webnovel

Bagaimana dengan Kita?

"Bagaimana dengan kita?" Darren memberanikan dirinya untuk bertanya. Kevin sedikit tertegun dengan pertanyaan Darren yang sejujur itu. Dia menghela napas panjang lalu balik bertanya, "Bagaimana menurutmu? Apa kamu sudah memikirkan konsekuensi dari jawabannya?". Kevin bukan tipe orang yang cerdas seperti Darren, dia impulsif dan apa adanya. Dia tipe orang dengan pemikiran yang sederhana. Kelebihan dia hanya pintar berbisnis dan bermulut manis, dan tentu saja wajah super tampannya itu. Jadi saat dia bertanya seperti itu, sudah dapat ditebak sejak kecelakaan dia tidak pernah mempertimbangkan tentang hubungan mereka. Bukan tidak mau tapi tidak sanggup.

"Darren, sebelumnya aku yang salah. Aku tidak dapat menahan perasaanku, tetapi itu semua karena kamu yang menggodaku..." Belum selesai bicara Darren langsung memotong ucapan Kevin. "Kapan aku menggodamu?" Tanya Darren sok polos. Kevin hanya tersenyum pelan lalu melanjutkan ucapannya, "Itu juga yang kukatakan pada diriku sebelum kecelakaan, mana mungkin Darren menggodaku semua yang terjadi pasti karena aku yang kehilangan kontrol. Sampai kecelakaan itu terjadi dan aku pelan-pelan memiliki banyak waktu untuk merenung." Kevin terdiam untuk beberapa saat dan menatap Darren dengan seksama, lalu dia melanjutkan ucapannya, "Kemarin saat kamu ke kampus, aku minta pembantu mengambilkan sebuah kotak besi dari kamarku. Aku memberitahu letak tersembunyi dari kotak itu, tapi kata pembantu kotak itu tidak ada. Jadi aku memeriksa kamar ini. Dan aku menemukannya di laci lemarimu." Darren tahu tidak bisa menghindar lagi, tujuannya memang mencari solusi untuk hubungan mereka. Jadi dia memang harus jujur, "Aku tidak bermaksud menggoda, tapi aku sudah melakukannya. Aku juga sudah membaca diari mu, jadi aku sudah tahu tentang perasaanmu. Jadi bagaimana selanjutnya?"

Kevin : "Ermmm? Maksudmu dengan selanjutnya?"

Darren : "Masa depan dari hubungan kita.. Apalagi coba?"

Kevin menghirup napas panjang lalu bertanya sepatah demi sepatah kata dengan pelan, "Apa kamu pikir hubungan kita dapat memiliki masa depan?"

Darren : "Yang jelas aku tidak ingin kehilangan kamu lagi."

Kevin : "Sebagai keluarga, kamu akan selalu memilikiku."

Kali ini giliran Darren yang tercekat dengan ucapan Kevin. "Tetapi aku... ingin lebih. Aku tidak sanggup melihat kelak kamu akan bersama dengan pria lainnya."

Kevin berbicara dengan tenang "Apa kamu sudah yakin dengan pilihan itu?"

Darren : "Ah? Kenapa malah kamu yang bertanya? Kan sekarang aku yang butuh jawaban!"

Kevin : "Karena aku akan menerima setiap keputusanmu."

Lalu Kevin menggenggam tangan Darren dan menariknya ke dalam pelukannya, sambil mencium kening Darren.

Kevin : "Kalau kamu ingin bersama, maka aku akan menghadapi semua konsekuensinya. Tetapi jika suatu hari nanti kamu ingin berpisah, tolong katakan juga. Agar aku tidak terkejut."

Darren mengangguk perlahan, lalu bertanya dengan heran : "Kenapa seolah hanya aku yang membuat keputusan? Berpisah ataupun bersama? Apa kamu gak punya pemikiran sendiri?"

Kevin tersenyum kecil lalu berkata, "Karena aku tak akan mau berpisah, selain kamu sendiri yang melepaskanku maka tak ada orang lain yang dapat memisahkan kita." Darren menatap Kevin dengan mata tak percaya, "Bagaimana kalau suatu hari nanti kamu yang suka sama orang lain?"

Kevin menggeleng pelan sambil mencubit pipi chubby Darren, "Apa aja sih isi otakmu itu? Aku sudah hampir mati, aku tidak sanggup mengejar orang lain lagi."

Darren : "Bagaimana kalau orang lain yang mengejarmu? Trus kamu tergoda?"

