webnovel

Kembali ke rumah

Di balik awan, mereka bertiga melihat makhluk terbang bersayap. Awalnya mereka menghiraukannya, namun semakin lama semakin mendekat. Spontan mereka pun menghindar, ketika makhluk itu berusaha menerkam mereka bertiga. Rupanya makhluk itu adalah seekor naga. Naga itu memiliki tinggi 20 m, berkulit hitam, bermata merah serta gigi dan kukunya yang tajam.

Air liur menetes ke tanah saat memandang mereka bertiga. Naga itu sangat lapar, lalu naga itu mengepakkan sayapnya dan berusaha untuk menerkam Sarah. Gadis itu menggenggam kedua tanggannya, hingga mengeluarkan sinar cahaya sangat terang. Naga itu buta sesaat lalu Fadil pun tersenyum dan ia berkata bahwa sudah saatnya bagi dirinya untuk unjuk gigi. Lelaki itu melompat, kaki kiri di tekuk lalu mengalirkan seluruh energi Brajamusti pada telapak kaki kanannya. Seketika telapak kakinya berubah menjadi bara api.

"Meteor kick!" ujarnya dengan lantang sembari mendaratkan tendangan ke wajahnya.

Kedua giginya pun rontok, seketika pandangan naga itu tertuju padanya. Luna pun berkonsentrasi, lalu membekukan sebagian tubuh naga dengan sihirnya. Kemudian dia meminta pada mereka berdua, untuk meminjamkan katana. Linkaran sihir muncul di samping Luna, lalu ia mengambil sebuah katana biasa dalam lingkaran tersebut. Setelah mendapatkan sembilah katana, ia maju seorang diri mendekati naga tersebut sementara Luna sudah mencapai batasnya.

"Kalian berdua duduk dan saksikan, akan aku tunjukkan hasil latihanku selama sembilan tahun," ucapnya dengan percaya diri.

"Hati-hati," kata Luna.

Pemuda itu mengepalkan tangannya, lalu mendaratkan pukulan api Brajamusti dalam jarak 10 m. Api itu, mengenai tubuh Sang Naga hingga terpental cukup jauh. Fadl berlari sekencang mungkin, lalu menebas tubuhnya namun sayang kulitnya sangat keras bagaikan baja. Kedua tangannya gemetar, katananya sedikit retak lalu tiba-tiba saja ekor Sang Naga menghantamnya hingga terpental dan terguling-tuling cukup jauh. Sementara kedua gadis itu melihat kesayangan mereka dengan rasa khawatir.

Naga itu mengepakkan kedua sayapnya, lalu terbang di udara dengan lincahnya. Mulutnya terbuka lebar, lalu menyemburkan api yang sangat panas. Dengan lincahnya, ia menghidari setiap serangannya lalu ia mengepalkan kedua tangannya sembari mengalirkan energi Brajamusti pada kedua tangannya. Kemudian dia memukul-mukul udara pada Naga tersebut. Setiap pukulannya menembakkan api layaknya sinar laser. Hingga akhirnya, serangan Fadil berhasil mengenai sayapnya dan naga itu terjatuh.

Energi Brajamusti ia alirkan ke mata kanannya, lalu sekali tatap api menjalar seluruh bagian wajahnya. Naga itu meraung kesakitan, hingga langit dan bumi pun bergetar. Dia pun menggenggam katananya sekuat tenaga, lalu ia berlari untuk melancarkan jurus pamungkas. Katana itu mulai mengeluarkan hawa panas, seluruh permukaan terlihat ukiran dan warna bagaikan magma gunung berapi, pada seluruh permukaan dua sisi hamon (sisi pedang).

"Brajamusti teknik pertama tarian naga api!"

Bagaikan seekor naga melingkar-lingkar, tubuh Sang Naga dengan lincahnya pemuda itu berhasil menebas kepala, kedua sayap dan ekornya. Kedua gadis itu tak berkedip menatap kagum jurus pamungkasnya. Sejatinya, Brajamusti adalah jurus pamungkas kepalan tinju. Tapi yang mereka lihat, Fadil bisa mengaliri energi Brajamusti pada kedua kaki dan pedangnya. Dan akhirnya naga itu tewas dengan empat bagian tubuh yang terpisah. Bagian kepala naga terus di lalap api hingga hangus. Bagaikan seorang kesatria, ia berdiri dengan gagahnya menatap yang sudah mati.

Kedua gadis itu langsung berlari, dan mereka memeluknya sangat erat. Seribu pujian ia dapatkan, kenyamanan dan kehangatan dari sebuah pelukkan juga ia dapatkan. Raut wajahnya memerah, senyumnya melebar menatap langit dengan rasa bahagia. Terkadang pemuda itu menjulurkan lidahnya, kedua gadis itu yang melihatnya langsung menarik kedua pipinya. Fadil pun merintih kesakitan, lalu mereka berdua berhenti menarik pipinya.

