webnovel

Gia dan Uri

"Mamiiiih.." Sebuah suara memekakkan telinga datang dari luar.

Siapa lagi yang akan memanggil dirinya dengan sebutan mami kalau bukan Uri. Ya atau yang semua tahu tentunya adalah kepribadian ketiga Rea.

"Kenapa sih Ri? Kok dateng-dateng udah teriak aja?" Tanya Bu Wulan yang sedang membaca tabloid di ruang tengah rumah mereka bersama dengan suaminya, Pak Estu.

Uri menjatuhkan tubuhnya di sofa sebelah sang mami. Membuka jaket kulit yang membuatnya gerah.

"Kok bisa-bisanya sih mami tega ngebiarin Uri pergi pake baju kaya gini? Bawa motor gede banget lagi. Mami kan tau aku gak bisa naik motor. Ihh.." Gerutu Uri manja.

Pak Estu yang sedang membaca dokumen perusahaannya pun terkejut.

"Loh terus motornya dimana Ri?" Tanya Pak Estu.

"Itu Uri taruh di depan pager. Udah diambil orang kali. Kuncinya aja aku gak bisa ambilnya." Begitu santainya Uri bicara.

"Lah gimana sih?" Pak Estu langsung berlari menuju luar halaman.

"Ya papih juga Uri telponin dari tadi gak jawab. Kan capek Uri nya harus pegangin motor berat itu terus." Uri terus saja mengomel pada mamihnya karena sang papi pasti sudah tak bisa mendengarnya.

"Ya udah gak apa-apa. Tapi lain kali kalo Uri butuh bantuan terus telepon papih gak bisa kan Uri bisa telepon mamih." Rayu sang mami mengelus kepala putrinya itu.

"Ada es krim gak mih di kulkas?" Tanya Uri dengan mata berbinar.

"Ada kok. Tapi masa malam-malam gini kamu mau makan es krim?" Tanya sang mamih.

"Emang gak boleh ya mih? Boleh ya mih pliiiis.." Wajah memohon andalan Uri sudah dikeluarkan.

"Ya udah ya udah, tapi jangan banyak-banyak ya." Senyum sang mamih yang membuat Uri girang.

Uri berlari kecil ke arah kulkas bertepatan dengan kembalinya Pak Estu dari garasi.

"Udah pa?" Tanya Bu Wulan.

"Udah kok, cuman lecet dikit motornya. Kayanya Gia bakalan marah deh." Kata Pak Estu.

"Hmh, ya udah deh apa kata nanti aja." Bu Wulan nampak lesu dan mengedarkan pandangan ke dapur karena Uri sedang menikmati es krim nya di sana.

"Semoga Rea cepet sembuh ya ma." Ucap tulus Pak Estu mengamati anaknya yang dia tahu sebenarnya tidak suka makan makanan dingin seperti es krim karena giginya sensitif.

"Semoga pa. Walau sebenernya dengan adanya Gia dan Uri hidup mama jadi lebih berwarna. Kaya mama beneran punya tiga anak perempuan." Ucap Bu Wulan lirih.

Pak Estu dan Bu Wulan memang mulai terbiasa dengan kehadiran Gia sejak Rea berusia kurang lebih 15 tahun tepatnya saat Rea pertama kali masuk SMA. Awalnya mereka mengira bahwa Gia adalah sosok teman bayangan yang Rea ciptakan saja karena dia kesepian dan memang tidak punya banyak teman. Itu karena memang sejak kecil, Rea sosok yang pendiam dan kurang percaya diri. Apalagi sejak kejadian pelecehan seksual yang Rea dapatkan dari supir pribadi yang selalu mengantarnya ke sekolah sejak usianya 10 hingga 12 tahun. Tentu saja mengejutkan semua pihak karena supir pribadi mereka saat itu sudah sangat dipercaya oleh keluarga Pangestu. Walau kejadian itu terjadi beberapa kali dan tidak sampai merenggut mahkota Rea, tapi tentu saja pengalaman traumatis itu begitu membekas. Namun karena pengetahuan yang masih awam, mereka tidak membawa Rea untuk mendapat penanganan yang lebih lanjut.

