webnovel

Dunia Arka

Tak terasa pagi pun telah tiba, sudah saatnya bagi Fadil untuk bangun dari tidurnya. Entah mengapa tubuhnya terasa berat, nafasnya mulai terasa sesak, aroma shampo mulai tercium. Secara perlahan ia membuka mata, namun betapa terkejutnya dirinya saat melihat Luna, berada di atasnya sembari memeluk layaknya sebuah guling. Seketika raut wajahnya memerah, jantungnya berdebar begitu kencang serta kehangatan tubuhnya mulai ia rasakan.

Kemudian dia melirik ke samping kanan, melihat Sarah sejak tadi melototinya dengan tatapan cemburu. Lelaki itu berkeringat dingin, rasanya dirinya seperti seorang suami yang sedang kepergok istrinya sedang berselingkuh.

"Ini tidak seperti yang kamu pikirkan," ujar lelaki itu meyakinkannya.

"Fadil! Benar-benar kamu dasar genit!"

"Ohayou Darling, sudah pagi rupanya." Ujarnya sembari terbangun dari tidurnya, namun ia masih tetap mendudukinya.

"Ya sudah kalau kamu cemburu, sini gabung!" timbalnya asal ceplos pada Sarah.

Raut wajahnya semakin merah, ia meraih bantal di sampingnya lalu memukul Fadil sampai puas. Sementara Luna, berjalan santai keluar kamar untuk membasuh mukanya. Puas memukul Fadil dengan bantal, gadis itu memalingkan wajah dan berjalan keluar terlebih dahulu. Namun sebelum itu, dia menghentikan langkahnya lalu ia bertanya apa yang harus ia lakukan agar dirinya tidak marah.

"Jika kamu memberikan ciuman selamat pagi aku akan lupakan kejadian yang tadi." Ujarnya dengan tersipu malu.

Jantung Fadil mulai bedebar-depar, lelaki itu memegang kedua pundaknya. Sarah pun mulai memejamkan mata, mereka saling mendekat dan semakin mendekat. Dan akhirnya, Luna berhasil mencuri ciuman selamat pagi. Kedua mata Sarah terbuka lebar tak berkedip, saat mereka saling berciuman dengan ganasnya.

"Terimakasih, untuk ciuman selamat paginya Darling."

"Dasar curang kamu Luna!"

Gadis itu tidak memperdulikannya dan ia pergi begitu saja. Kini tinggal mereka berdua, saling bertatapan di dalam kamar. Fadil pun meminta, maaf soal ciuman yang sempat Sarah tidak dapatkan. Gadis itu hanya terdiam, sembari memalingkan wajah lalu tiba-tiba Fadil menarik kedua pundaknya. Kemudian pemuda itu, memberikan seribu ciuman selamat pagi pada seluruh pangkal wajahnya. Sarah pun tersipu malu, lalu berjalan keluar dengan aura kebahagiaan.

Suara pentungan mulai terdengar, mereka bertiga keluar dari rumah lalu memberhentikan tukang bubur yang sedang melintas, lalu mereka memesan tiga bungkus bubur. Bu Ida dengan ramah, menyapa mereka berdua lalu dia berjalan masuk ke dalam mobil Terano hitam miliknya untuk berangkat kerja. Paras cantik mereka berdua, menarik perhatian warga sekitar lalu secara diam-diam membicarakan mereka berdua. Para pemuda yang sedang berjoging, tiba-tiba saja mampir ke tukang bubur.

Berbagai macam pesona, mencoba menarik perhatian mereka berdua namun Sarah dan Luna tidak menanggapinya, sedangkan Fadil hanya terdiam sembari menahan tawa. Selesai mendapatkan pesanan, mereka bertiga masuk ke dalam rumah. Kedua mata para pemuda itu tak berkedip, seolah tak percaya ada seorang pemuda hidup diantara dua gadis cantik. Mereka menduga-duga hubungan mereka bertiga, lalu mereka pun lanjut berjoging.

