webnovel

Puzzle

Sebuah sinar menyala dari papan tulis yang sedari tadi mereka belakangi. Sinar itu perlahan semakin terang dan menunjukkan tulisan. Susunan huruf yang membingungkan.

"Eh, apaan tu?" tanya Jessy yang sudah lebih dulu menyadarinya.

"Eh, iya. Itu ada tulisan!" ucap Andin yang dengan jelinya melihat deretan huruf yang membingungkan. Lalu dengan refleks memiringkan kepalanya ke kanan dan kiri, terlihat berusaha membaca tulisan yang ada.

"Kepala Lu kok begitu sih, Ndin?" tanya Riko dengan tampang aneh.

"Tulisannya, Ko. Tulisannya itu enggak jelas banget," ucap Dito menunjuk ke arah papan tulis.

"Tunggu, tunggu dulu!" ucap Jessy yang kemudian bangkit meninggalkan kursinya. "Bacanya pakai cermin!" sambungnya.

Andin dengan segera meraih tas miliknya untuk mengambil cermin kecil yang ada dibalik mainan tasnya. Dengan sigap Andin berdiri membelakangi papan tulis sambil memegang cermin di tangannya.

"Temukan potongan puzzle yang hilang dan dapatkan kuncinya," ucap Andin sambil menatap cermin.

"Puzzle?" tanya Riko.

Seketika cahaya pada papan tulis menghilang, membuat mereka menatap bingung.

"Puzzle apaan? Gua gada nemu puzzle dari tadi," ucap Riko sambil menggaruk dengan kasar rambutnya.

"Puzzle ... puzzle yah!" ucap Jessy mencoba menerka-nerka akan apa maksud dari tulisan itu.

Mereka bertiga sibuk berpikir, sedangkan Riko hanya bisa diam menatap malas ke arah ketiganya. Dengan kesal, ia menendang kursi hingga terjatuh dan terduduk di atas lantai.

"Aduh!" ucapnya yang membuat semua mata melihat ke arahnya.

"Lu enggak apa-apa?" tanya Jessy yang seketika mendekati Riko yang sedang terduduk kesakitan.

"Apaan sih, Lu! Jauh, gih!" ucap Riko dengan cueknya.

Jessy hanya bisa menurut. Ia pun melangkah menjauhi Riko dengan wajah kesal. berjalan mendekati lemari dan membukanya. Sepertinya ia begitu kecewa akan perlakuan kasar Riko, hingga ia berusaha menutupi wajahnya dengan bersembunyi di balik pintu lemari yang terbuka.

"Lu enggak boleh gitu, Ko. Jessy kan berniat baik," ucap Dito dengan nada yang lembut.

"Udahlah, fokus aja ke puzzle ... puzzle itu," ucap Riko kini kembali berdiri sambil terus mengibaskan tangan ke bokongnya.

"Woi! Sini deh," ucap Jessy setelah menemukan buku atlas di dalam lemari.

"Apa lagi sih? Hobi banget cari perhatian," ucap Riko. Ia sepertinya begitu benci melihat Jessy. Tingkahnya yang cuek dan terkesan cari gaduh cukup membuat Andin kesal. Terlebih udara yang perlahan semakin terasa dingin. Membuat mereka ingin segera mencari tahu jawaban dari pertanyaan yang dilayangkan.

"Kalau Lu enggak mau lihat. Ya enggak usah. Tapi ingat! Kalau ini menjadi jawabannya, Lu enggak boleh ikut keluar dari sini," ucap Jessy dengan nada pedas.

"Ha, ha, ha, lucu deh, Lu!" ucap Riko dengan wajah meledek. Duduk di bangku dengan kedua kaki terlipat menjulur di atas meja.

"Awas aja Lu!" ucap Jessy sembari menonjolkan tinju kecilnya.

"Udah-udah, Lu nemu apa, Jess?" tanya Andin yang sudah mulai kedinginan.

"Lihat ini! Gua nemuin angka dan huruf," ucapnya sambil menunjukkan angka dan huruf pada salah satu lembaran di atlas.

"Kalau angka itu sih nomor halaman. Tapi hurufnya ..."

Ucapan Dito segera disambung Andin yang berkata, "Apa hurufnya hanya ditulis iseng doang kali ya?"

"Ha, ha, ha ... ini puzzlenya, jalan keluarnya, Lu enggak usah ikut ya?" ucap Riko dengan nada meledek mengikuti gaya omongan Jessy.

Jessy yang merasa kesal dengan segera berbalik badan dan melemparkan buku atlas itu tepat ke kepala Riko.

