Setelah itu, Gentar memperkokoh posisi berdirinya, kedua tangannya mulai ia kepalkan. Gentar tidak merasa takut dalam menghadapi para pendekar itu.
Seketika, raut wajah Wana Aji berubah. Ia tertawa lepas. Lalu berkata, "Seperti itu pun baik juga. Kalau kau bisa keluar dari tempat ini dalam keadaan selamat, aku akan membiarkan kau berlalu dengan aman!" tegas Wana Aji.
"Keluarlah! Jangan mengambil jalan lain kau lurus saja lewat pintu gerbang! Aku akan menjadikan Aki dan Nona ini sebagai penjamin bahwa kau tidak melakukan perbuatan seperti yang kami duga sebelumnya. Akan tetapi, kau harus mengalahkan kami terlebih dahulu!" ujar Wana Aji.
Kemudian, ia segera mengajak tiga pendekar lainnya, mereka lebih dulu melompat melesat menuju ke arah pintu gerbang.
Gentar tampak bersemangat untuk segera berhadapan dengan para pendekar dari Padepokan Iblis Merah itu, yang secara terang-terangan sudah menantangnya untuk bertarung.
Kemudian, Gentar berkata di hadapan orang tua dan juga Dewi Rara Sati, "Aku memang sangat beruntung, karena malam ini sudah diberi kesempatan untuk mencoba kepandaian para pendekar Iblis Merah."
Berkatalah orang tua itu, "Para pendekar dari Padepokan Iblis Merah memang menguasai dunia persilatan hampir bertahun-tahun lamanya, dan mereka memiliki peraturan yang sangat keras. Aku harap kau berhati-hati!"
Memang tidak dipungkiri lagi, bahwa Padepokan Iblis Merah memiliki banyak pendekar yang linuhung ilmu kesaktiannya. Kepandaian ilmu silat yang mereka miliki jarang ada tandingannya di antara padepokan-padepokan lainnya yang ada di wilayah kerajaan tersebut.
Kesaktian mereka pun sudah terkenal hingga kekaisaran Tonggon, dan Tarmistan. Para pendekar di sana sangat takut dan segan jika harus berhadapan dengan para pendekar dari Padepokan Iblis Merah.
Akan tetapi, Gentar tidak merasa risau akan hal itu. Ia tampak penasaran dan ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang kepandaian ilmu silat yang dimiliki oleh para pendekar dari Padepokan Iblis Merah.
Setelah itu, Gentar langsung berpamitan kepada Dewi Rara Sati dan juga kepada orang tua yang belum diketahui namanya itu.
"Bismillahirrahmanirrahim," ucap Gentar berjalan dengan gagahnya tanpa mengeluarkan ilmu Hampang Raga yang biasa ia pergunakan.
Gentar sudah tidak peduli lagi dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Meskipun harus mengucurkan darah di dalam gedung tua itu, ia rela demi meyakinkan para pendekar tersebut, agar tak lagi melakukan penghinaan terhadap dirinya.
Dewi Rara Sati dan orang tua itu, tidak berkata apa pun, ketika menyaksikan sikap gagah yang ditunjukkan oleh Gentar yang tidak ingin menyerah kepada Wana Aji.
Dewi Rara Sati dan orang tua tersebut, tampak kagum akan keberanian Gentar. Namun di sisi lain, mereka juga merasa cemas akan keselamatan pendekar muda itu.
Berkatalah orang tua itu di hadapan Dewi Rara Sati, "Meskipun Gentar sudah mendapatkan didikan ilmu silat yang mumpuni dari Ki Ageng Raksanagara. Namun, dirinya masih aku ragukan, karena usia yang masih terbilang muda dan belum cukup pengalaman dalam melakukan pertarungan dengan para pendekar yang ilmunya setingkat lebih tinggi darinya."
"Aku pun berpikiran demikian. Akan tetapi, aku yakin Gentar mampu menghadapi mereka," sahut Dewi Rara Sati, meskipun ragu namun tetap berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa Gentar bisa mengatasi persolan tersebut.
Dewi Rara Sati dan orang tua itu beranggapan, Gentar akan sukar melewati pintu gerbang untuk segera keluar dari lokasi gedung tua tersebut. Mereka tampak ragu dan cemas akan keselamatan Gentar.
Namun, Gentar tetap melanjutkan perjalanan menuju pintu gerbang tanpa ada rasa takut dan ragu. Ketika melangkah keluar dari pintu gerbang pertama, dari samping kiri mendadak terdengar suara gerak tubuh seseorang.
Lantas, Gentar pun menoleh. Tampak dua orang pendekar berdiri tegak memandanginya, kemudian mereka langsung bergerak menghadang langkah Gentar.
