webnovel

Pelestarian Lingkungan

Nalesha berhasil menyalakan api unggun untuk menghangatkan dirinya beserta tiga orang yang ikut berkemah malam itu di gunung Pangrango; Haikal, Elvara, Darren. Setelah hampir delapan jam perjalanan, akhirnya mereka sampai juga di puncak gunung. Awalnya mereka datang bersama rombongan tentu saja, namun akhirnya memisahkan diri karena terlalu ramai dan sudah lama tidak berkumpul seperti ini, terutama Darren yang sangat sibuk di luar negeri. Ya, muncak akhir tahun yang disebut Nalesha itu memang diagendakan bersama tiga pengelola inti SP. Hanya kurang Adriana dan Saheera saja.

"Adri kenapa gak Lo ajak Bang?" tanya Darren pada Haikal yang tengah asik meroasting kopi di pemanggang manual sederhana. Memiliki istri seorang penikmat kopi akhirnya membuat dirinya ketularan juga.

"Dia mau ikut tadinya, cuma gak Gue izinin," jawab Haikal.

"Kenapa emang?" Elvara penasaran, pun Nalesha yang menyimak.

"Adri sering sakit belakangan ini. Terakhir dia pingsan di Bandung karena kecapekan, tiba-tiba sesak nafas. Imunnya udah turun, faktor usia." Terlihat agak sedih Haikal menjawab pertanyaan Elvara barusan.

Darren, Elvara, dan Nalesha mengangguk paham. "Bunda itu memang susah istirahat ya Yah? Keliatan sih," ujar Nalesha kali ini.

Haikal mengangguk, "Iya Lesh. Ayah udah suruh Bunda kalian itu berhenti kerja, tapi gak mau. Tapi ya kalau kesehatannya terus memburuk Ayah bakal tegas juga. Kontraknya di ITB itu udah diperbarui tiga kali, tahun depan perlu diperbarui, mau lanjut atau enggak."

"Adri lebih aktifnya di penelitian atau ngajar?" tanya Darren.

"Nah, itu dia. Aktifnya di penelitian, sekarang di lab kimia. Tau sendiri, paparannya gimana, akumulatif kan. Makanya Gue bersikeras buat dia berhenti, kelola aja bisnis kedai kopinya."

Elvara tersenyum miring, "Adriana dilawan. Kalau udah alasannya passion dia bakal susah Kal. Kecuali Lo bener bener tegas, bawa gelar Lo sebagai suami yang harus dituruti," komentarnya.

Haikal tertawa pelan, "Bener El. Tapi yah ... doain aja ya Adri semoga sehat-sehat terus."

"Selalu Yah," ujar Nalesha yang diangguki Elvara dan Darren.

Hening kemudian, keempat orang itu asik bermeditasi dengan alam setelah lama tak bertemu. Hiruk pikuk pekerjaan, tekanan, dan tanggung jawab mereka tanggalkan sejenak. Namun sejatinya Darren tak terlalu suka keheningan. "Lain kali anak-anak diajak deh muncak gini, turun dikit gak apa-apa, kayak di Cibodas gitu. Seru kayaknya."

"Seru Om, tapi bawa tiga puluh orang itu ribet kayaknya, apalagi yang cewe-cewe modelan Leon, Dhaiva, Wibi. Hadeh, tobat sebelum berangkat," keluh Nalesha yang disambut tawa tiga orang tua didepannya. Sudah hafal benar kehebohan tiga wanita yang disebut kalau menyangkut jalan-jalan.

"Eh tapi jangan kira Kamu Lesh. Dulu mereka berdua ini bawa ratusan orang malah ke Cibodas buat LDK," bantah Elvara kemudian, menunjuk suaminya dan Haikal bergantian.

Haikal mengangguk, "Bener sih. Tapi sekarang yang lebih sulit itu membangkitkan motivasi anak-anak buat mau berangkat camping. Mereka itu lebih suka stay di rumah, di perkotaan. Bener gak Lesh?" tanyanya mencari validasi.