Setelah itu mereka pun bersantai-santai di depan gubuk. Lalu Luna mencukur rambutnya, sedikit demi sedikit rambut lelaki itu terpotong. Sayangnya potongan rambutnya sangat tidak rapih, lalu Sarah pun menggantikannya mencukur rambut Fadil hingga tertata rapih.

Pada akhirnya, rambutnya pun tidak kembali seperti semula. Setidaknya rambutnya terlihat rapih dari sebelumnya. Kini sudah saatnya mereka bertiga untuk kembali, Luna pun membuka portal dimensi dengan buku sihirnya. Mereka, berjalan memasuki lubang dimensi tersebut, lalu melintasi lorong di penuhi cahaya hingga kembali pulang.

Fadil pun masuk ke dalam, sedangkan kedua gadis itu duduk di teras depan. Lelaki itu melirik ke arah jam dinding,rupanya waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Kemudian, dia melihat kalender dalam ponsel miliknya. Dan rupanya hari ini adalah hari Sabtu, 1 Febuari 2016. Setelah itu dia bercermin, pada sebuah cermin lemari baju kamarnya.

Tubuhnya yang atletis, perut roti sobek, tangannya berurat serta dadanya yang bidang. Dia pun tersenyum, lalu memamerkan ototnya pada dirinya sendiri melalui pantulan cermin. Setiap langkahnya kaki, tubuhnya terasa ringan seperti kapas. Berbeda dengan dirinya yang sebelumnya memiliki perut buncit serta tanganya yang kecil seperti linggis. Kemudian ia melirik ke arah belakang, namun betapa terkejutnya dirinya saat kedua kekasihnya duduk memperhatikannya sejak tadi.

"Ciee yang lagi pamer otot," kata Sarah.

"Pegang," ucap Luna sembari menyentuh otot perutnya.

"Ha.ha.ha stop luna geli," timbal lelaki itu menahan geli.

"Ikutan ahh," ujarnya mulai menggelitiki Fadil.

Kedua gadis itu mengelitikinya hingga air matanya keluar. Puas menggelitikinya, Fadil dan Luna pun bersiap untuk pergi ke kampus. Luna dengan percaya dirinya, masuk ke kamar mandi terlebih dahulu. Fadil pun menatap gadis itu di balik pintu kamar mandi dengan terheran-heran. Dia berpikir baju apa yang akan di gunakan olehnya, setelah mandi padahal akan lebih baik jika ia pulang ke rumahnya untuk mandi dan mengenakan baju di sana. Apa jangan-jangan ia akan memakai baju yang sama? Rasanya itu sudah keterlaluan.

Sembari menunggu Fadil pun duduk di ruang tengah, lalu menyalakan TV dan menyaksikan liputan pagi. Kemudian,Sarah pun datang membawa segelas susu hangat.

"Ini sayang di minum dulu," ujarnya meletakkan segelas susu hangat tepat di sampingnya.

"Terimakasih sayang," ucapnya sembari mengambil segelas susu untuk di nikmati.

"Sepulang kuliah apa kamu punya rencana?" tanya Sarah.

"Selesai kuliah, rencana aku ingin membeli sebuah gerobak."

"Sebuah gerobak?"

"Iya, kita akan membeli sebuah gerobak untuk membuka kedai nasi goreng pertama kita!" serunya dengan semangat.

"Jadi dimana kamu akan membuka kedai?"

"Samping rumah kita, kebetulan rumah kita berada di perempatan jalan. Warga sekitar juga para tamu sering melintas, jadi menurutku pinggir rumah merupakan lokasi yang pas."

"Kalau begitu izinkan aku membantu, kulakukan apapun agar usaha kita berkembang pesat," ucapnya dengan bersungguh-sungguh.

"Baiklah, nanti malam akan aku ajari cara membuat nasi goreng begitu juga resep rahasianya." Timbalnya sembari mengacungkan jempol sebagai apresiasi.

Sekian lama menunggu, akhirnya Luna pun selesai mandi. Dengan penuh tergesa-gesa, ia masuk ke dalam kamar mandi dengan selembar handuk. Kini gadis itu bingung, baju apa yang harus dia kenakan lalu ia pun pamit kepada Sarah untuk kembali ke rumah dengan sihir teleport. Sekali melangkah ia sudah sampai di depan rumah.

Sebuah rumah satu tingkat, dengan gabungan arsitektur eropa dan asia. Halaman rumahnya, cukup luas layaknya halaman istana. Seorang pria tua, berhenti melakukan pekerjaannya menyapu rumah, lalu ia pun menunduk. Melihatnya melakukan sihir teleport, bukan hal baru bagi pelayan rumahnya. Bahkan kerabat serta dirinya juga sering melakukannya jika hal terdesak.

"Selamat pagi nona," sapa pria tua itu sembari memegang sapu di tangan kanannya.

"Selamat pagi," jawabnya.

"Hari ini nona terlihat ceria sekali belakangan ini."

