaknya berkencan. Kalau kau tidak mau mengatur waktu maka, mama yang akan meminta kepada mamanya untuk mengatur jadwal kencan kalian berdua," ancam mamanya lagi.

Jerry hanya bisa mengiyakan seperti biasa.Sampai hari ini dia memang belum pernah berani menceritakan apa yang terjadi dengan dirinya. Sebagai anak tunggal orangtuanya pasti sangat berharap kepadanya. Dan apabila ia menikah apa lagi yang diharapkan setelah itu jika bukan kehadiran seorang anak.

"Papa dan Mama ini sudah tua. Jadi, kami ini sangat berharap kau bisa cepat menikah dan memberi kami cucu yang akan melengkapi masa tua kami."

"Iya, aku akan secepatnya membuat janji dengan Dara dan mengajaknya berkencan. Tapi, apabila ternyata kami tidak cocok, tolong jangan memaksa lagi. Aku harap ini adalah perjodohan yang terakhir, ya."

"Ya kalau begitu kau harus bisa mengajaknya sampai ke pelaminan."

Kalau sudah begini, mau bilang apa lagi. Jerry hanya bisa pasrah. Tapi, agaknya kali ini dia harus melakukan sesuatu supaya kedua orangtuanya berhenti untuk menjodohkan dirinya.

"Lusa nanti salah seorang anak sahabat papa menikah. Kau harus datang bersama dengan Dara. Mama dan Papa nggak mau jika bertemu dengan teman lama kami kemudian mereka melihat kau masih sendiri."

Chapitre suivant