webnovel

36. masuk ke lorong

"Waw. Mungkin masih ada harta karun di dalam sana, bukan?" kata Gio lalu masuk ke dalam.

Pintu ruang bawah tanah di dobrak. Beruntung struktur bangunan di bawah cukup kuat, namun hal itu membuat mereka yang di bawah panik. Alhasil satu persatu mulai masuk ke lorong gelap di sana menyusul Gio.

Vin yang masuk paling akhir berusaha menutup pintu lorong. Tapi anehnya tiba-tiba saja pintu ini tertutup sendiri. Seolah tau kalau semua orang sudah masuk ke dalam.

"Waw. Mirip rumah horor di tv," tutur Adi yang berdiri di depan Vin.

"Cepatlah jalan, Di." Vin mendorong Adi hingga Adi hampir terjatuh. Hal itu memicu emosinya, lalu membalas Vin dengan mendorongnya juga.

Klek!

Tiba-tiba lorong menjadi terang. Semua orang terkejut dan kini mampu melihat tempat ini lebih jelas. Rupanya Vin tidak sengaja menekan tombol sakelar listrik. Walau lampunya masih memakai bohlam yang usang, tapi ini lebih baik daripada keadaan sebelumnya.

Gio yang berjalan paling depan, tersenyum bahagia. Mereka terus mengikuti jalur ini, yang memang hanya ada satu-satunya jalan. Walau mereka tidak tau ke mana ujung dari lorong ini. Tapi embusan angin makin kencang. Bahkan Abimanyu yakin, kalau ujung dari lorong ini adalah laut, atau pantai. Karena dia sangat hafal aromanya. Ia bahkan menghirup bau ini sebanyak-banyaknya.

Sepanjang jalan tidak ada yang melontarkan pertanyaan atau sekedar mengobrol ringan. Semua fokus pada langkah masing-masing. Menatap ke bawah, kalau- kalau salah menginjak, beralih ke atas, yang terkadang mempelihatkan lampu bohlam yang berkedip, lalu mati. Samping kanan dan kiri mereka yang ternyata berubah menjadi besi. Mereka bahkan tidak sadar, sejak kapan kayu di sekeliling mereka berganti besi.

Beberapa menit berlalu, kaki sudah terasa kebas. Bahkan sudah beberapa kali juga mereka berhenti untuk istirahat. Memijat kaki masing-masing sebelum melanjutkan perjalanan yang cukup panjang ini.

Sampai saat Gio sadar kalau kakinya mulai menginjak genangan air. "Apa ini?"

"Itu air, bodoh!" hardik Adi.

"Tentu saja aku tau ini air, tapi ...." Abimanyu berjalan kembali, mengikuti arah datangnya air ini. Elang malah jongkok menyentuh air ini dan mencicipinya. "Asin!"

Dengan semangat dan kekuatan yang tersisa, mereka kembali berjalan. Hingga akhirnya Gio berteriak senang. Ia dan Adi bahkan sampai lompat-lompat dan berpelukan.

Mereka sampai di ujung lorong. Deburan ombak terpecah karang terdengar jelas.

Di depan mereka ada tirai rumput dengan air di depannya. Adi dan Gio yang sudah mengintip tadi lantas keluar. Mereka sampai di ujung lorong. Benar-benar sebuah pelarian panjang.

Pintu keluar tadi, rupanya dibuat samar. Dari luar, orang tidak akan tau kalau ada lorong rahasia di sini. Karena dari luar akan tampak seperti air terjun kecil. Air yang keluar dari bebatuan atas, mengalir turun dan membuat seperti tirai yang menutupi tempat ini.

Kini, udara segar mereka hirup sepuasnya. Deburan ombak kembali mengukir tawa di bibir mereka.

"Tapi ini di mana?" tanya Elang.

"Ini ujung pulau sepertinya," sahut Vin, yakin.

"Selanjutnya apa rencana kita? Kita sudah tidak punya tempat tinggal. Dan tidak mungkin kembali ke rumah itu lagi, bukan?" tanya Lian.