Tapi seiring waktu ternyata sosok Gia semakin lama semakin kuat dan kadang menguasai Rea. Dia menjadi sosok yang sangat berbeda bahkan hal-hal kecil yang biasa Rea tidak lakukan bisa Gia lakukan begitupun sebaliknya. Salah satunya yang begitu terlihat saat itu adalah dengan tiba-tiba Rea meminta dibelikan motor dan belajar menaikinya hanya dalam dua hari. Tentu saja membuat orang tua Rea terkejut dan menyadari bahwa sosok itu bukan Rea tapi Gia. Masa SMA Rea pun tidak berjalan lancar karena Gia sering sekali mengacau di SMA membuat Rea berulang kali dihukum. Membuat Rea semakin tidak memiliki teman bahkan sebagian menganggapnya gila. Hal tersebut membuat Rea memutuskan untuk tidak melanjutkan kuliah di universitas umum melainkan di universitas terbuka dengan jurusan Sastra Indonesia.

Belum sampai disitu, ketika Rea berusia 18 tahun. Orang tua Rea menyadari ada sosok baru hadir dalam diri putrinya tersebut, Uri. Kebalikan sifat dari Gia walau sama-sama menjengkelkan dengan cara yang berbeda. Awalnya orang tua Rea membiarkannya saja. Mereka pikir itu lah cara Rea untuk mengatasi semua masalahnya juga trauma masa lalunya dan Rea pun nampak baik-baik saja dengan kehadiran Gia dan Uri. Walau setiap saat mereka mungkin bertemu dengan hal-hal yang mengejutkan dan tak biasa. Hingga di satu titik, saat usia Rea 21 tahun, dia menyukai seorang pria untuk pertama kalinya. Asisten dosen di universitas tempatnya kuliah menarik perhatiannya. Semua berjaan baik karena nampaknya sang pria juga tertarik pada Rea yang polos dan apa adanya. Hingga pria tersebut mengetahui kalau Rea mengidap gangguan kepribadian karena Gia menyerangnya. Memukul hingga hidungnya berdarah dan menendang kemaluannya tiba-tiba.

Rea, Uri, dan Gia menulis semua yang mereka alami di diari yang ada di laptop Rea. Mereka berkomunikasi melalui diari tersebut dan dari situ Gia tahu bahwa Rea sedang jatuh cinta dan menyebabkan kemurkaannya persis saat pria itu akan menciumnya malam itu. Tidak seperti kasus kepribadian ganda pada umumnya, semua kepribadian Rea mengetahui kehadiran masing-masing pribadi yang ada di tubuhnya setelah Rea menginjak usia 20 tahun dari diari tersebut. Tentu saja patah hati Rea saat itu menyebabkan dia semakin sulit percaya pada laki-laki. Dia beranggapan tidak akan ada laki-laki yang mencintainya dengan keadaan seperti itu. Itulah awal mula Bu Wulan membawanya ke psikiater, Dokter Dita walau progres nya terkesan lamban tapi Bu Wulan selalu setia mendampingi. Hingga usianya semakin beranjak dewasa 25 tahun dan Bu Wulan mulai khawatir dengan masa depan Rea. Orang tua Rea khawatir karena mereka tak bisa selamanya bisa mendampingi Rea. Itu alasan kenapa semua rencana perjodohan ini terpikirkan oleh mama Rea. Dia butuh sosok pria yang bisa menjaganya dengan baik dan tulus.

Uri sudah tiba di kamarnya. Memilih untuk segera membersihkan diri ke kamar mandi. Lalu menyalakan laptop yang ada di atas meja. Membaca diari Rea dan Gia dan betapa terkejutnya karena Gia menulis sudah membuat satu tato bergambar harimau di punggung kanannya.

"What?" Uri memekik dan langsung membuka kaosnya dan berkaca. Benar saja sebuah kepala harimau seukuran bola tenis sudah bertengger mesra dipunggung cantiknya.

"Ih keterlaluan. Ya masa tato harimau sih? Kan banyak gambar estetik lain. Awas aja ya!" Niat awal Uri menulis permintaan maafnya pada Gia karena sudah membuat motor kesayangannya batal dilakukan justru marah-marah pada Gia karena sudah secara sembarangan membuat tato di tubuh nya. Tapi itu Gia yang pasti akan mengacuhkannya, menulis diari saja dia jarang, hanya muncul untuk membagikan hal-hal mengejutkan seperti ini.

Chapitre suivant