webnovel

Pendanaan Penelitian

Usai mengobrol panjang lebar di kamar, Saheera dan Adri akhirnya turun karena Haikal memanggil lewat telepon tadi. Katanya diminta untuk makan-makan, karena Noer dan Bi Kani berkolaborasi membuat rujak dadakan. Memang selalu random asrama itu; tiba tiba makan bersama, tiba tiba berkumpul, dan tiba tiba lainnya.

Saheera sendiri berjalan lebih lega dengan Adri yang terus merangkulnya, sampai di lantai satu mereka berpapasan dengan Iqbaal dan Nalesha yang sudah menenteng sepatu olahraga mereka. Siap bersepeda sore ini, bahkan helm sudah terpasang dengan baik di kepala keduanya.

"Eh Bunda? Maaf Bun baru tau dateng, tadi Kita di atas," ujar Iqbaal sopan, menyalami Adri disusul Nalesha.

"Mau kemana Lesh?" tanya Saheera kemudian, membuat Nalesha meliriknya cepat, "Berenang nih," jawabnya asal.

"Kok berenang pake helm?"

Iqbaal tertawa, Nalesha memutar matanya malas, "Ra, kalau di jalan ada yang ngasih Kamu permen, jangan diambil yah, bahaya," ujarnya kemudian berlalu ke depan.

"Apasih? Gak nyambung," decak Saheera.

"Kamu kali yang gak nyambung. Ya mana ada berenang pake helm, mau sepedaan Kita mah, biar jadi hitz Bogor kaya si Bunda," ujar Iqbaal yang kemudian berjalan beriringan dengan Adri dan Saheera.

"Perasaan Bunda hitz Bandung deh Bang, udah sok tau, salah lagi," sensi Saheera, membuat Iqbaal mengerutkan dahi, "PMS? Marah marah mulu, mending ikut Kita sepedaan."

"Saheera ikut terus ngejer ngejer kalian di sepeda gitu ya? Bayanginnya aja lucu," cibir Adri, lanjut merangkul Haikal yang tengah sibuk dengan ponsel di meja makan, "Mana makanannya Kak? Kok disini?"

"Hah?" Haikal menoleh kaget, "Ini lagi ada email penting. Makanannya itu tuh di belakang, ambil aja, bawain sini Dri, Kakak juga mau," titahnya kemudian. Adri menurut saja, menyusul Saheera dan Iqbaal yang sudah duluan ke taman belakang. Ramai sekali sepertinya, sudah terdengar.

Tak perlu waktu lama, Adri sudah kembali membawa semangkuk buah buahan dan semangkuk kecil sambal dibantu Jerry. Katanya sih mau sekalian berdiskusi.

"Kenapa disini? Gabung sana sama yang lain," usir Haikal sarkas begitu Jerry duduk didepannya memakan rujak.

"Rame Yah, mending disini."

"Kamu tuh membaur loh sama yang lain, jangan terlalu pinter terus lupa persahabatan," nasihat Haikal, mulai ikut memakan buah.

"Yah, percaya gak kalau sambel ini Aku yang buat?"

"Enggak."

"Kenapa?"

"Karena ini enak. Masakan Kamu biasanya gak enak," telak Haikal blak blakan pada Jerry yang tak mungkin mengambil hati. Anak itu hanya geleng-geleng kepala, "Nih Bund, selalu negative thinking kalau sama Aku," adunya pada Adri yang asik makan.

"Terusin aja, kalian lucu kalo adu mulut." Adri malah memanas manasi. Lumayan sih, Haikal jadi punya teman berantem, pikirnya.

"Makasih Sayang," ujar Haikal datar, sengaja agar Jerry tambah cringe ada di dekat mereka. Adri hanya mengangguk seraya menganggkat jempol kanannya. Mulai kepedasan dan mencari air bak ikan kekeringan.

"Bunda kok mau sih sama Ayah yang alay begini?"

"Kata siapa Ayah alay?" bantah Adri, Haikal tersenyum menang karena dibela.

"Kata Aku. Barusan."

"Salah Kamu."

"Lah bener kok?"

"Salah, yang bener tuh norak."

"Hahaha!" Jerry sontak tertawa terbahak bahak, puas sekali tampaknya, membuat Haikal mencebik kesal, "Awas Kamu, gak Kakak anter pulang," ancamnya pada Adri.

"Prof Jerry Lo ketawa atau ngapain sih? Menggema gitu!" seru Leon dari taman belakang, hanya menampakkan wajahnya dari balik pintu, penasaran ada ada di ruang makan. Hanya bertiga, tapi hebohnya minta ampun.

"Yah, Bunda, pamit olahraga dulu ya!" Kali ini dari arah berseberangan yang berteriak; Nalesha, yang kali ini absen memakan rujak. "Mau kemana Lesh? Sepedaan kemana?" tanya Haikal tak kalah berteriak.

Duh, asrama atau hutan?

"Air mancur doang Yah, lumayan cari yang seger-seger." Iqbaal ikut muncul dari belakang, berbeda dari Nalesha yang absen makan sebelum olahraga, Ia justru sebaliknya, harus mengisi bahan bakar.

"Astagfirullah ... istighfar dulu Bal, Kamu itu akhi-akhi, sesepuh disini, sore sore malah keluyuran cari cewek. Gimana sih?" celoteh Adri, membuat Iqbaal yang tengah membenarkan helm itu cengengesan.

"Biarin aja Bun, ntar juga kena batunya." Haikal malah menyumpahi, yaampun.

