webnovel

Tuan Ramon dan skandalnya

Diana tidak tahu kemana dia harus pergi, jadi dengan berat dia memutuskan untuk pulang kerumah, biasanya di masalalu jika dia mengalami kesulitan karena ayahnya, maka dia akan lari kerumah Maira menghabiskan malam bersamanya.

Dia akan mendengarkan beberapa kata bijak Maira yang tetap memintanya untuk berlaku baik pada ayahnya meskipun ayahnya memperlakukannya dengan buruk.

"Dian.. seburuk apapun ayahmu, dia tetaplah ayah kandungmu, dia telah membesarkanmu selama lebih dari dua puluh tahun sendirian, karena itu. Berbaktilah kepadanya dan ambilah bagianmu sebagai kewajiban seorang anak"

"Kita sebagai anak, salah satu pintu surga yang paling dekat dari kita adalah orang tua, jika mereka tiada, maka pintu surga itu akan tertutup"Wejangan dari Maira terdengar tulus dan ringan, selalu itu yang akan dikatakannya jika Diana bersitegang dengan ayahnya.

"Kamu sih beruntung Mai, meski sekarang kamu kehilangan orang tua kandungmu, tapi Ibu sambungmu sangat mencintai dan menyayangimu. Kamu juga memiliki dua saudara tiri yang begitu menghormati dan menyayangimu, lha… aku.. sudah tak punya saudara, di tindas ayah kandung pula.."Sela Diana sambil membaringkan tubuhnya di ranjang Maira.

"Rasa cinta itu terbentuk setelah melewati proses beda pendapat dan salah paham berkali-kali" Maira menyela"Apa kamu pikir hubungan baik itu terbentuk tanpa perjuangan dan pengorbanan di dalamnya?"

Diana menarik nafas berat, katakanlah Maira berhati malaikat, tapi apakah sekarang wanita itu masih mau menjadi sahabatnya setelah pengkhianatan yang di lakukannya?. Diana menundukkan kepalanya menertawakan kebodohannya, dalam waktu hanya beberapa jam dia telah berubah menjadi iblis wanita dan menghancurkan kebahagiaan orang lain.

Tidak, Diana menggeleng. Selama dia menutupi keadaan ini dan menjauh dari Danny dan Maira maka semuanya akan baik-baik saja. Bukankah tujuan awalnya hanya untuk mengungkapkan perasaannya kepada Danny dan berkorban untuknya?.

Bumi masih belum terlalu terang saat Diana sampai di depan rumahnya yang kecil dan sedikit kusam. Tinggal dan besar di rumah ini sejak lahir, Diana tidak tau hanya berapa kali dinding rumahnya di cat. Retakan di sana sini, dan sebagian besar catnya sudah terkelupas, bahkan dinding bagian dapurnya sudah rusak parah.

Diana menatap rumahnya dengan perasaan tertekan yang amat sangat, menimbang apakah harus masuk atau tidak, jika masuk dia akan menjadi sasaran amukan ayahnya karena dia yakin orang suruhan Tuan Ramon pasti sudah mencarinya disini tadi malam.

Tapi jika dia tidak masuk, maka dia akan menjadi gelandangan, karena dia tidak memiliki tempat lain yang bisa di tuju. Orang tuanya hanyalah perantau di Kota ini, hingga jelas dia tidak memiliki kerabat lain.

Di tambah dengan temperamen ayahnya yang sangat buruk, menyebabkan tetangga-tetangganya menjauhi mereka.

Hanya Maira satu-satunya orang yang peduli padanya, dan diapun telah menikam sahabatnya itu dengan kejam. Diana menguatkan hatinya, siap dengan segala rasa sakit yang akan diberikan ayahnya, karena bagi Diana, rasa sakit terbesar dalam hidupnya adalah berhubungan badan dengan Danny sambil mendengar pria itu menyebut nama wanita lain.

Mengingatnya lagi, hanya membuat luka hatinya makin berdarah.

Saat Diana membuka pintu rumah yang berderit, sebuah gelas melayang kearahnya tepat mengenai kepalanya hingga kepalanya tergores dan berdarah membuatnya nyaris pingsan.

Dia telah mengalami tekanan sepanjang malam, penyiksaan fisik dan batin begitu berat untuk ditanggungnya, hingga pandangannya mulai berkunang-kunang. Tapi dia dengan keras kepala menahan rasa sakit dan pusingnya, masuk sambil menutup pintu.

Ayahnya duduk di kursi dengan penuh amarah, auranya penuh permusuhan dan niat untuk membunuhnya.

"Berani pulang juga kamu..!!"Bentak Jaka, Diana bungkam.

Jaka melihat Diana memakai kemeja seorang pria dan sebuah dugaan melintas dibenaknya, saat Diana yang dengan pelan melewatinya untuk berjalan menuju kamar, ayahnya menarik kemeja Diana.

"Kalau orang tua bicara maka di dengar dan jawab.."Jaka makin tersulut emosi "Kemana kamu tadi malam? Dan kemeja siapa ini?"

"Ayah.. aku lelah"Sela Diana lemah, dia tidak memiliki tenaga lagi untuk bertengkar dengan ayahnya.

"Aku bertanya kemana kamu tadi malam? Apakah kamu pergi menjual dirimu?" Diana menentang tatapan ayahnya.

"Ayah yang membuatku jadi begini, apakah ayah puas?"

Plakk..

Lagi-lagi tamparan keras mengenai wajah Diana hingga dia jatuh terduduk dilantai "Dasar anak tidak tau di untung."

