webnovel

Tuan dan Tuhan

Sore menghampiri.

Aku tertunduk lesu dan malu mengingat kejadian siang ini.

Silvilla nyaris memuaskan hasratku persis setelah kami lolos dari masalah.

Remaja sepertiku yang belum pernah berhubungan dekat dengan cewek akhirnya bisa merasakan sensasi menegangkan yang seru dan membuatku penasaran untuk mengulanginya lagi.

Pantas saja banyak cowok remaja yang tak sabar mengenal cewek dan tergiur dengan hubungan dewasa yang seharusnya tak dilakukan dibawah umur.

Adegan yang sering kami tonton di situs porno.

Setiap kali berkumpul dengan teman sekelas, tetangga rumah, atau teman SD (Sekolah Dasar). Para teman Cowok pasti akan memimpikan bisa merasakan hubungan seksual seperti yang tersaji di tontonan dewasa itu.

Dan berada di situasi seperti tadi siang bersama Silvilla merupakan saat yang mendebarkan. Pikiranku seolah tertuju ke adegan-adegan yang belum pernah kulakukan itu.

Di usia 14 tahun, rasanya memang terlalu cepat bagiku untuk mengalami hal dewasa itu.

Dan...

Itu benar-benar memenuhi otakku saat ini.

Selain itu pikiran yang mengganjal ketika cowok Kelas Tehnik yang mengejar kami mengatakan bahwa kami 'Menghilang' masih menghantuiku.

Silvilla yang mengatakan kemungkinan yang masuk akal memang sedikit menjelaskan kondisi itu.

Tapi seandainya kami benar-benar menghilang...

Ah, aku terlalu banyak nonton anime dan baca 'How to be a God'.

Hah?...

Sebentar...

'How to be a God' ya...

Salah satu tokohnya bernama Juan dengan kemampuan Transparasi.

Pengarangnya adalah tokoh yang dikenal sulit dicari. Muncul dan Menghilang seenaknya sendiri.

Lain kali ketika bertemu dengannya aku harus tanya gimana dia bisa memberi nama tokoh yang namanya mirip denganku.

Akhirnya sampai dirumah.

Ibu pasti sangat mengkhawatirkanku.

Nggak biasanya aku pulang sampai petang hari.

"Juan darimana saja?!"

Nah,kan...

Lengkingan tinggi yang menggema itulah suara ibuku.

Beliau menghampiriku di ruang tamu.

Seperti biasa, Ia hanya khawatir, nggak marah sedikitpun.

"Padahal Ibu mau kenalkan kamu!

Buruan ke Dapur sana. Makan siang kamu sudah disiapkan!"

Tubuhku didorong ringan kearah dapur.

Biasanya Ibu akan menyuruhku ganti pakaian sebelum makan. Tapi sekarang katanya makan siangku sudah 'disiapkan'?.

Apa bukan ibu yang menyiapkannya?

"Selamat sore Tuan Juan!"

Suara imut menyambutku persis setelah aku sampai di dapur.

"Hah?!"

Seorang gadis muda, mungkin lebih tua dariku beberapa tahun, menyodorkan seporsi Nasi Kari hangat kearahku.

"Nah, Juan. Namanya Yasmin!"

Ibu menghampiriku dan menyeret tubuhku perlahan kearah meja makan.

"Ibu dan Bapak mulai besok akan pulang ke kampung halaman sebulan penuh. Kita akan mengurus panen raya dan nggak mungkin setiap hari pulang-pergi."

"Jadi Yasmin akan mulai menemani dan menyiapkan kebutuhanmu dan Leon adikmu."

Kulahap hidangan ini perlahan sambil mendengarkan penjelasan Ibu.

Leon pasti sudah berada di kamar, karena aku pulang telat jadi kami nggak makan siang bareng.

Setelah makan Yasmin masih menungguku, rupanya ia mengambil piring dan gelasku untuk dibersihkan.

Baru kali ini aku dilayani seperti ini.

Sepertinya usaha Bapak dan Ibu sedang ada peningkatan hingga bisa membayar tenaga tambahan.

Sore ini aku cukup lelah setelah berlari-lari karena kejadian tadi.

Dengan langkah santai aku melangkah ke tangga lantai dua menuju kamarku.

Pintu kamar tertutup, Leon pasti didalam. Kami berdua nggak pernah terlalu lama bermain diluar rumah.

Seperti dugaanku, Leon asik bermain game console. Aku meletakkan semua perlengkapan sekolah dan berganti pakaian.

Tak lama kurebahkan tubuhku ke ranjang.

Lelah...

.

..

...

....

Aku terbangun, seorang gadis duduk diatas penisku yang mengeras...

Ugh....

Ini seperti adegan awal ketika aku membaca 'How to be a God'...

"Hei... Kau pasti gadis..."

Kenapa suaraku nggak keluar?

Gadis itu sepertinya bicara denganku, tapi aku tak mendengar suaranya dengan baik.

Aku tak dapat melihat sosoknya dengan jelas.

Tubuhku lelah sekali...

Lelah...

.

..

...

....

Ugh...

Aku membuka mata. Tubuhku terasa berat. Bahkan untuk sekedar menolehkan kepala.

"Kak Juan!!!"

Aku mendengar suara yang tak asing lagi...

"H... Hah..."

Suaraku?

Tubuhku serasa lebih berat, seseorang memelukku.