"Bercanda yaampun, yang seger seger apa coba? Ya air mancur, kan seger? Bunda nih negative thinking mulu." Iqbaal menyalami kedua orangtua angkatnya itu, dan Jerry malah ikut-ikutan ingin disalami.

"Sorry Gue lebih tua," tolaknya menghempaskan tangan Jerry kuat kuat.

"Yaudah beliin Gue bakso dong Kakaaak," ujar Jerry cringe dan sok manja, membuat siapapun bergidik ngeri mendengarnya. "Mana duitnya? Jastip tiga puluh ribu."

"Ya itumah Lo yang dapet dua porsi, Malin."

"Ya daripada Lo yang beli bakso ke air mancur? Mager kan? Kompensasi lah."

"Gak! Mending Gue minta ke Bunda."

"Emang mau Bun beliin dia?"

"Enggak sih."

Iqbaal tertawa tawa seraya berjalan ke depan, meninggalkan tiga orang itu yang masih saja saling membully. Akhirnya Nalesha dan Iqbaal benar benar keluar asrama untuk olahraga. Memang paling rajin menjaga tubuh, sampai dikatakan Haikal sebagai 'Duta Olahraga SP.'

"Tadi katanya mau ngobrolin penelitian Jer? Gimana jadinya?" tanya Adri kemudian setelah rujaknya hampir habis.

Jerry mengangguk, "Iya Bun. Sebenarnya sih buat technically about the research itself, cenderung ke ... gimana sih caranya bangun kerjasama sama yang lebih senior gitu? Aku pribadi merasa nih punya skill riset, tapi kan karena grade yang even belum masuk kuliah, jadi ya ... slightly underestimated?" tanyanya panjang lebar.

"Hmm gitu. Jadi Kamu lagi bermasalah cari mitra? Spesifiknya siapa dan gimana kendalanya Jer?"

"Jadi Aku kan ngajuin ke salah satu lembaga riset independen gitu Bun, masih punya pemerintah sih. Terus proposal Kita di reject, tanpa dikasih tau dimana yang salah gitu. Kan Kita bingung, sementara Aku liat proposal kenalanku yang mahasiswa tingkat akhir ..." ujarnya menggantung, seolah hati hati berbicara.

"Kenapa yang punya mahasiswa tingkat akhir?" Haikal penasaran jadinya.

"As disclaimer, ini penilaian objektif ya, proposalnya ... gak lebih baik dari punyaku dan Dhaiva. Ini deh ..." ujarnya mengeluarkan ponsel, "Aku kirim proposal Aku dan Dhaiva, sama proposal mahasiswa biar bisa menilai," ujarnya, benar benar mengirim dua file proposal pada Adri dan Haikal sebagai pendukung fakta berbau opini.

Adri dan Haikal langsung membaca dua berkas itu usai menerimanya. Dua orang yang sangat berpengalaman dalam riset dan bisnis itu dalam lima belas menit sudah bisa menilai kualitas dua proposal riset yang dimaksud.

"Bener sih, jauh ini. Iya gak Kak?" tanya Adri pada Haikal, suaminya itu mengangguk perlahan, "Bener. Jauh. Gak detail, ini tipikal banget proposal skripsi jaman Kita gak sih Dri?"

Adri tertawa pelan, "Iya, bener. Berarti ya kalau lembaga yang Kamu apply dalam rangka kompetisi pendanaan riset aja masih mendanai proposal yang kurang tepat sasaran, kurang terukur, dan ... frankly saying low in quality, penyerapan dana riset negara ini perlu dipertanyakan dong," ujarnya berpendapat.

Haikal mengangguk setuju, "Ya, tapi disini yang Ayah notice ya Jer ..."

"He em, gimana Yah?"

"Ditolaknya proposal Kamu ini karena ... bukan gak bagus secara kualitas. Mungkin ada dua alasan, pertama budgeting, kedua ... masalah relevansi tema, ini advanced banget. Dengan catatan, implementasi di Indonesia ya," jawab Haikal penuh pertimbangan.

"Advanced Yah?" Jerry mengerutkan dahinya tak setuju, "Kayaknya Aku sama Dhaiva masih noob banget deh itu."

"Iya Jer, menurut Kamu itu noob. Tapi menurut Ayah sih, sumberdaya di Litbangnya yang gak bisa ngimbangin semisal ini jadi digarap. Budget nya juga nih ya Ayah liat, memang Kamu udah buat masuk ke scale pendanaan, tapi ini bisa ada yang belum tercover kan? Overhead nya belum masuk Jer ..."

Jerry mengangguk-ngangguk, "Hmm gitu ya Yah. Oke deh, mungkin Aku dan Dhaiva akan revisi substansinya total."

"Oh jangan total Jer," cegah Adri.

"Terus gimana Bund?"

"Submit proposalnya jangan ke dalam negeri, cari kompetisi di luar. Nanti kalau ada, Bunda kasih informasi. Buat next competition di Indo, cari ide lain yang lebih ... kata Ayah tadi, aplikatif lah gitu. Iya gak Yah?"

"Bener tuh. Ngomong ngomong ... riset Kamu kan ini ada kaitannya dengan sustainabillity dan AI ya, coba aja propose ke UN."

"Wes, pakai orang dalem nih," canda Jerry mengingat Haikal masih menjabat sebagai petinggi di FAO Indonesia.

Haikal terkekeh, "Ya gapapa, kan yang kerja Kamu, bukan Ayah. Ayah cuma penghubung peluang aja nanti kalau bisa. Semangat Jer!"

Chapitre suivant