webnovel

Move

Lucas memakirkan mobilnya di tepi jalan, tak jauh dari 3 mobil yang lain.

Kawasan itu cukup sepi dari manusia maupun zombie, hanya beberapa tampak melintas.

Yuki memandang sekitarnya, hanya terdapat sawah dan hutan di sepanjang mata memandang, cukup jauh dari permukiman penduduk.

"Untung bener, nyaris aja gue jalan lurus terus," gumam Lucas.

"Makanya diinget, kuncinya jalan ke utara, udah tau jalannya belok ke barat daya malah mau lurus aja," cibir Yuki kesal. Gadis melompat turun dari mobil Lucas dengan Gara yang menangis kencang di gendongannya.

"Gara kenapa?" tanya Yuda khawatir.

"Kaget dia gara-gara bom tadi," jawab Yuki, "Yeri kenapa kok nangis? Mark sama yang lain mana?"

"Lo nggak tau?" Bima menoleh, "Mereka kecelakaan--"

"Hah?" Yuki terperangah, "Terus? Mereka di mana?"

"Mereka--" Arjun menunduk, tidak sanggup bahkan untuk mengucapkan barang satu kata pun.

Yuki mundur beberapa langkah, bahkan gadis itu tidak menghiraukan Yuda yang mengambil alih Gara dari gendongannya, "Jangan bilang--"

"Yang sabar ya," bisik Yuda.

"NGGAK! KALIAN BOHONG KAN!"

"Yuki udah Ki," Lucas memeluk gadis itu erat, "Udah, mereka pasti udah bahagia sekarang,"

"Yuki,"

"Yeri,"

Keduanya berpelukan erat, lalu tak lama kemudian Juwita bergabung.

"Mark tadi teriak.. hiks.. katanya dia suka gue.. hiks.. sebelum mobilnya.. hiks.. jatuh ke jurang, gue masih bisa denger..hiks," Yeri menenggelamkan wajahnya pada ceruk leher temannya, "Deva.. hiks.. dia minta maaf sama lo,"

"Iya gue maafin," lirih Yuki.

"Sekarangnmending kita pergi gue takut efek bomnya sampe sini," ujar Juwita, suaranya terdengar lemah sekali.

"Gue sama Juwita pake mobil gue, Yuda, Bima, sama Yeri pake mobil yang di bawa ayah, terserah mau gimana," titah Arjun dengan suara seraknya.

"Gue sama Yeri," ujar Bima, "Ki, Gara Ki,"

"Iya," Yuki mengusap wajahnya kasar, lalu segera mengambil alih Gara, "Kita mau kemana?"

"Kita cuma perlu jalan lurus aja, katanya nanti kita bakalan sampe di perbukitan gitu, semoga aja di sana aman," balas Bima.

Yeri mengangguk, segera mengikuti pemuda itu memasuki mobil.

"Udah dong Yer jangan nangis,"

"Tapi.. hiks.. Mark itu.." sang gadis menunduk, tidak dapat melanjutkan kalimatnya.

"Udah ya, Mark pasti sedih kalo lo kayak gini," Bima menepuk bahu Yeri beberapa kali lalu mulai melajukan mobilnya mengikuti mobil Arjun.

***

"Udah dong Ki, Gara ikutan nangis ntar kalo lo nangis terus," Lucas menenangkan.

"Tapi Cas.. hiks.. gue,"

"Udah udah ya, gue juga sedih, tapi kan kita harus kuat,"

Gadis itu menunduk, menatap Gara yang tertidur tenang di gendongannya, tak lama kemudian Yuki mengangguk.

"Susunya Gara udah di bikinin belum?"

"Belum," Yuki menggeleng kecil, "Bentar deh, dia lagi tidur juga,"

"Nanti kalo berhenti lo sempetin bikin ya,"

"Iya,"

***

Di dalam mobil Arjun, Juwita tengah menangis hebat bahkan gadis itu terlihat kesulitan saat bernapas.

Arjun menghela napas lelah, "Udah dong, bengek nanti lo,"

"Tapi.. hiks.. Mark hweeeee," Juwita nyaris berteriak keras.

"Mark ketawa ntar liat lo kayak gini," balas sang pemuda, "Udah dong,"

"Tapi hweee Galang.. hiks.. Hendry,"

"Udah, mereka juga ntar ngetawain lo, Deva sama Keynan juga,"

"Hiks.. tapi mereka.."

"Udah Juw astaga, bengek beneran lo ntar,"

"Tapi.. hiks.. nggak bisa berhenti," gadis itu menyeka air matanya kasar, "Hiks,"

"Hadeh, yaudah sana nangis aja, kalo capek diem, terus tidur,"

"Ntar.. hiks.. kalo gue bangun.. hiks.. pasti mata gue bengkak," Juwita kembali menangis heboh, membuat Arjun kembali mendengus.