Kevin berbicara dengan nada serius "Bocah! Kamu pernah dengar cerita putri duyung? Menurut kamu kenapa Anderson menulis kisah putri duyung dengan tragis?"

"Mungkin Anderson ingin memberi motivasi agar setiap orang mengejar cintanya dengan berani." Jawab Darren seadanya.

Kevin melanjutkan ucapannya, "Kemarin saat sedang terapi, kaki ku sakit sekali. Lalu aku teringat akan kisah putri duyung. Apa menurutmu dia pantas mengorbankan dirinya sendiri demi cinta?"

Darren terdiam lalu balik bertanya, "Aku mana tahu pantas atau tidak. Bagaimana menurutmu?"

Kevin : "Putri duyung tidak memikirkan hasil dari pengorbanannya pantas atau tidak. Dia hanya mencintai pangeran itu jadi dia tidak punya pilihan lain."

Mendengar jawaban Kevin, membuat Darren memeluknya dengan lebih erat lagi. Kalau Kevin mencintainya karena tidak memiliki pilihan lain, lalu bagaimana dengan Darren? Apa dia memiliki pilihan lain? Apa dia akan tetap memilih untuk memperjuangkan cinta mereka seperti Kevin?

Kevin : "Sudah jangan banyak mikir. Tidur saja! Sudah malam."

Kevin mematikan lampu meja di samping ranjangnya, lalu bersiap untuk tidur sambil memeluk Darren. Saat Kevin berpikir pembicaraan mereka telah selesai, Darren tiba-tiba bicara dengan serius, "Kali ini aku telah membuat pilihanku. Setidaknya untuk saat ini, aku tidak akan menyesal. Aku bukan manusia sempurna dan tak bisa memuaskan harapan semua orang. Tapi setidaknya, aku ingin memiliki kekuasaan untuk memilih cinta yang aku inginkan."

Dalam hati Darren berpikir mungkin perasaan terobsesi telah membutakan akal sehatnya, tetapi untuk saat ini dia tidak menyesali pilihannya.

.......

Dua minggu mereka lewati dengan tenang, ciuman pagi mengantar Darren memulai kesibukannnya hari itu. Di lanjutkan dengan whatsapp yang always on sepanjang hari. Entah sekedar bertanya sudah sarapan atau belum? Makan siang apa? Di kantor sibuk atau di rumah sendiri ngapain aja? Sampai mendekati jam pulang kantor, wajib teleponan sekedar bertanya mau nitip apa untuk makan malam?

Adi sebagai asisten Darren hanya dapat menghela napas dengan pasrah dan berpikir "Indahnya masa muda!"

Sampai makan malam, Hardi tiba-tiba ingin bicara dengan Darren di ruang baca.

"Duduk." Kata Hardi sambil menunjuk kursi di sampingnya. Darren duduk dengan patuh, dan menunggu ayahnya melanjutkan ucapannya.

Hardi : "Perusahaan Batik CandraWijaya akan segera di buka. Aku ingin kamu yang memegangnya, tempatnya di Jogja. Perusahaan pusat kita memang di Solo dan masih dipegang oleh Mami mu, tetapi kamu tahu Mami sedang hamil. Dia tidak mungkin memegang cabang di Jogja."

Darren : "Kali ini aku harus pergi berapa lama?"

Hardi : "Pembukaannya dua minggu lagi, jadi kurang lebih kamu harus pergi selama satu bulan. Bagaimana? "

Darren mengangguk pelan lalu berkata, "Baiklah."

Hardi mengenal tentang kemampuan anaknya, tugas kali ini untuk melihat sejauh apa dia dapat merintis sebuah usaha baru.

Hardi : "Kalau kamu merasa sanggup, kamu sudah boleh kembali ke kamar dan bersiap-siap. Besok pagi kamu berangkat. Ini tiketnya."

Darren selalu kagum dengan sikap percaya diri ayahnya. Dia bersikap seolah-olah dapat memprediksi masa depan dan sikap semua orang yang berada di sekitarnya.

Darren juga tahu kalau ayahnya tidak memaksanya berpisah dari Kevin bukan karena dia tidak tahu, tetapi dia memilih untuk pura-pura tidak tahu. Dan bukan karena dia sudah menerima hubungan mereka, tetapi karena dia tahu untuk saat ini belum ada celah untuk memisahkan mereka. Papa Hardi bukan lawan yang mudah! Pikir Darren.

Chapitre suivant