Selesai sarapan, seperti biasa Fadil berlatih penguasaan Ajian Brajamusti. Sebelum itu, dia berlatih menguatkan fisik terlebih dahulu dimulai dari berlari, push up mengepal, Sit up dan jalan jongkok di dampingi Sarah. Kedua tangannya gemetar, nafasnya ngos-ngosan dan kepala terasa pening. Dia merasa tubuhnya akan hancur jika berlatih selama dua puluh empat jam dengan metode yang sama. Sementara itu Luna duduk di teras depan, melihat latihannya sembari menikmati cemilan yang ia beli di mini market seberang jalan rumah.

"Sekarang saatnya berlatih mengendalian apimu," perintah Sarah.

"Siap."

Kedua tangannya memerah, bagaikan besi yang di tempa lalu ia pun berkonsentrasi mengalirkan energi spiritual pada kedua tangannya. Kemudian Fadil pun melompat, lalu meninju batu hingga hancur. Kepingan batu itu terpental, namun sebelum kepingan batu itu keluar pagar dengan secepat kilat Sarah pun menangkapnya. Beberapa penghuni rumah sempat keluar, ketika mendengar suara ledakan tersebut lalu mereka semua pun masuk kembali.

Kemudian mereka berdua, duduk di lantai teras depan sembari menjulurkan kaki. Fadil pun mengongak ke langit, melepas lelah sembari mempersiapkan mentalnya sebelum menjadi samsak hidup. Sejak tadi, Luna terus memperhatikan Fadil dengan tatapan aneh.

"Aneh, seharusnya pengguna Ajian Brajamusti tingkat puncak seperti Darling tidak perlu melakukan latihan seperti itu."

"Iya, aku juga berpikiran yang sama."

"Ya maaf, namanya juga Ajian giveaway. Aku juga ingin secepat mungkin menguasainya," ujar lelaki itu.

"Sebenarnya, aku ingin melatihnya ke tingkat selanjutnya. Sayangnya waktu dan tempat tidak memungkinkan. Kamu lihat sendiri bukan reaksi warga, setiap kali mendengar dentuman? Kalau begini terus, penguasaan tingkat puncak rasanya tidak mungkin," kata Sarah.

"Kalau begitu akan kubawa kalian, menuju Dimensi Arka. Kalian akan berlatih disana," saran Luna.

"Dimensi Arka?" tanya mereka berdua.

"Iya, dimensi Arka adalah sebuah dimensi yang tercipta oleh buku Arka. Sebuah buku sihir berasal dari dunia lain, yang di turunkan secara turun temurun sejak seribu tahun yang lalu. Meskipun, namanya terdengar kuno dan pasaran aku menyukainya." Ujarnya memberikan penjelasan.

"Tapi hari ini kita ada kelas, sepertinya pergi kesana pun tak sempat." Kata Fadil mengingat jam kuliah yang akan berlangsung hari ini.

"Jangan khawatir Darling, satu jam di dunia ini sama dengan sepuluh tahun. Umur Darling tidak akan berkurang mau pun bertambah. Hanya kemampuan fisik dan intelektualmu yang akan berubah. Itu pun tergantung seberapa keras Darling berlatih dan belajar."

"Keren! Ayo tunggu apa lagi," serus Sarah tak sabar untuk masuk ke dalam di mensi.

Kemudian, mereka bertiga berdiri di tengah lahaman, lalu munculah buku hitam tebal bertuliskan huruf kuno emas pada sampulnya. Buku itu melayang diantara mereka bertiga, secara perlahan lingkaran sihir bertuliskan huruf kuno mengintari mereka bertiga. Bola gelembung berbentung cahaya, mulai menutup tak meninggalkan celah sedikit pun. Dalam sekejap, mereka berada di sebuah padang rumput yang sangat luas.

Udara yang sejuk, tanpa polusi serta gedung pencakar langit. Di dunia itu hanya ada hutan belantara, dan juga sebuah gunung menjulang tinggi tepat di belakang mereka bertiga berdiri sekarang. Dari kejauhan mereka melihat rusa, babi hutan, dan harimau putih bertanduk menjalankan siklus rantai makanan. Burung-burung berterbangan di angkasa, menambah kesan indah dan damai di dunia tersebut. Juga ada beberapa naga terlihat di angkasa.