"Bak!" bunyi buku yang mental.

"Jangan main kasar! Jangan berani-beraninya mancing kemarahan Gua," ucap Riko yang kini berdiri dengan tampang hendak menyerang.

"Apa Lu? Sini! Gua enggak takut!" ucap Jessy yang mulai maju sambil membusungkan dada.

"Jes, udah, Jes. Jangan diterusin," ucap Andin dengan nanda menggigil.

"Ya, Ko. Lu juga. Jangan buat kerusuhan. Mending Lu diam, kalau Lu enggak ngerti harus buat apa. Itu lebih baik," ucap Dito yang kini berdiri di samping Jessy.

"Serah!" ucap Riko yang kemudian mengambil buku atlas yang sekarang berada di atas meja. Membuka secara asal lembaran yang ada dan menutupkan ke wajahnya. Duduk tenang dengan tangan berlipat dan kaki yang kembali diletakkan ke atas meja.

Andin dan Dito hanya bisa menggelengkan kepala.

"Woi!" teriak Riko dengan wajah tersenyum. "Lihat ini!" sambungnya.

"Apa lagi?" tanya Dito.

"Lu lihat dulu sini!" ucapnya.

Sebuah lembar kosong berada di tengah buku atlas.

"Enggak mungkin kan, ada kertas putih begini di tengah-tengah?" ucap Riko.

Mereka semua kini kembali berkumpul dan memperhatikan lembar kosong yang ada. Andin dan Dito mengangguk setuju dengan ucapan Riko. Sedangkan Jessy memasang wajah manyun dengan tatapan tidak senang.

"Gua yakin, ini yang dimaksud apa itu. puzzle tadi, ya itu dia," ucap Riko dengan wajah bangga.

"Kalau emang iya, terus kita bisa lihat apa dilembar kosong ini?" tanya Dito dengan bingung sambil melirik ke arah Andin. Sedangkan Andin terlihat pucat dan lemas.

"Ndin, Lu enggak apa-apa?" tanya Dito dengan wajah cemas.

"Api, Gua kedinginan," ucap Andin dengan bibir membiru dan nada bergetar.

"Lu, Ko. Lu bawa mancis?" tanya Dito.

Riko dengan segera memeriksa semua kantungnya. Dengan wajah kecewa Riko menggelengkan kepala.

"Gesekkan dua kayu akan menghasilkan api, tapi kita butuh matahari. Jadi gimana dong?" tanya Jessy.

"Lu ngomong apa sih?" tanya Riko dengan gaya menyebalkan.

"Lu!" teriak Jessy.

"Stop! Kita butuh Api. Andin kedinginan," ucap Dito dengan kedua tangan terbentang, ia berusaha menahan agar Riko dan Jessy tak saling bertengkar kembali.

"Kabel," ucap Andin yang kini bergetar makin kuat.

Dito seketika terperangah. Ia mengangguk dan mencari benda yang bisa ia gunakan untuk membuat aliran listrik yang ada menjadi korslet hingga memercikan api.

"Lu butuh ini, Dit!" ucap Riko yang kembali mengeluarkan silet dari sepatunya.

Dito tersenyum. Ia mengangguk dan segera meraih silet yang ada di tangan Riko. Lalu memanjat meja dan berusaha mendobrak asbes agar bisa meraih kabel yang ada di dalamnya. Namun, Dito terlihat kesulitan. Hingga akhirnya Riko ikut naik ke atas meja dan mereka mulai mendobrak bersama-sama. Berkat bantuan Riko, Dito bisa naik ke atas asbes dengan menjadikan Riko pijakan.

Kabel yang ada di atas berhasil dipotong dan dengan sengaja dilagakan. Hingga akhirnya memercikan api.

"Ambil buku, Ko!" teriak Dito dari atas asbes.

Riko dengan segera mengambil buku yang ada di lemari. Namun sayang, semua buku itu mendadak menghilang dan hanya menyisakan satu buku tulis. Tanpa pikir panjang Riko menyerahkan buku itu ke Dito. Lalu Dito mulai mengoyak lembaran yang ada agar api kian besar. Tapi usaha ini gagal, apinya sangat kecil hingga tak bisa mengalahkan dinginnya ruangan.

"Ada lagi enggak, Ko?" ucap Dito.

Riko dengan segera mengambil buku atlas dan melemparkannya ke arah Dito. Dito pun juga kembali mengoyak lembaran yang ada dan mulai membakarnya. Namun, keanehan terjadi.

"Aku menemukannya!" teriak Dito dengan nada gembira.

Chapitre suivant