"Terserah lo deh Juw capek gue,"

***

Berbeda dengan mobil lain yang penuh dengan tangisan, mobil yang di kendarai Yuda tampak lengang. Tentu saja, karena hanya ada pemuda itu di dalam mobil.

Sejujurnya Yuda merasa takut, bukan karena mobil yang di kendarainya merupakan mobil Jeep Wrangler Rubicon mahal yang tidak bisa di belinya bahkan dengan menggunakan seluruh tabungan atau bahkan menjual rumah kecilnya, namun karena ia berada di dalam mobil seorang diri. Cukup menakutkan karena pada dua sisi jalanan yang ia lewati saat ini penuh akan pepohonan, belum lagi langit yang mulai menggelap.

Yuda melirik jam di pergelangam tangannya, jarum pendek sepenuhnya menunjuk angka 6 dengan jarum panjang menunjuk angka 12.

Pemuda itu nyaris tidak pernah bepergian pada waktu-waktu ini karena sang ibu yang selalu melarang, pamali alasannya. Aneh memang, masih ada orang yang percaya akan hal-hal tersebut bahkan di era modern seperti sekarang, dan ibu Yuda adalah salah satunya. Bahkan pemuda itu sendiri tidak percaya mengenai pamali atau sejenisnya, namun Yuda tidak akan pernah menentang perintah ibunya.

"Maafin Yuda buk. Pergi maghrib-maghrib begini," gumam Yuda, "Duh serem banget,"

"Telfon yang lain aja gimana ya. Eh nggak ada sinyal. Sabar Yud sabar, tenang, jangan takut, jangan panik,"

Namun kadang realita tidak sesuai dengan ekspektasi, di saat langit semakin gelap, bulu kuduk Yuda meremang, pemuda itu merinding setengah mati.

Pemuda itu beralih menghidupkan lampu di dalam mobil walaupun sedikit kesulitan, "Ah akhirnya,"

"YUDA BURUAN WOY," teriakan Lucas terdengar.

"IYA INI BARU MAU JALAN," balas Yuda, "Bisa budeg Gara kalo sama mereka terus mah,"

"Terus setelah ini Yuda pasti ikut Yuki. Gue harus gimana ya,"

Pemuda itu diam-diam berpikir, sudah jelas setelah ini berakhir Gara akan tinggal bersama Yuki dan keluarganya, pemuda itu tidak akan khawatir karena keluarga temannya itu masuk dalam jajaran konglomerat dengan harta yang tidak ada habisnya.

Yang ia khawatirkan adalah dirinya sendiri, ia hidup sebatang kara sekarang, rumah pun juga tidak punya. Yang pasti Yuda tidak bisa mengandalkan ayah Yuki lagi, ia tidak bisa hidup bergantung dengan orang lain.

"Mungkin ngekos lebih enak, sambil kerja part time buat makan. Kayaknya nggak akan cukup uangnya kalo buat sekolah," monolog Yuda, "Yaudahlah nggak lanjut sekolah juga nggak papa. Yang penting masih bisa lanjut idup,"

"Maaf ya Buk, Yuda ndak bisa lanjut sekolah dan jadi sarjana seperti yang ibuk impiin selama ini," pemuda itu menghela napas, "Ibuk yang baik-baik yo di sana. Sekarang nggak ada lagi yang gunjingin ibuk lagi kok. Tenang aja Gara pasti bahagia sama Yuki, Yuda ndak mau Gara ikut hidup susah kalo bareng Yuda,"

Drrrtt Drrttt

Ponsel Yuda bergetar, sesegera mungkin ia meraih benda tersebut.

"Ya halo?"

"WOY ARJUN MAH KELAMAAN," pemuda itu sedikit terlonjak mendengar teriakan Lucas dari ponselnya.

"YA BENTAR WEH GELAP GINI MANA BISA LIAT JALAN," suara Arjun menyahuti.

"KAN PAKE LAMPU MOBIL BISA PINTER," bahkan Bima ikut berteriak.

"BERISIK," Yuda mendengus, "Jalannya pelan-pelan aja, malem-malem gini bahaya,"

"Berhenti dulu aja gimana? Sekalian makan malem," saran Yeri.

"Boleh tuh, tapi masak kita berhenti di tengah jalan,"

"Dan bener tuh kata bebeb Juwita,"

"Bucin," seru Bima, Lucas, dan Yuda kompak.

"Kita jalan dulu aja, ntar kalo nemu tempat yang sekiranya bisa kita pake buat istirahat baru berhenti,"

"Nah pinter banget bebeb Yuki,"

"Di mohon untuk tidak ngebucin di lapak kita," suara Bima terdengar kesal.

Chapitre suivant