webnovel

BAB10

"Perempuan itu suka digombalin meski mereka tahu kalau itu hanya gombalan dan janji manis doang. Tapi, mereka sangat senang." Dia tersenyum bangga. "Ya, setidaknya sampai mereka tahu atau menyadari kalau janjimu itu palsu, tapi kamu sudah bisa mendapatkan segalanya, kan?" Dia tergelak.

Sebenarnya apa yang dikatakan Doli itu memang benar bahkan bukan rahasia lagi, kemampuan berbahasa dan merayu memiliki peran yang begitu besar saat seseorang mencari pasangan. Kadang, hanya dengan modal rayuan gombal saja beberapa orang bisa dengan mudah menarik perhatian lawan jenisnya. Padahal, jika ada yang mau bertanya pada kaum wanita, kebanyakan mereka mungkin segan untuk mengakui bahwa rayuan gombal bisa jadi strategi yang ampuh untuk menaklukkan hatinya. Jika banyak wanita memang tidak mempan digombali, mengapa sampai sekarang masih diminati banyak orang?

Rupanya bahkan faktanya, sebagian besar wanita memang diam-diam suka mendengar rayuan gombal dari pasangannya. Hal ini berhasil dibuktikan dalam sebuah penelitian terbaru pada awal tahun 2017.

Yang pertama adalah,

"Rayuan gombal ternyata lebih disukai daripada pujian"

Dalam sebuah eksperimen yang dimuat dalam jurnal internasional Scientific Reports, para pakar ilmu bahasa dan saraf mencoba melihat reaksi wanita ketika mendengar rayuan gombal dari pria. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan peserta penelitian wanita menilai rayuan gombal lebih tinggi daripada pujian seperti, "Matamu sungguh indah," dan, "Sepatumu bagus,".

Gombalan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rayuan yang bersifat metafora atau menggunakan perbandingan kreatif. Misalnya, "Perasaanku padamu itu seperti kuku, meskipun dipotong tetap akan tumbuh terus," atau, "Senyummu itu kadar alkoholnya berapa persen, sih? Kok memabukkan sekali?".

Mengapa wanita diam-diam suka dengar gombalan dari pasangannya?

Para peneliti menyimpulkan bahwa ada beberapa alasan mengapa gombalan dari pria lebih disukai banyak wanita dibandingkan dengan pujian yang terus terang. Berikut adalah tiga alasan utamanya.

1. Pria yang suka menggombal lebih kreatif dan cerdas

Hasil eksperimen yang dilakukan oleh para ahli bahasa dan saraf tersebut menunjukkan bahwa kemampuan menggombal identik dengan proses kognitif (berpikir) yang lebih rumit. Ketika menciptakan rayuan gombal, ada lebih banyak bagian otak yang mengatur sistem bahasa yang akan diaktifkan. Oleh sebab itu, secara tak sadar wanita mengartikan gombalan sebagai wujud kreativitas dan kecerdasan otak seseorang.

2. Pria yang suka menggombal memiliki kepercayaan diri

Dibandingkan dengan pria yang sekadar memuji penampilan seseorang, mereka yang jago menggombal dinilai memiliki selera humor dan kepercayaan diri yang tinggi. Ini karena pria yang hobi gombal lebih berani dalam mengekspresikan dan menunjukkan kualitas dirinya pada orang lain.

3. Pria yang suka menggombal bisa mengendalikan keadaan

Dalam beberapa kasus, rayuan gombal tak hanya digunakan sebagai pengganti pujian. Gombalan adalah salah satu cara untuk mencairkan suasana. Sosok yang bisa mencairkan suasana biasanya dipandang mampu mengendalikan keadaan dan memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Inilah yang membuat wanita secara sadar maupun tidak menganggap gombalan lebih efektif daripada pujian semata.

ya, begitulah kira-kira, heheheee

...

Hari ketiga sejak bertemu dengan guru pembimbing itu, aku masih saja belum mencari satu pun buku yang berkaitan dengan tulisanku. Entah kenapa, rasa malas seolah menyerang tubuhku saat ingin melangkahkan kaki ke perpustakaan.

