webnovel

Melakukan Latihan

Adred tertarik untuk menggunakan tombak dan perisai. "Aku rasa, dua senjata ini cocok untuk aku gunakan!" ungkapnya, sembari tersenyum menatap kedua benda yang ada di tangannya.

"Hooh jadi kau, menyukai dua benda itu. Kau masih kalah jauh! Lihat, senjata yang aku sudah pilih!" Amiru, berbangga diri. Keyakinannya kalau kapak yang dipegangnya memiliki tenaga dan daya hancur yang lebih dahsyat.

"Apa yang kau bicarakan?" Adred tentu merasa tersinggung. Seolah dirinya telah dianggap sebagai, orang yang lemah.

Adred memasang posisi bersiap bertarung, begitu juga Amiru yang bersiap, jika ada serangan yang akan dilakukan Adred.

"Kalian ini! Apakah tidak bisa menjadi lebih tenang? Mengapa kalian masih bertingkah seperti, anak kecil?" Zuru menegur dengan tatapan tajam.

Tingkah kedua orang itu, memang terlihat sangat tidak mencerminkan, seorang pahlawan.

"Yang Mulia apakah kita harus menegur mereka?" tanya Vilion.

"Tidak!" jawab tegas Aaron.

Aaron ingin melihat siapa di antara kelima anak itu, yang dirasa akan menjadi bencana di masa depan. Dari sikap mereka, juga dia ingin menilai sosok pahlawan yang akan mencerminkan kebebasan yang selama ini didambakan oleh dirinya.

"Uh!" Sakamoto melirik ke arah salah satu pedang, yang disandarkan ke dinding. Pedang itu tampak sangat berkilau, ketika cahaya matahari menyentuhnya. Hatinya, tergugah untuk mengambil pedang tersebut.

"Wah…!" Matanya, memancarkan cahaya polos seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan mainan.

"Heh…!" Adred melepaskan posisi bersiaga. "Berdebat dengan orang berandalan seperti dirimu, tidak akan menyelesaikan masalah! Kita akan buktikan, siapa di antara kita yang akan menjadi pahlawan terbaik."

Amiru tersenyum lebar. "Ide yang bagus, aku tidak akan sabar melihat wajah kalian yang akan malu. Karena aku yang akan menjadi pria yang paling disukai oleh seluruh orang di negeri ini!"

"Itu masih hanya untaian kata yang berdasarkan sifat egois yang kau miliki!" ejek Zuru.

"Apa kau bilang!" Tangan Amiru mengepal marah, ingin dia pukul wajah Zuru yang telah menghina ucapannya itu.

Setelah perdebatan itu mereka kembali ke lapangan.

Masing-masing dari mereka sudah memegang, senjata yang mereka sukai. Amiru, dengan kapak raksasa, Adred memilih tombak, Zuru menggunakan busur, Haru yang menyukai tongkat staff, dan Sakamoto yang memilih pedang sebagai senjatanya.

"Baiklah! Sepertinya kalian sudah memilih senjata yang cocok dengan diri kalian sendiri!" Vilion berkata dengan mata yang memperhatikan setiap ekspresi lima pemuda yang ada di hadapannya.

"Sekarang, kalian akan menggunakan senjata itu untuk menyerang benda yang disebut sebagai Boneka Latihan! Benda itu, akan menunjukkan apakah kalian bisa menggunakan senjata tersebut. Cobalah untuk menyerang, boneka itu dengan seluruh tenaga yang kalian miliki. Baik! Sekarang, kita mulai dari kau yang paling sebelah kanan!"

Tangan Vilion mengarah kepada Adred.

Adred lalu maju, dia diam sejenak sambil menatap boneka yang tersenyum ke arahnya. Mata boneka itu, seakan sedang memberikan tatapan merendahkan.

Adred mulai memasang posisi bersiaga. Kedua tangannya, menggenggam tombak. Aliran energi misterius mulai bermunculan.

Seluruh orang yang melihatnya, menjadi sangat terkejut. Mata Aaron menurun, dengan senyuman tipis di wajahnya.

Lalu Adred memasang posisi bersiap menyerang. Tangan kanan menggenggam bagian atas tombak, dan tangan kirinya memengang bagian belakang. "Hiyaaa!" Dia berlari dengan sangat cepat.

Satu gerakan menusuk dilakukan oleh Adred begitu tubuhnya, sudah mencapai jarak cukup dekat dengan boneka. Serangan itu, menusuk boneka tersebut, dengan angin yang muncul lalu mendorong boneka itu jauh hingga jauh ke belakang.