"Betul Yah. Kebanyakan anak-anak di asrama itu considerate banget masalah waktu mereka kalau dipakai sekedar jalan-jalan atau penghiburan diri. They work like crazy, study like mad!" ujarnya.

"But that's what you guys do to survive the future. Bagus itu, tapi harus balance juga, jangan sampe stress. Datanya udah ada kalau anak-anak seumuran kalian itu suicide ratenya makin tinggi aja setiap tahun. Artinya depresi meningkat, hati-hati." Darren memberi sedikit saran.

Nalesha mengangguk setuju, "Betul Om. Saya sebenernya selalu bilang ke anak-anak yang ... bener-bener ketat gitu ya, biar gak terlalu ... keras pada diri sendiri, hiburlah diri, gitu. Tapi ya mereka pasti aja bilang 'I can't do it Lesh'. Rasa tanggung jawab mereka itu besar sekali, time is worth more than money."

"I see. How about you? Dilihat-lihat Kamu yang paling santai tapi serius. Haha gimana ya? Bingung juga." Elvara bingung sendiri dengan pertanyaan sekaligus pernyataannya.

Nalesha tampak berpikir, matanya menerawang ke sela-sela pohon besar di depan, "Kalau Saya Tan, sebenarnya ... sama aja, merasa kompetitif dan bertanggung jawab besar kepada diri sendiri, orang tua, terlebih Saya penerima HSL ..."

Haikal mengangguk-ngangguk, dibanding Darren dan Elvara, dirinya jauh lebih mengenal Nalesha dan kisah hidup anak itu yang menarik.

"Hanya saja Saya itu ... kebetulan punya interest yang berbeda gitu dari mereka kebanyakan yang memang kesannya sangat industrial, sangat urban, sangat ... futuristik."

"Maksudnya gimana Lesh?"

"Tante El pasti ngiranya Saya keliatan santai karena sering hacking, aktivitas outdoor, muncak gitu kan?" tanyanya. Elvara mengangguk. "Nah sebenarnya ada tujuan lain selain refreshing. Saya mau memperkuat keyakinan atas cita-cita Saya sendiri," ujarnya.

"Nalesha ini mau masuk Kehutanan IPB, cita-citanya jadi ahli kehutanan, El, Dar," tambah Haikal. Darren dan El ber-oh ria. Rupanya Nalesha memang beda.

"Ohh baru tau loh. Keren itu Lesh. Pelestarian alam itu mungkin gak terlalu fancy dan futuristik ya, tapi ... that's about sustainability loh, keberlanjutan manusia hidup di bumi, and that's what I did! Pelestarian lingkungan hidup. Sampai mengembara ke lima benua untuk campaign tentang itu," komentar Darren antusias. Tentu saja, dirinya kini adalah aktivis lingkungan yang banyak berafiliasi dengan organisasi dibawah naungan PBB.

"Tuh Lesh, belajarnya sama Om Darren. Jago dia," arah Haikal, Nalesha mengangguk-ngangguk penuh decak kagum. Kemana saja Ia selama ini tidak tahu apa yang dilakukan Darren di berbagai negara. "Keren banget deh Om. Boleh lah Saya magang, hehe."

"Boleh banget. Pilih aja mau magang dimana," ujar Darren agak menyombong, langsung dicibir Haikal. "Antartika ada gak Pak Darren?"

Tiga orang itu tergelak kemudian. "Belum ada Pak kalau itu. Tapi mungkin kedepan Kita bakal concern juga ya, karena global warming semakin warning sekarang. Es di kutub utara dan selatan mencair drastis, suhu bumi meningkat terus derajat demi derajat," ujar Darren.

Haikal, El, dan Nalesha mengangguk setuju.

"Betul. Makanya, aktivitas kehutanan yang positif itu perlu banget dilakukan terutama sama generasi muda. We have to save our own earth!"

Chapitre suivant