Tanpa menunggu persetujuan sang ayah, Pangeran Jeelion segera berkelebat meninggalkan tempat itu.
Raja Jilian diminta beberapa pejabat kerajaan yang masih berpihak padanya untuk meninggalkan tempat tersebut, meskipun masih tidak percaya dengan apa yang terjadi pada sang istri, ratu kedua. Akan tetapi, Raja Jilian sadar, ia adalah seorang raja, tidak boleh terbawa perasaan jika di depan para pejabat kerajaan.
Walaupun kejadian di depan matanya begitu membuat dirinya terpukul, karena meskipun ia membenci sang istri karena sudah menciptakan banyak kekacauan, dan mencelakakan anak juga istrinya, tetap saja, bukan kematian yang seperti itu diinginkan oleh sang raja.
Ia tahu, hukuman mati pasti akan diterima istrinya atas perbuatan istrinya tersebut, akan tetapi, setidaknya mati karena dihukum menurutnya lebih bermartabat dibandingkan mati karena terbunuh.
"Bagaimana keadaan Julian, Patih?"
Soutenez vos auteurs et traducteurs préférés dans webnovel.com