"Huh…!" Adred menghela napasnya, lalu dia berbalik dengan wajah senang. "Aku rasa memang aku akan menjadi pahlawan yang tidak akan bisa dikalahkan!" ucap Adred dalam hatinya, sembari melangkah kembali ke posisi awal.

Vilion memasang, wajah gembira. "Kau, berhasil. Aku yakin, kalau kau akan menjadi pahlawan yang bisa menggunakan senjata tombak dengan sangat baik!"

"Terima kasih atas pujian Anda!"

"Sekarang!"

"Aku sudah tahu!" Sebelum kalimat, Vilion selesai. Amiru dengan sombongnya, memotong ucapan tersebut, dengan kaki yang mulai melangkah menuju posisi lingkaran jarak latihan.

Boneka yang tadi hancur sudah diganti menggunakan boneka yang baru, menggunakan kekuatan sihir dari seorang penyihir yang mengawasi latihan.

Amiru mengangkat kepalanya, dengan kapak yang bertengger di bahunya. "Heh… aku akan menjadi pahlawan yang paling kuat, dan yang paling populer dari antara mereka semua!"

Amiru mulai memasang posisi bersiap. Dengan tatapan serius, dia menatap ke arah boneka. Aliran dalam tubuhnya mulai menyelubungi kapak.

Kapak dia angkat ke atas, lalu dengan sanga cepat dihantamkan ke tanah. Tanah menjadi bergetar, dan merambat cepat ke arah, boneka.

Boneka tersebut, dihancurkan oleh beberapa tanah yang tiba-tiba muncul, dan berbentuk seperti pensil tumpul yang menerjang boneka.

Melihat hal tersebut, semua orang menjadi kaget. Amiru mulai kembali ke posisi semua.

"Bagaimana, apakah kau sudah menyerah? Bahwa akulah yang akan menjadi pahlawan terbaik di negeri ini!" Amiru kembali membanggakan diri di hadapan Adred.

Emosi Adred meningkat. "Jangan senang dahulu, karena ini hanya latihan. Di masa depan tidak ada yang tahu! Siapa yang akan, menjadi lebih kuat."

"Terserah kau saja!" Bagi Amiru itu hanya, ungkapan dari upaya untuk tidak mengakui keberadaannya.

"Baiklah, sekarang giliranmu!" Vilion berbicara kepada Zuru.

Zuru, sudah bersiaga. Dengan pandangan yang serius, dia menatap boneka. Satu anak panah, mulai ditarik olehnya.

Secara perlahan, anak panah itu mengeluarkan cahaya terang. Setelah itu, Zuru melepaskan anak panahnya.

Anak panah itu, melesat dengan sangat cepat hingga menghancurkan boneka. Ketika anak panah itu menyentuh boneka, ledakan terjadi.

Tidak perlu banyak bicara, dia kembali ke posisinya. "Tentu saja, kalau aku juga merupakan salah satu orang yang terpilih untuk berada di dalam dunia ini!" gumam Zuru dari dalam hati.

Sekarang giliran Haru. Haru tidak begitu banyak berbicara, memang dia adalah anak yang pendiam, dan selalu memasang wajah seperti sedang ketakutan.

Staff di arahkan ke boneka. Dalam beberapa saat kemudian, bola api keluar dengan sendirinya. Bola api itu melaju ke arah boneka, hingga membakarnya.

Meski tidak terlalu heboh, itu sudah cukup seperti untuk membuktikan kalau Haru memiliki kemampuan dalam bidang sihir.

Waktunya, untuk laki-laki yang terakhir.

Sakamoto, bersiap siaga. Matanya menyipit menatap boneka. "Jika mereka memiliki kekuatan seperti itu, maka aku juga memilikinya."

Sakamoto mulai berlari, dengan cepat menuju boneka. "Things!" Pedang diayunkan dengan sangat cepat, dan secara telak mengenai boneka.

Semua orang terkejut, suasa menjadi sunyi. Bukan karena serangan itu berhasil, akan tetapi pedang Sakamoto sama sekali, tidak membelah boneka yang terbuat dari bahan kayu rapuh, yang tentunya serangan berbentuk sihir, maupun fisik akan bisa menghancurkannya.

Akan tetapi, kenyataannya serangan Sakamoto sama sekali tidak memberikan damage terhadap boneka itu.

__To Be Continued__

Chapitre suivant