"BU!!! KAK JUAN SADAR!!!"

Beban ditubuhku berkurang, namun suara yang kuyakini milik Leon kini menggema. Suaranya menjadi lebih berat.

.

..

...

Aku ingin bangun dari tidurku.

Barusan sepertinya aku mengalami mimpi panjang.

Seolah telah banyak kejadian yang kulewati.

BRUKKK...

UGH...

Tubuhku ditindih lagi.

"JUAN!!! JUAAANNN ANAKKU!!!"

orang-orang ini kenapa sih...

.

..

...

"Ja... di..."

Ibu dan Leon menceritakan semuanya.

Dengan susah payah aku menoleh kearah lengan kiriku. Benar, Infus masih terkait disana.

Jadi aku tertidur selama 3 Tahun.

Sesuai penjelasan ibuku. Karena terlalu lama tertidur tubuhku harus beradaptasi karena sirkulasi darah tidak mengalir dengan baik keseluruh tubuhku.

Apa benar tubuhku terasa berat karena itu?

Tidak.

Kepalaku juga terasa berat. Seperti aku mengalami berbagai kejadian.

Aku berusaha menggerakkan jariku...

Berat sekali.

"Kalo butuh sesuatu katakan saja kak."

Suara Leon yang menjadi lebih berat karena bertambahnya usia menyapaku. Mungkin ia melihat gerakan jariku.

"Ibu menghubungi dokter terapi. Dokter bilang ketika kau bangun tubuhmu yang kaku harus diterapi oleh ahli."

Baiklah...

Apa dosaku sampai hal ini bisa terjadi padaku.

Terakhir kuingat sepulang sekolah cowok Kelas Tehnik mengejarku dan Silvilla.

Lalu kami sempat merasa Menghilang di Toilet bekas.

Menghilang...

?

Ugh...

Kepalaku mendadak sakit.

Pintu kamarku terbuka.

Aku melihat Ibuku dan dua orang lagi masuk kekamar dan menghampiriku.

"Leon, sebaiknya kita keluar dulu dari kamar. Dokter mengajak ahlinya untuk membantu kak Juan."

suara ibuku disusul anggukan Leon, lalu mereka meninggalkan kamar.

Penglihatanku perlahan membaik.

"Yo, apa kabar Juan?"

Pertanyaan macam apa itu?

"A.. ku..."

"Kau pasti kesulitan berkata-kata setelah tertidur selama itu."

"Pertempuranmu dengan'nya' sungguh luar biasa. Tapi berkat itu para Calon Dewa bisa kembali ke dunia asal."

Orang ini ngomong apa sih.

Calon Dewa itu sebutan yang pernah kudengar, atau...

Kubaca dimana ya?

"Ah, Eghar, sepertinya kita harus segera mengurangi kelumpuhan Syarafnya sebelum ia terlalu lelah dan akhirnya tertidur lagi."

Orang ini bicara dengan dokter di sebelahnya.

"Anda memang cukup gila, Masriz."

Dokter disebelahnya menanggapi orang barusan yang ternyata bernama Masriz.

Entah kenapa sepertinya nama itu tak asing bagiku.

Seolah sudah beberapa kali kudengar.

Mereka berdua memijat dan menggerakkan tubuhku.

Aku Menahan sakit beberapa waktu lamanya.

.

..

...

Jari-jariku bisa bergerak cukup baik.

Penglihatanku kembali seperti semula.

Dan aku baru ingat. Masriz adalah penulis cerita 'How to be a God'.

"Jadi bagaimana selanjutnya, Masriz?"

Dokter Eghar bertanya kepadanya.

"Aku sudah memanggil Nova. Kau sudah mengajari bagaimana cara melakukannya 'kan?"

Lagi-lagi dua orang ini membahas hal yang tak kupahami.

Suara pintu terbuka, seseorang masuk dari sana.

"Sesuai latihan yang sudah kujelaskan Nova, secara kontinyu kita harus melemaskan tubuhnya sampai ia cukup kuat untuk melakukan aktifitas sendiri."

.

..

...

Oh, tidak.

Rupanya tertidur selama 3 tahun itu buruk sekali.

Ini sudah larut malam.

Setelah Eghar dan Nova, setidaknya sudah ada dua orang lain yang bergantian melakukan terapi.

Ketika aku ingin kencing, Seorang perawat wanita tambahan membawa pispot dan membantuku hingga selesai.

Mereka bilang aku tidak boleh tertidur lagi sampai tubuhku kembali lemas seperti semula.

Aku sudah bisa menggerakkan beberapa anggota tubuh seperti leher, pergelangan tangan, dan punggung.

Postur tubuhku bertambah tinggi rupanya.

Dan aku masih harus bersabar hingga terapi ini selesai.

.

..

...

Beberapa jam berlalu.

Akhirnya aku paham apa yang sedang terjadi.

Namun bagiku tetap saja cerita itu terdengar tak masuk akal.

'How to be a God'.

3 tahun lalu aku terpilih menjadi Calon Dewa dan berhasil memenangkan kompetisi menjadi Dewa.

Awalnya seperti itu, tapi ternyata itu hanyalah Manipulasi dari Pesaingku disana.

Masriz menceritakan hal itu sambil membantuku melakukan terapi.

Dan kini...

Kini kesempatan kedua bagi kami!

Chapitre suivant