webnovel

20) Benedict Rivano

Kayla, Nadine, Yurisa dan Rea duduk di kursi belakang sebuah mobil panser berlapis baja yang biasa digunakan oleh tentara. Di hadapan mereka berempat, seorang lelaki yang memegang sebuah senapan mesin otomatis sedang tersenyum ke arah mereka.

Dari caranya tersenyum dan tatapan yang ia tunjukkan, siapapun yang melihatnya pasti tahu bahwa orang itu memiliki niat yang tak baik kepada mereka.

"Aku tak menyangka masih ada gadis-gadis cantik seperti kalian yang tersisa di dunia ini." ucapnya dengan satu tangannya terulur, mencoba meraih paha Kayla yang terekspos karena hanya mengenakan celana pendek.

Plakkk!~ ...

Nadine menepis tangan lelaki itu dengan keras saat sebelum ia berhasil meraih paha Kayla.

Orang itu mengalihkan pandangannya pada Nadine.

Duakkk!~ ... "Kheukkk! ... "

Dengan keras, perut Nadine dihantam menggunakan bagian bawah senjata api yang orang itu pegang sedari tadi. Lelaki itu menjambak rambut Nadine, membuat Nadine harus mengadah dan menatapnya balik.

"Jangan kira aku tak berani berbuat kasar kepadamu. Sadari posisimu, jalang sialan! Kalau saja bos tak melarangku untuk membunuh kalian, sedari awal kalian sudah kujadikan makanan bagi para zombie-zombie di luar sana!"

Nadine terus memberikan tatapan penuh perlawanan, dan hal itu membuat si lelaki kembali tersenyum. "Tapi kalau dipikir-pikir, bagus juga. Tunggu saja, apa kau masih bisa berlagak sok kuat di ranjang bos nanti setelah tangan dan kakimu diikat, hahahaha ... "

"Cuih! ... "

Yap. Nadine baru saja meludahi wajah lelaki itu.

Bammmm!~

Kepala Nadine dibenturkan dengan sangat keras ke dinding mobil. Kayla yang duduk paling dekat dengan Nadine, langsung memeluk kepala Nadine untuk melindunginya.

"Kubunuh kalian—"

"Diamlah!" teriak seseorang yang duduk di sebelah kursi kemudi. Dia adalah orang yang disebut sebagai bos. Sedangkan di sebelahnya, adalah supir yang dari awal selalu menunggu di dalam mobil. "Jika kau terus menyentuh mereka, aku juga tak akan segan denganmu! Duduklah dengan tenang! Aku tak bisa istirahat karena bajingan tak berguna sepertimu terus saja berisik seperti alarm!"

"Ba-baik, bos." ucapnya yang lalu melepaskan jambakkannya dari rambut Jean dan kembali duduk di kursinya, bersebrangan dengan keempat gadis itu.

Yurisa sudah ingin menangis karena ketakutan, namun Rea yang duduk di sebelahnya menggenggam tangannya, berusaha menenangkan Yurisa.

Sedangkan Kayla, yang dia lakukan hanyalah terus memeluk Nadine yang masih berusaha menahan rasa sakit di kepalanya. Benturan yang ia alami tadi benar-benar menyakitkan. Bahkan beberapa tetes darah mengalir dari bagian kepala Nadine yang terluka itu.

Di saat seperti ini, mereka hanya bisa berharap bahwa Kevan bisa menyelamatkan mereka.

Di dalam hati, keempat gadis itu terus berharap.

***

Di sebuah bangunan besar yang terlihat seperti bekas hangar pesawat, Kayla, Nadine, Yurisa dan Rea dibawa masuk dengan terus ditodong menggunakan senjata api. Semua orang yang berada di tempat itu juga memiliki senjata api di tangan mereka masing-masing.

Terlihat berbagai tumpukan kotak yang sepertinya adalah tempat penyimpanan bahan makanan. Dan tentu saja, beberapa kotak berisikan amunisi dan persenjataan perang

Ada dua kemungkinan tentang identitas orang-orang ini. Entah mereka adalah kelompok penjahat yang berhasil menjarah persenjataan militer di tengah-tengah bencana zombie, atau mereka memang kelompok militer yang sudah membuat perkumpulan sendiri untuk bertahan hidup.

Keempat gadis itu terus berjalan, berusaha mengabaikan tatapan dari orang-orang menakutkan itu. Hingga mereka tiba di sebuah ruangan.

"Bos besar, lihat apa yang kubawakan untukmu."

Seseorang yang duduk di sofa menatap ke arah empat gadis yang baru saja dibawah oleh bawahannya itu. Lelaki itu memiliki sebuah ukiran huruf C di leher kirinya.

Dengan kata lain, dalam hal peringkat kekuatan, dia sama dengan Kevan.

Lelaki itu bangkit dari duduknya, berjalan ke arah bawahannya, orang yang memimpin kelompok yang menculik Kayla, Nadine, Yurisa dan Rea. Dari segi penampilan, dia terlihat seperti seseorang yang seumuran dengan Nadine, Kayla dan Yurisa.

