webnovel

BERDEBAT LAGI?

"Baiklah. Aku akan mandi."

"Kamu tahu sabun, shampoo dan sikat gigi?"

"Bagaimana cara menggunakannya?"

"Memangnya, di istana kamu, tidak pakai shampoo, sabun, dan tidak sikat gigi?"

"Di istanaku, semua ada secara otomatis. Jika masuk ke dalam kamar mandi, maka semuanya sudah dipenuhi dan badan sudah langsung bersih tanpa repot harus menggosok, dan membasahi seperti biasa kamu mandi!"

"Kamu pernah ngintip aku mandi?"

"Tidak?"

"Lalu, mengapa kamu tahu menggosok dan membasahi segala?"

"Memangnya kamu lupa, kamu pernah mandi tanpa menutup pintunya?"

Paras Virna pucat ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pangeran Jeelian.

Pikirannya melayang memikirkan apa yang sudah ia lakukan.

Benarkah ia pernah melakukan apa yang tadi dikatakan oleh Pangeran Jeelian?

"Aku pernah begitu, ya?"

"Pernah!"

"Tapi, rasanya aku tidak pernah melakukan hal itu?"

"Ingat-ingat kembali, andai kekuatanku kembali, aku bisa memperlihatkan apa yang kamu lakukan di hari yang sudah-sudah. Sayangnya, sekarang aku tidak bisa, jadi ya terserah padamu mau percaya atau tidak,"

"Tapi, kamu tidak melihat tubuh aku, kan?"

"Kenapa takut? Aku tidak tertarik dengan tubuh kecilmu itu!"

Wajah Virna merah padam. Tubuh kecil katanya? Yang dimaksud dengan kecil itu apa? Tubuh, atau dadanya?

Yang benar saja! Detik berikutnya, Virna berbalik dan segera meninggalkan Pangeran Jeelian untuk ke kamar mandi dengan berbagai makian dan omelan karena terlanjur kesal dengan apa yang dikatakannya.

"Pria macam apa dia? Dia nggak tahu apa, mengomentari tubuh wanita itu adalah sesuatu yang sangat sensitif, mengapa dia begitu santai mengucapkannya?"

Masih saja mengomel, Virna masuk ke dalam kamar mandi, dan menutup pintunya dengan perasaan bercampur aduk!

***

"Apa? Lampu itu putus lagi?"

Pak Hanzie sedikit terkejut ketika Virna menemui dirinya di ruangan kerjanya, dan mengutarakan tentang lampu yang baru saja terpasang.

"Iya, setelah cuaca buruk malam itu, saat ada pemadaman listrik, jadi mungkin terkena tegangan listrik hingga menyebabkan lampu itu rusak kembali,"

Virna bercerita meskipun bukan menceritakan hal yang sebenarnya.

Mana mungkin ia mengatakan bahwa lampu yang ia pakai mati karena energinya disedot oleh Bee?

Pasti bos-nya itu akan menertawakan dirinya.

"Mungkin juga, lain kali, untuk keamanan dan keawetan lampu, ketika cuaca buruk lebih baik padamkan saja lampunya sampai situasi membaik."

Virna melongo ketika mendengar ternyata bos-nya itu percaya dengan karangan yang ia buat.

Awalnya, Virna mengira, bosnya itu akan marah-marah dan menyalahkan dirinya sudah meragukan kualitas lampu. Ternyata tidak sama sekali.

Mungkin karena pria di hadapannya ini merasakan, bahwa cuaca buruk malam tadi cukup membuat siapapun yang mengalaminya akan merasa itu memang cuaca yang ekstrim.

Baguslah! Dia tidak perlu berdebat lagi pada pria galak, itu untuk meributkan masalah lampu saja.

"Ini, uang yang mau kamu pinjam, ingat hutang kamu sudah banyak, kamu harus bekerja lebih giat lagi, agar kamu bisa membayar hutang, jangan suka telat, paham?"

Pak Hanzie menyerahkan beberapa lembar uang bernilai tinggi pada Virna.

Virna menyambut dengan mata berbinar, akan tetapi, ketika uang itu baru saja ingin ia sentuh, Pak Hanzie menahan uang itu dengan cara menggenggam erat hingga uang tersebut tidak jadi berpindah tangan.

"Kenapa, Pak?" tanya Virna was-was.

Apakah pria itu sadar kalau ia sudah berbohong?