"Hentikan!" cegah salah satu dari mereka.
Lalu, Gentar pun berkata kepada dua pendekar itu sambil membungkukkan badan, "Berikan jalan untukku para pendekar sakti!" Gentar berkata sambil melancarkan satu serangan tangan berkekuatan tenaga dalam yang sangat hebat.
Meskipun tampak biasa, namun alur serangan tersebut sangatlah berbahaya bagi kedua pendekar itu. Walau demikian, kedua pendekar itu tidak mundur barang sedikitpun. Justru sebaliknya, mereka melangkah maju dan membalas melakukan serangan terhadap Gentar.
Serangan dua pendekar itu, meluncur deras sehingga menimbulkan gelombang angin yang sangat hebat menerjang tubuh Gentar. Gentar hanya tersenyum sambil melakukan penghadangan terhadap gelombang serangan tersebut.
Hanya dalam waktu singkat, Gentar memutar tangannya. Dengan demikian, Gentar sudah melancarkan beberapa kali serangan beruntun terhadap kedua pendekar itu.
Akan tetapi, jurus Buih Gelombang yang dikeluarkan oleh dua pendekar itu, sungguh sangat luar biasa. Ketika sudah dikeluarkan, ditempat yang datar, seakan-akan sudah muncul sebuah kekuatan besar.
Itu mampu mengimbangi kekuatan serangan dari Gentar. Tangan Gentar pun terhempas ketika masuk ke dalam gelombang jurus yang dikeluarkan oleh dua pendekar itu.
Gentar mulai cemas ketika dirinya terdesak hingga ambang pintu.
"Mereka merupakan generasi paling terakhir, tetapi kesaktian mereka sangat luar biasa. Aku masih belum mampu menundukkan kedua pendekar ini, bagaimana mungkin aku bisa menjadi seorang pendekar yang bisa menduduki puncak rimba persilatan?!" berkata Gentar dalam hati.
"Aku harus merubah serangan ini, agar mereka tidak mudah mendeteksi seranganku!" desis Gentar.
Demikianlah, ia pun segera merancang serangan baru. Dengan cepat Gentar menerobos masuk ke dalam bayangan tangan dua lawannya dan menyambar pergelangan tangan salah seorang di antara dua pendekar itu.
Gentar menggentak dan melemparkan tubuh pendekar itu hingga terbang melesat keluar. Sedangkan tangan kirinya, ia gunakan untuk mengadu kekuatan dengan pendekar yang satunya lagi.
Pendekar itu tampak hilang keseimbangan hingga ia pun terjatuh tubuhnya terombang-ambing oleh kekuatan yang maha dahsyat.
"Aku tidak akan melukai kalian, itu hanya sebagian kekuatan yang aku keluarkan!" seru Gentar berdiri tegak sambil memandangi pendekar yang sudah berhasil ia jatuhkan.
Gentar hanya bertujuan hendak keluar dari tempat tersebut, setelah berhasil menjatuhkan lawannya. Lantas, ia pun terbang melayang menuju ke pintu kedua.
Ketika baru saja menginjakkan kakinya di atas tanah, Gentar sudah disambut oleh satu serangan yang sangat hebat. Oleh sebab itu, ia kembali melayang ke udara, kemudian melayang turun ke tanah.
Gentar pun menyadari bahwa lawan yang ia hadapi merupakan pendekar yang ilmunya setingkat di atas dua pendekar yang baru saja dihadapinya.
Salah satu dari mereka kemudian membentak Gentar dengan kerasnya, "Ilmu Allailaha yang kau keluarkan sangatlah baik, tapi kau boleh coba jurusku ini!"
Gentar tidak suka berdebat lama. Lantas, ia berseru, "Terimalah seranganku ini!"
Dengan demikian, ia lantas bergerak sangat cepat, tangannya menjulur ke depan. Keluarlah angin kencang disertai kilat hendak menggulung tubuhnya pendekar itu.
Namun, dengan gerakan yang sangat cepat. Pendekar itu segera mengeluarkan jurus untuk menghadang serangan dari Gentar. Sehingga kedua kekuatan itu berbenturan, menimbulkan kegaduhan memperdengarkan suara dentuman keras.
Seketika mendadak wajah pendekar itu berubah. Begitu juga yang dirasakan oleh Gentar, ia pun merasakan tubuhnya bergetar hebat hampir saja terjatuh.
Beberapa saat kemudian, dua pendekar lainnya sudah ikut turun tangan hendak memburu Gentar. Jurus Tapak Iblis mulai mereka keluarkan untuk menghantam tubuh Gentar.
*
Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!