Tidak ada yang berani menjawab. Hingga akhirnya Elang menyuruh mereka tinggal di sini terlebih dahulu. Sampai mereka menemukan rencana selanjutnya.

____

Para pria berpencar mencari sesuatu, kayu bakar misalkan. Saat malam datang, mereka akan sangat membutuhkan perapian. Karena udara malam akan sangat dingin jika terus ada di luar mereka akan sakit.

"Lihat apa yang kutemukan," Elang meletakan beberapa tumpukan kain di tengah-tengah para gadis.

"Kain?"

"Iya. Kita bisa membuat tenda sementara. Aku yakin kain ini cukup."

Mereka mendirikan tenda seadanya. Mencari persiapan bahan makanan dan semua hal yang dibutuhkan untuk sementara.

Vin dan Abimanyu mendapat tangkapan ikan yang cukup memuaskan. Para wanita bertugas mencuci dan masak makanan itu. Semburat merah mulai nampak di ufuk barat. Senja menampakan keindahannya. Mereka semua duduk di atas pasir pantai. Menatap jauh ke air laut yang terus terombang ambing terkena angin. Terpecah saat menabrak karang serta angin laut yang makin kencang.

Ellea memeluk lengan Abimanyu. Tanpa sepatah kata pun, mereka hanya diam. Lelah. Itu pasti. Tapi setidaknya mereka mempunyai tempat berisitrhaat malam ini.

Tenda yang mereka buat cukup besar dan mampu menampung semua orang. Tidak ada selimut untuk menutupi tubuh mereka. Hanya ada jaket masing-masing yang mereka kenakan.

"Rencana kita selanjutnya apa, Lang?"

"Kita menunggu."

"Menunggu? Menunggu apa?"

"Kapal atau sesuatu untuk menyebrang kembali ke dermaga. Pulau ini sudah tidak aman lagi."

"Kau yakin?"

"Musuh kita bukan lagi Kalla. Tapi manusia pemuja Kalla. Dan warga desa ini adalah pemuja mereka. Kalla. Sudah mulai membuat kita hampir putus asa. Jadi lebih baik kita pergi dari pulau ini."

"Kita akan ke mana, Lang?"

"Pulang ke kota."

"Kau yakin?"

"Tentu saja. Kita harus kembali ke kota. Aku yakin keadaan di kota juga tidak lebih baik dari ini, bukan?"

"Kita harus mencari cara untuk bisa mengalahkan mereka. Musuh kita tidak lagi Kalla. Tapi pengikutnya. Dan aku yakin Kallandra juga bagian dari rencana ini. Mereka ingin kita terpojok dan kalang kabut."

"Kalau begitu lebih baik malam ini kita istirahat. Karena pasti besok akan jadi hari yang berat. Kita harus segera pergi dari pulau ini. Karena mereka pasti sedang mencari kita."

"Apakah tidak apa-apa?"

"Kita berjaga bergantian. Jangan sampai lengah!"

Walau perut hanya diisi beberapa suap ikan bakar, itu jauh lebih baik. Daripada perut mereka harus kosong. Para gadis disuruh segera tidur. Sementara yang jaga malam ini adalah Adi, Abimanyu dan Vin.

Perapian masih nyala. Cukup untuk menghangatkan tubuh mereka malam ini. Netra mereka terus mengawasi tiap sudut pulau. Jika dilihat malam begini, keadaan sekitsr mereka terlihat mencekam. Beruntung suara ombak bagai alunan musik yang membantu pikiran mereka lebih santai. Ketiga pria itu diam. Hingga netra Abi menangkap pergerakan sinar di laut. Sebuah kapal lewat tapi mereka tidak mungkin bisa melihat tanda SOS jika aku mengirimkannya. Suasana nampak sangat gelap. Abi melepas pakaiannya ean nekat masuk ke laut. Ia mencoba mengejar kapal laut itu.

Chapitre suivant