"Untuk masalah lampu yang rusak, kenapa kamu meminjam uang sebanyak ini? Kamu mau beli lampu satu lusin?"

Suara bos-nya terdengar menyelidik dan seperti mencurigai sesuatu.

Virna terdiam. Alasan apa yang ingin ia katakan? Berterus terang bahwa ia ingin membeli baju untuk Bee?

Tidak! Itu, bukan alasan yang tepat.

"Saya,"

"Kamu hanya butuh satu lembar uang saja bukan? Itu cukup untuk membeli lampu, yang ada di supermarketku."

Tentu saja. Sejak awal, Pak Hanzie selalu menghimbau agar karyawan mau berbelanja kebutuhan di supermarket di mana mereka bekerja.

Tidak tahu terkesan pelit, atau apa, Virna sebenarnya tidak mempermasalahkan hal itu, toh, supermarket Pak Hanzie itu termasuk punya harga yang murah.

Ia juga selalu berbelanja kebutuhan jika sudah gajian di supermarket itu, hanya saja, alasan dia sekarang meminjam uang bukan karena hanya ingin membeli lampu saja.

Bee, harus dibelikan baju! Bukan hanya baju, tapi juga underwear!

"Saya mau beli peralatan lain yang bukan kebutuhan pokok, Pak. Jadi perlu uang tambahan, lagipula, saya akan membayarnya jika nanti gajian, jadi Bapak jangan khawatir."

"Bukan bahan pokok? Berarti tidak terlalu penting? Kenapa sampai berhutang?"

Keringat dingin memercik ketika ternyata bosnya itu tidak membiarkan ia untuk menyembunyikan apa yang ingin ia sembunyikan.

Membeli baju untuk Bee. Tapi, tidak mungkin ia membeberkan hal yang sebenarnya. Karena Virna merasa itu akan memancing perdebatan baru dengan bosnya itu.

Yang benar saja. Kemarin kami berdebat masalah lampu, sekarang masa harus berdebat juga karena aku meminjam uang lebih banyak? Kenapa bicara dengan Pak Hanzie ini tidak pernah ringan dan sederhana? Kenapa selalu menguras tenaga?

Virna berkata seperti itu di dalam hati.

Ia tidak menyadari, Pak Hanzie menatap dirinya dengan tatapan mata penuh selidik.

"Aku berikan satu lembar uang itu saja ya? Kau harus belajar berhemat, kau tinggal sendiri, maka hidupmu itu harus hemat, yang tidak penting jangan diburu dulu, bisa ditunda saat sudah punya uang, kecuali lampu. Karena itu masalah penting. Kau ini wanita, harus bisa mengelola keuangan dengan baik."

"Pak, benar, semua yang Bapak katakan tentang berhemat itu. Akan tetapi, sebagai bos, apakah itu tidak terlalu ikut campur dengan masalah karyawannya. Masalahnya hanya satu, saya harus membayar pada Bapak nanti setelah gajian, begitu saja bukan? Kenapa harus dipersulit?"

Virna mau tidak mau mendebat kata-kata bos-nya. Bukan ingin melawan, tapi karena ia merasa bosnya sangat sengaja selalu membuat persoalan dengannya ini.

"Jangan kurang ajar kamu, aku mengatakan hal seperti tadi karena kamu wanita, wanita itu harus pintar memproritaskan mana hal yang patut diprioritaskan mana yang ditunda dulu. Aku tidak peduli masalah yang lain, aku hanya mengatakan hal yang harus aku katakan karena aku bosmu?"

"Baik. Saya akan ingat nasehat Bapak. Saya juga tahu, wanita itu harus bisa memproritaskan mana yang tidak bisa ditunda, tapi saya tetap butuh uang itu, Pak. Sekali ini saja,"

Bayangan Bee, yang tidak memakai baju terbayang di benak Virna. Masa iya dia satu kamar dengan seorang pria yang polos tanpa pakaian?

"Tidak, jika aku tidak tahu alasannya!"

Note: Bantulah seseorang dengan tulus, karena bantuan kita pasti akan dibalas kebaikan pula oleh Tuhan meskipun manusia kadang lalai untuk membalasnya, namun Tuhan tidak.

(Apakah Virna akan terus terang kenapa ia meminjam uang uang itu pada bos-nya? Stay terus di sini untuk tahu kelanjutan ceritanya ya terimakasih sudah membaca)

Chapitre suivant