webnovel

Jadi dia sebenarnya impostor?

Pagi hari telah tiba, delapan orang yang tersisa telah siap di cafetaria untuk memulai permainan. Tidak ada yang berbicara, bahkan Aksa yang biasanya memulai pembicaraan diam saja, memisahkan diri dari yang lain, menjauh dari Yetfa.

Gendra juga sama, dia agak aneh. Kenapa dia menatap Acio terus-menerus? Tama juga tak mengalihkan pandangannya dari Asahi, hal itu membuat Nares dan Galaksi terheran-heran.

Sebenarnya apa yang terjadi?

"Kalian ini kenapa sih? Jangan bilang kalian diskusi tapi gak ajak gue sama Galaksi?"

Aksa menggeleng. "Gak apa-apa. Lebih baik kalian kerjain task, berlama-lama di sini cuma buang-buang waktu."

Yetfa tersenyum miring. "Takut ya?"

Aksa bungkam. Tuh kan, Nares curiga ada yang tidak beres. Sejak kapan seorang Aksa takut dengan Yetfa?

"Kak, mau bareng gue gak?" Tawar Acio kepada Nares.

"Gak! Kak Nares bareng gue!" Seru Tama sebelum Nares menyetujui. "Gue gak mau ya Kak Nares deket-deket sama psikopat kayak lo."

"Hah? Psikopat?"

"Kak Galaksi bilang dia bunuhin cicak dengan cara ditarik kepalanya, terus cicaknya ditancepin ke dinding. Apa itu bukan psikopat namanya?"

Nares menatap tajam Galaksi, benar-benar ya anak itu.

"Terserah, gue gak peduli," ucap Acio datar, langsung pergi keluar ruangan sendirian.

Asahi melihat itu, diam-diam dia melirik Gendra yang rupanya memperhatikan Acio. Hmm, kenapa tatapan matanya seperti itu? Apakah dia mengetahui sesuatu tentang pemuda berambut merah itu?

"Kak Gendra... lo kenapa?"

Gendra gelagapan, menggeleng dan pergi begitu saja.

Asahi yakin Gendra mengetahui sesuatu, tidak mungkin Gendra bingung karena ditanya. Pasti ada yang disembunyikan.

"Cepat kerjain task-nya, ini bukan waktu untuk diskusi," perintah Aksa datar.

"Oke..."

•••

"Apa salah gue coba? Tama pengen gue bully tapi nanti digebuk Kak Nares," dumel Acio sambil menyambungkan kabel berwarna-warni. Iya, itu task-nya.

Suasana di electrical sangatlah tidak nyaman, mungkin itu efek dari banyaknya korban yang terbunuh di sini. Heran, kenapa coba impostor sering membunuh crewmate di tempat ini?

"Woi."

Acio menghiraukan panggilan itu, dia masih ngedumel memaki-maki Tama dan Galaksi bergantian.

"Acio, gue perlu bicara sama lo."

"Ck, apaan?"

Akhirnya Acio beralih ke Gendra yang bersandar di dinding besi, bersedekap dada menatapnya tajam. Apa-apaan tatapan itu.

"Lo... impostor?" Tanya Gendra to the point.

Acio mengernyitkan tanda tak suka. "Kepancing omongannya Galaksi ya lo?"

"Selain itu, ada hal yang bikin gue yakin lo impostornya."

"Oh, apa karena lo liat apa yang gue lakuin kemarin? Widih, berani juga."

Ekspresi Gendra tak dapat di tebak. Tapi dari yang Acio lihat, dia sedikit kesal.

"Terus lo mau apa? Sana kerjain task, gak usah ganggu gue," usir Acio berubah dingin.

"Hmm, oke. Itu yang lo mau," ucap Gendra final, sebelum melangkahkan kakinya lebar-lebar meninggalkan Acio sendirian di electrical.

"Hmm, kayaknya dia udah tau," gumam Acio tersenyum miring, dengan mata memandang lurus ke punggung Gendra yang berbelok masuk ke navigation.

•••

Asahi kesal, kenapa Tama mengekorinya terus sih. Dia jadi was-was, mana sekitar mereka sepi. Seharusnya Asahi ikut Yetfa saja ke medbay bersama Aksa.

"Tama, gue paling benci di ikutin tanpa alasan yang jelas."

"Oh ya? Gue cuma pengen mastiin aja sih, lo beneran cek kamera cctv disini."

Oke, Asahi muak.

"Gue tau lo curiga sama gue, dan gue juga gak bisa ubah kecurigaan lo tapi gue gak peduli. Sekarang pergi, gue gak suka diikutin kayak gini."

"Emangnya apa yang lo liat dari kamera cctv?"

"Lo mau tau?" Asahi bertanya balik, ekspresinya datar. "Gue liat Kak Yoshi dibunuh, puas lo?"

Badan Tama menegang, sudah ia duga, Asahi memang berbahaya.

"Kenapa lo gak jujur saat diskusi? Kalau lo jujur, Kak Bara gak bakal mati karena kalah voting."

"Lo pikir impostornya gak bertindak?"

"Lo tutup mulut karena di ancam sama impostornya, berarti lo sama aja kayak—"

Tama terbelalak, refleks menutup mulutnya dengan tangan. Sial, dia keceplosan hampir saja menyebutkan nama. Duh, jangan sampai Asahi balas mengikutinya kemana-mana.

"Kayak siapa?" Tanya Asahi dingin.

"Bu-bukan siapa-siapa, gue mau bu-benerin kabel dulu," jawabnya terbata-bata.

Melihat Tama berlari pergi seperti itu, Asahi geleng-geleng kepala. "Dasar anak muda."

•••

"Lo... crewmate?"

Aksa mengangguk mantap, senyum lega mengembang di bibirnya. Syukurlah dia mendapat task scan tubuh di medbay, dia bisa membuktikan ke Yetfa kalau dia bukanlah seorang impostor.

"Oh, bagus deh."

"Bukannya memang bagus?"

Yetfa terkekeh. "Hehe, iya sih. Karena kalau lo jadi impostor, lo gak bakal tega bunuh orang."

Sungguh, Aksa tak mengerti kemana arah pembicaraan Yetfa. Orang itu... kenapa aneh sekali? Dia merutuki diri dalam hati, sekarang hanya mereka berdua di sini.

"Dah ya, gue duluan. Gue belum ngerjain task."

Aksa diam di tempat, otaknya berputar keras. Potongan-potongan teori yang tersusun acak timbul di benaknya, sepertinya dugaannya benar.

Dia harus memberi tahu yang lain, crewmate harus menang.

"Yetfa, tung—loh, udah gak ada?"

Dia keluar dari medbay, celinguk ke kanan dan ke kiri dan tidak menemukan tanda-tanda adanya Yetfa. Kalaupun dia pergi ke ruangan lain tidak akan secepat ini, lorong di sini lebih panjang dari yang lain.

Aksa menunduk melihat ventilasi di dekat pintu, jangan-jangan...

"[BANGSAT, APA-APAAN LO HAH?!]"

Bentakan menggelegar, menggema di seluruh ruangan. Suaranya keras sekali, si pemilik suara terdengar marah.

"Itu bukannya suara..."

"[AKTING LO BAGUS JUGA YA, TERNYATA MEMANG LO IMPOSTORNYA, GENDRA!]"

TET... TET. . TET...

"Nalendra Acacio [dead.]"

Chapitre suivant