Rambut berwarna perak yang agak panjang diikat seluruhnya ke belakang, dengan garis wajah tegas yang cukup adonis, dan tubuh atletis. Jika dilihat baik-baik, sang bos besar itu memang cukup tampan dan masih tergolong muda.

Duakkk!~ ... "Ohokkk! ... B-bos, kenapa kau—"

Bammmm!~ ...

Kepalanya baru saja hancur karena diinjak oleh sang bos besar ke lantai dengan keras. Ya, kepalanya hancur berkeping-keping.

Sang bos besar menatap bawahan lainnya yang sudah berdiri ketakutan di sana. "Bukankah aku menyuruh kalian untuk mengumpulkan bahan makanan? Kenapa kalian malah menculik orang-orang?"

"B-bos besar, kami hanya ingin—"

"Apa? Apa kau mau membuat organisasi kita sebagai penjahat rendahan? Untuk apa aku memberikan kalian kekuatan kalau begitu?"

"Bukan begitu ... Maksudku, aku ... kami ingin menyelamatkan mereka. Jadi, kami membawa para gadis ini ke sini."

Sang bos besar menatap keempat gadis yang dibawa anak buahnya itu. "Jika kau memang berniat untuk menyelamatkan mereka, kenapa mereka terlihat menyedihkan? Kau kira aku tak tahu apa yang kalian para bajingan rendahan pikirkan di dalam otak menjijikan kalian?"

Kedua bawahan berlutut, bahkan bersujud untuk meminta pengampunan.

"B-bos, para gadis ini diculik oleh seorang lelaki yang memiliki peringkat kekuatan C di lehernya!" ucap salah satu bawahan yang berusaha memutar balikkan fakta.

"Peringkat C?" tanya sang bos besar yang lalu menatap kembali ke arah keempat gadis yang dibawa itu. "Apakah itu benar?"

"Omong kosong!" teriak Kayla yang menatap balik mata sang bos besar dengan penuh amarah. "Kevan lah yang menyelamatkan kami! Justru kalian yang menculik kami!"

"Apa kau bilang? Kevan? Jadi selama ini kalian bersama dengan Kevan?"

Rea yang sedari tadi diam pun kini angkat bicara. "Apa kau mengenal kakakku?"

"Kakakmu? Apa kau adalah Rea?"

Kayla menoleh ke arah Rea, "Kalian saling mengenal?"

Rea menanggapinya hanya dengan gelengan kepala. Kayla bisa melihat bahwa Rea juga kebingungan di sini.

Sang bos besar berjalan mendekat ke arah Rea. Nadine baru saja ingin memberhentikannya, namun semuanya telah terlambat.

Kayla, Nadine dan Yurisa terkejut melihat apa yang terjadi selanjutnya.

Saat ini, sang bos besar dari kelompok orang yang menculik mereka itu sedang memeluk tubuh Rea.

Yap.

Dia benar-benar memeluk tubuh Rea. Dan dari ekspresi wajahnya, sang bos besar itu terlihat bahagia.

"Aku senang kau dan kakakmu baik-baik saja. Aku tahu bahwa Kevan pasti bisa bertahan hidup dalam kondisi apapun. Syukurlah!"

Rea terlihat gugup di dalam dekapan si bos besar itu. "A-apa maksudmu? A-a-aku ... aku ... "

"Maafkan aku. Aku lupa memperkenalkan diriku. Benedict Rivano, kau bisa memanggilku Ben. Bisa dibilang, aku berada di sisi Kevan di setiap pertempuran yang kami lalui saat kami masih duduk di bangku sekolah menengah atas melawan murid-murid dari sekolah lain."

"Jadi, kau adalah temannya kakakku?" tanya Rea, berusaha memastikan.

"Tak hanya teman. Kita berdua adalah sahabat sejati. Hanya saja, saat naik ke kelas tiga, orangtuaku mengirimku ke kediaman kakekku untuk dididik secara militer. Itulah sebabnya aku bisa mengumpulkan orang-orang ini dan mendapatkan semua sumber daya militer. Kakekku adalah marsekal angkatan udara."

Kini semuanya menjadi jelas. Alasan mengapa orang ini bisa memiliki semua sumber daya militer.

Booooommmmmm!~ ...

Suara ledakan terdengar dari bagian timur markas mereka. Benedict menoleh pada bawahannya, "Apa yang terjadi? Apakah ada zombie yang bermutasi menyerang ke sini?"

"Bukan. Tapi ada seorang manusia yang menyerang secara terang-terangan. Dia menerobos gerbang menggunakan truk berisikan bahan bakar dan meledakkannya."

"Manusia?" tanya Benedict yang kemudian tersenyum lebar. Benedict kembali menoleh ke arah Rea, "Sepertinya kau benar-benar disayang oleh kakakmu."

Chapitre suivant