Sisi kanan gunung mereka melihat sungai yang jernih. Tak ada satu pun sampah plastik apalagi batang emas mengambang di kali. Para hewan dengan santainya, menikmati seteguk air walau tidak menurunkan ke waspadaan mereka pada sekitar. Jarak menuju hutan sangat jauh, butuh waktu kira-kira satu hari untuk sampai di sana. Kini sudah saatnya, bagi Fadil untuk mulai berlatih namun sebelum itu ia diminta untuk duduk bersila.

"Tak kusangka, kamu itu penyihir sungguhan," puji lelaki itu pada Luna.

"Iya Darling aku seorang penyihir, kukira Sarah sudah memberitahumu."

"Maaf aku lupa mengatakannya," memotong pembicaraan untuk meminta maaf.

"Santai. Darling sebelum memulai latihan, katakan padaku aliran beladiri senjata mana yang ingin kamu kuasai?" tanya Luna.

"Memangnya ada aliran apa saja?" balas bertanya.

"Yang pertama aliran pedang, dalam aliran pedang itu sendiri ada dua jenis aliran yaitu aliran satu pedang dan dua pedang. Kedua aliran tongkat, ketiga katar, tonfa dan terakhir centus."

"Kalau begitu aku memilih aliran berpedang," ujarnya memutuskan dengan rasa percaya diri.

"Pilihan yang bagus, lalu kamu mau pilih yang mana? Aliran satu pedang atau dua pedang?"

"Sebenarnya aku ingin satu pedang, tapi di saat bersamaan kepikiran ingin kuasai aliran dua pedang." Gumamnya dengan rasa bimbang.

"Ya sudah dua aliran sekaligus," celetuk Sarah.

"Baiklah sudah di putuskan, sekarang nikmatilah waktu bersantaimu sebelum latihan neraka di mulai."

"Latihan neraka?" kata lelaki itu merinding ketakutan sembari menelan ludah.

Setelah itu, mereka bertiga berbaring dirumput hijau. Kedua gadis itu memeluk tangannya dengan erat, jantungnya berdetak begitu kencang serta raut wajah Fadil memerah. Suasana yang damai belum pernah ia rasakan, rasanya pemuda itu seperti berada di surga. Namun dia juga merasa gugup dan takut di hari esok yang akan segera menantinya. Kedua gadis itu mengerti apa yang ia rasakan, lalu mereka mengangkat kepalanya, lalu memberi isyarat untuk melakukan sesuatu.

Sementara itu Fadil terdiam, sembari membayangkan latihan ala militer yang akan dia jalani. Latihan rutin setiap pagi saja seperti itu, bagaimana dengan latihan neraka? Ujar batinya yang terus berucap tiada henti. Tiba-tiba kedua gadis itu mencium pipinya, sontak Fadil pun terkejut. Kedua matanya tak berkedip, raut wajahnya tersipu malu tak percaya dengan apa yang mereka lakukan pada dirinya. Sesaat rasa gugup dan takut pun menghilang.

"Jangan takut sayang, ingat yang aku katakan sebelumnya. Kalau aku saja bisa kenapa kamu tidak?" kata Sarah.

"Darling, tidak ada manusia yang bisa dalam sekejap mata. Agar bisa melakukannya, tentu saja mereka harus bekerja keras. Aku pun juga begitu, dulu fisikku sangat lemah bahkan pengenjalian sihir pun tidak bisa. Sedikit demi sedikit, dengan bermodal tekat aku bisa. Kuyakin Darlingku bisa melakukannya," ujarnya sembari mempererat pelukkannya.

Pemuda itu tersenyum, sembari menatap langit sedangkan Sarah semakin penasaran, kenapa Luna selalu memanggilnya dengan sebutan Darling. Dirinya penasaran arti dari kata tersebut. Sebenarnya. diantara dirinya dan Luna siapa yang berhasil memikat hatinya.

Fadil selalu memujinya, serta menganggapnya sebagai kekasih. Namun di sisi lain ia mengharapkan gadis lain untuk berada di sampingnya. Tapi ia akan pertanyaan itu, setelah dia benar-benar menguasai Ajian Brajamusti. Jangan sampai masalah pribadi mempengaruhi latihannya.

Chapitre suivant