Bagiku, perpustakaan di sekolah ini sedikit aneh. Aku tidak boleh memotret daftar pustaka tulisan untuk mencari judul buku yang ingin kucari di toko buku. Harus ditulis tangan. Nah, bedanya apa coba? Kalaupun ditulis tangan, tetap saja hasilnya akan sama. Heran dengan aturan yang kadang susah diterima oleh logika.

Belum lagi petugas perpustakaannya. Berurusan dengannya lebih sulit daripada berurusan dengan ibu kosku perihal minta tunda tagihan uang kos. Dia melarang orang-orang yang berada di dalam perpustakaan untuk bicara, sementara dia sendiri menyalakan lagu di ponselnya, tidak jarang dia streaming acara TV di internet. Dan, dia melakukan itu dengan sadar.

Kadang, aku lebih memilih ke perpustakaan daerah atau ke perpustakaan sekolah lain daripada perpustakaan sekolah sendiri.

Namun, sekarang mau tidak mau, suka tidak suka, aku harus rajin ke perpustakaan. Aku pun harus bersabar dengan aturan yang dibuat seenak perutnya saja oleh pegawai perpustakaan itu. Kadang-kadang, kita memang harus mengikuti aturan hanya untuk selamat meski aturan itu tidak adil. Aku dan orang-orang yang senasib denganku sudah seharusnya bertekad ketika sudah berada di atas nanti (sukses menjadi pejabat dan setingkatnya), jangan melakukan kesalahan yang sama. Itulah yang aku dan ketiga sahabatku sepakati berempat.

Yogi... kamu di mana?

Pesan singkat Santi masuk ke ponselku.

Tadinya, aku berencana ke Warung sarapan Bude Meri, tetapi pesan Santi selanjutnya membuatku berubah pikiran.

Langsung ke perpus aja, aku dan Panjul lagi ada di perpus nih.

Oke.

Aku lansung bersegera berjalan menuju perpustakaan. Meski kami berempat adalah sahabat yang jarang terpisahkan, sudah kuduga tidak akan ada Doli di sana. Percaya atau tidak, perpustakaan di kampusku hanya dipenuhi sebagian besar oleh siswa-siswa tingkat akhir yang sedang dan ingin mengerjakan tugas. Atau siswa-siswa tahun satu yang masih sok rajin mencari buku. Doli tidak termasuk ke dalam kaum itu. Dia tidak pernah ikut kalau Santi mengajak kami ke perpustakaan. Saat ini, dia pasti sedang di Warung Sarapan Bude Meri dengan gadis yang entah mana lagi yang sedang didekatinya.

Dulu, aku sering ke perpustakaan bersama Neti. Perempuan itu pernah menemaniku hampir ke setiap bagian kampus ini. Bagaimanapun, dua tahun terakhir berurusan dengan perempuan, aku hanya dekat dengan Neti selain dengan Santi. Hal yang paling sulit untuk melepaskan diri dari orang yang kita cintai bukanlah menjauh dari fisiknya, melainkan menjauh dari perasaan kita sendiri. Perasaan yang masih menaruh harap kepada orang itu.

Sedari kecil, aku juga selalu diajarkan oleh kedua orang tua untuk mencintai dan memberikan hati kita sepenuhnya untuk orang yang kita kasihi. Aku pun percaya bahwa ketika aku jatuh cinta, semua tentu akan berjalan mulus. Tapi ternyata cinta tak semudah itu. Tak peduli seberapa banyak bagian hatiku yang kuberikan untuk seseorang, ia akan tetap bisa menyakiti dan membuatku kecewa. 

Aku juga mengira bahwa orang yang telah meninggalkanku tak pantas untuk tinggal lama-lama dalam benakku. Aku harus menghapus sosoknya dari ingatanku. Namun, sekeras apa pun aku mencoba, bayangan sosoknya justru menempel semakin kuat pada memoriku. Apa yang salah denganku? Tapi mungkin tak ada yang salah denganku, dengan dirinya, atau dengan cinta kami.

Terbiasa melihat senyumnya setiap hari dan kemudian ia pergi tak kembali memang menyakitkan. Sebenarnya aku juga mengerti bahwa hubungan kami tak akan berjalan ke mana-mana jika tetap diteruskan. Namun, segala harapan untuk bersama mendadak pupus dan perasaan kehilangan ini yang membuatku susah melupakan sosoknya.

Chapitre suivant