"Bunuh saja aku agar ayah puas, kenapa ayah hanya sibuk menyiksaku sepanjang hari, apa salahku pada ayah..!!"Diana berteriak marah, dia benci pada nasibnya, dia benci pada ayahnya, dia benci pada semua orang.

"Sudah berani kamu yaa…!!"Jaka menendang Diana yang terduduk di lantai hingga terbentur dinding "Orang tua bicara baik-baik, kamu malah meneriaki ayah"

"Aaaaaaaaakkkkk… Bunuh saja aku… aku benci padamuuuuu…" Diana menjerit sekuat tenaga mengagetkan ayahnya. Selama ini, sebanyak apa dia memukuli putrinya, tapi putrinya hanya diam saja tanpa melawan, tapi sekarang dia melihat amarah di mata putrinya yang tidak pernah dia lihat sebelumnya membuatnya tertegun.

Diana berusaha bangun dengan susah payah, matanya semakin kabur dan dunia disekitarnya seakan berputar. Barusaja dia berdiri, dia kehilangan keseimbangannya dan jatuh tak sadarkan diri.

"DIann.."Jaka berseru dan dengan cepat bangun untuk mengangkat putrinya. Efek alkohol yang beberapa waktu masih menguasainya sekarang hilang entah kemana. Berganti dengan perasaan khawatir, sekesal apapun dia pada putrinya, tapi Diana tetaplah satu-satunya kerabat dekatnya.

Jaka mengangkat tubuh putrinya yang tak sadarkan diri dan membawanya masuk ke kamar, kemudian dia mencari minyak kayu putih dan menggosok lengan dan hidung Diana, barulah saat menyentuhnya dia sadar bahwa tubuh Diana sedingin es.

Jaka kebingungan, dia hanya bisa menyelimuti Diana, berjalan keluar rumah, dia menaiki motor lamanya dan melaju cepat, melewati beberapa tetangga yang berdiri membentuk beberapa kelompok di depan rumah mereka.

Dia tidak memperdulikan mereka yang dia tau pasti menggunjing soal dia dan putrinya, karena fokusnya saat ini hanya satu, yaitu menemukan perawat untuk mengobati Diana secepatnya.

***

Diana menghela nafas panjang, dia kembali melanjutkan langkahnya menuju jalan raya agar mudah mendapatkan kendaraan umum. Saat ini baru pukul delapan malam, jadi masih banyak kendaraan yang lewat.

Menunggu kendaraan untuk dijadikan tumpangan, angan Diana kembali kepada masa dua bulan yang lalu.

Hari itu, setelah ayahnya pulang sambil membawa paksa seorang perawat, Diana akhirnya siuman dan mendapatkan resep obat untuk di minum. Jaka dengan segera pergi ke apotik untuk menebusnya. Entah apa yang dikatakan perawat itu pada Jaka, yang Diana tau ayahnya terdengar kesal dan mengumpat berkali-kali.

Diana tidak terlalu peduli dengan pembicaraan perawat itu bersama ayahnya, karena dia kembali tertidur dan baru bangun ke esokan harinya.

Ayahnya tidak lagi memaksanya untuk pergi kepada Tuan Ramon membuat Diana sedikit merasa lega tapi sekaligus heran, karena yang dia tau ayahnya adalah tipe pria pemaksa yang tidak akan berhenti sebelum keinginannya terpenuhi.

Diana baru mengetahui alasannya setelah seminggu kemudian, bahwa ternyata Tuan Ramon terlibat skandal dengan adik iparnya yang masih di bawah umur sehari sesudah peristiwa di klub itu, mereka berdua di temukan sedang bercinta di sebuah kamar hotel tanpa sehelai bajupun. Bukan hanya itu, di tempat kejadian, polisi juga menemukan obat terlarang.

Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga pula, ternyata Tuan Ramon juga terlibat kasus suap yang melibatkan beberapa orang penting dalam beberapa proyek yang dilakukan pada lima tahun yang lalu.

Diana tidak tau apakah harus menangis atau tertawa, dia sudah menduga kemungkinan terburuk, yaitu ayahnya akan tetap menyerahkannya pada Tuan Ramon dan dia harus menjalani separuh hidupnya dalam kekuasaan pria itu.

Dengan alasan itu pula sehingga dia mengambil langkah berani dengan menggoda Danny dan mengajaknya berhubungan badan yang berimbas pada luka hati yang begitu dalam untuknya. Karena Diana tidak rela jika pria serakah seperti Tuan Ramon yang pertama kali menikmati tubuhnya sementara dia telah memiliki lima orang istri.

Tapi kenyataan sekarang benar-benar terbalik, Tuan Ramon tidak akan pernah bisa menyentuhnya karena pria itu terlibat skandal dan kasus yang besar yang mengakibatkan dirinya harus mendekam lama di penjara.

Bagaimana ini menjadi lelucon? Dalam hati Diana bertanya-tanya, apakah jika dia segera pulang malam itu maka dia saat ini masihlah gadis perawan? Apakah jika dia tidak terlalu putus asa dan membuang harga dirinya dia masihlah Diana yang dulu?

Diana yang disambut hangat oleh Danny karena di anggapnya sebagai sahabat Maira, dan Diana yang masih memiliki muka untuk menghadapi wajah sholehah Maira?. Namun nyatanya nasi sudah menjadi bubur, waktu tidak akan pernah bisa di putar kembali seperti dalam cerita novel.

Chapitre suivant