"Yah begitulah, ngomong-ngomong dimana papah?"

"Tuan, sedang menikmati secangkir kopi di ruang tamu."

Mendengar hal itu dia berjalan masuk ke dalam rumah. Ketika membuka pintu, seorang pria tampan berusia 40 tahun duduk di ruang tamu. Rambutnya yang pirang, kedua mata biru bagaikan samudra, duduk santai menikmati secangkir kopi. Dia tersenyum manis, melihat kedatangan putrinya.

"Pagi yang indah putriku, kudengar kamu menginap di rumah temanmu?"

"Iya papah," jawabnya.

"Kalau boleh papah tau, di mana temanmu tinggal dan temanmu seorang pria atau seorang gadis?" tanya Erwin pada putri semata wayangnya, dengan tutur kata yang lembut.

"Maaf papah, Luna harus pergi ke kamar sebab sebentar lagi perkuliahan akan dimulai. Tidak mungkin berpakaian seperti ini bukan?" timbalnya dengan raut wajah khasnya yang datar.

Mendengar hal itu Erwin pun agak terkejut, dengan apa yang dikatakan oleh putrinya. Luna gadis dingin yang tidak peduli akan penampilannya, kini ia mulai memikirkan penampilannya. Dia juga sempat mendengar, bahwa setiap pulang kuliah gadis itu sering terlihat tersenyum. Senyumannya yang manis, membuat istri serta dirinya bahagia sekaligus penasaran apa yang membuatnya tersenyum.

Tak berlangsung lama gadis itu keluar, kini ia mengenakan kaos putih di balik kemeja hijau tua bermotif kotak merah, belt kecil berwarna coklat dan celana panjang putih. Rambutnya di kuncir ke belakang, sehingga menambah paras cantiknya. Melihat perubahan anaknya yang drastis, membuat dirinya tak berkedip. Namun sayangnya, dia tak berjalan mendekatinya malahan mendekati istrinya yang sedang memasak di dapur.

Erwin pun merasa kecewa dan sedih, padahal dia berharap anaknya datang menghampirinya walau hanya meminta pendapat. Kemudian dia berjalan perlahan,lalu menguping apa yang mereka berdua bicarakan.

"Mamah, bagaimana penampilanku?" tanya Luna pada mamahnya.

"Kyaa anakku! Kamu sangat cantik sekali, lebih cantik dari bidadari di suka."

"Mamah berlebihan memujiku," ujarnya sembari menunduk tersipu malu.

"Luna akhir-akhir ini, setiap pulang kuliah mamah lihat kamu sering tersenyum. Dan kini kamu mulai memperhatikan penampilanmu. Cepat katakan, sebenarnya ada apa? Dan siapa yang membuatmu berubah?" tanya Tama pada putri semata wayangnya.

"Darling."

"Darling? Kyaa Luna! Rupanya kamu sudah punya pacar, cepat katakan siapa Darling-kun yang beruntung memikat hati putriku ini." Serunya Tama, memanatap putrinya dengan penuh kebahagiaan.

Luna pun tak menjawab, ia membalikkan badan dan langsung pergi begitu saja. Sedangkan Erwin papahnya, telinganya seperti tersungut api ketika mendengarnya. Dia semakin penasaran, siapa orang yang berhasil memikat hati putrinya? Dan seperti apa kepribadiannya? Mulai detik ini ia akan mencari tau, tentunya dengan beberapa orang kepercayaannya. Gadis itu, kembali masuk ke kamar untuk memasukkan beberapa bukunya ke dalam tas, lalu keluar dengan menjinjing tas samping warna biru beserta sepatu putihnya.

"Papah Luna berangkat," pamit gadis itu pada papahnya.

"Biar papah antarkan."

"Tidak pah, aku ingin berangkat bareng teman." Timbalnya berbohong, sembari membuka portal teleport tepat di hadapan papahnya.

Sekali melangkah melintasi lubang teleport, ia sudah berada di halaman rumah Fadil. Dia melihat pemuda itu sedang mengenakan helm, sedangkan Sarah sahabatnya menyapu halaman. Dengan bersemangat, Luna membantu Fadil mengenakan helm sedangkan Sarah menatap mereka berdua dengan cemburu.

"Enaknya yang kuliah, bisa bermesraan sebelum berangkat," ucapnya sembari menatap cemburu.

"Percayalah kuliah gak ada enaknya," timbal Fadil.

"Aku hanya membantu Darling memasangkan helm. Lagi pula seharusnya aku yang cemburu, setiap pagi kamu mendapatkan ciuman selamat pagi lebih banyak dariku."

"He.he.he." tertawa dengan tersipu malu.

"Sudah-sudah, ayo Luna sayang kita berangkat." Pinta lelaki itu pada kekasihnya.

"Kalian berdua hati-hati."

Mereka berdua melaju kendaraannya menuju kampus, sedangkan Sarah meneruskan pekerjaan rumahnya.

Chapitre suivant